Buleleng Festival (Bulfest) ke-7 tahun 2019 ini sudah dibuka, Selasa 6 Agustus sore, di areal Tugu Singa Ambara Raja. Secara umum orang menyebutnya sebagai ajang budaya. Di Bulfest, orang bisa dengan pasih bicara penggalian, pelestarian dan pengembangan seni budaya. Namun yang dibicarakan dalam Bulfest lebih banyak soal pariwisata.
Bulfest dengan tema “The Shining of Buleleng” ini dimulai dengan pementasan Tari Panyembrama massal, Tari Praduala Nilayam dan Kolosal Ayuning Bhineka Sakti. Semua itu adalah bagian dari pelestarian dan pengembangan seni budaya Buleleng, atau lebih umum seni budaya Bali.
Saat Bulfest dibuka, yang dibicarakan adalah soal-soal pariwisata. Soal budaya tentu disinggung-singgung juga. Namun, tentu saja, lebih fokus ke soal-soal pariwisata. Karena, ini memang soal pariwisata, Bung!
Secara resmi Bulfest dibuka oleh pejabat Kementerian Pariwisata yang diwakili Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata, Dra. Ni Wayan Giri Adnyani, M.Sc.
Giri Adnyani menjelaskan Bulfest merupakan salah satu contoh festival terbaik di tingkat nasional yang menjadi motor penggerak wisatawan untuk datang ke Bali Utara.
Menurutnya, pelibatan masyarakat, akademisi, pelaku usaha dan media merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan kepariwisataan di Buleleng. Ia mencontohkan, keberhasilan Bulfest inipun menarik perhatian dari anggota DPRD Medan, Soli dan Pangkal Pinang untuk dijadikan studi banding.
“Kami berharap event ini semakin menarik kedatangan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik untuk berkunjung ke Buleleng. Selain itu juga dapat melestarikan kebudayaannya” singkatnya.
Giri Adnyani memuji langkah Pemkab Buleleng untuk merangkul milenial dalam ajang Bulfest ini dengan menyediakan zona khusus bagi kaum milenial di Buleleng. Milenial merupakan pasar potensial untuk pariwisata di Indonesia.
Ia menambahkan, sebanyak 51 persen wisatawan merupakan kaum milenial sehingga kaum ini harus terus diperhatikan dengan baik. “Apresiasi setinggi-tingginya kepada Bupati Buleleng karena telah merangkul kaum milenial pada Bulfest tahun 2019 ini,” katanya.
Di ajang Bulfest, Giri Adnyani sempat berkeliling ke zona milenial yang dibuat khusus pad ataman di halaman rumah jabatan Bupati Buleleng. Ia sempat mengunjungi stand-stand sejumlah komunitas anak muda yang memamerkan hasil-hasil produksi mereka.
Sementara itu, Bupati Agus Suradnyana pun mengatakan gelaran Bulfest kali ini beriringan dengan momentum pembangunan shortcut Singaraja-Denpasar. Dengan begitu, Buleleng telah siap dengan semuanya. Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) dan budaya bisa dielaborasi dengan kesenian serta kuliner. Hal tersebut ditunjukkan pada Bulfest yang terdapat seni, budaya dan juga stan kuliner. “Banyak sekali yang bisa kita tampilkan untuk mempromosikan pariwisata di Buleleng,” ujarnya.
Untuk mengembangkan pariwisata, kata Bupati Agus Suradnyana, ada tiga hal yang mesti diperhatikan. Yakni aksesibilitas, atraksi dan amenity.
“Atraksi itu ya lewat Bulfest ini. Kami bangga dan jengah dengan Buleleng dan melibatkan seluruh desa di Buleleng. Sedangkan akesbilitas ya kita lihat didukung dengan pembangunan Short Cut Denpasar-Singaraja. Sedangkan amenity itu tergantung tentang kesiapan investasi dan tata ruang. Dan ini harus bersinergi demi kesejahteraan masyaraat Buleleng,” katanya.
Biar berita ini seimbang, tentu akan disebut juga bagaimana seni budaya juga diperjuangkan di Bulfest.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang menjelaskan dalam Bulfest 2019 pihaknya juga mengangkat pamor gong kebyar dari dauh enjung dan dangin enjung untuk diparadekan di zona B atau di Sasana Budaya dengan masing-masing seniman dan tarinya.
“Selain parade, baru pada Bulfest kali ini diadakan workshop seni dan budaya yakni workshop gong kebyar. Dari tahun-tahun sebelumnya belum ada workshop seni dan budaya,” katanya.
Parade dan workshop ini juga merupakan harapan dari seniman yang berasal dari Kabupaten Buleleng. Dengan workshop ini, Pemkab Buleleng ingin kembali mengangkat gong kebyardangin enjungdandauh enjung. Berdasarkan saran dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, bagaimana membangkitkan pengetahuan masyarakat tentang gong kebyar khas Buleleng. “Khususnya yang menggunakan gong pacek,” ujar Gede Komang.[T] [Ole] [*]