25 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Dari (Praktik) Upacara Menuju (Nilai) Teologis dan Diakhiri Penghayatan Diri

I Ngurah SuryawanbyI Ngurah Suryawan
July 10, 2019
inOpini
Dari (Praktik) Upacara Menuju (Nilai) Teologis dan Diakhiri Penghayatan Diri

Ilustrasi foto: Mursal Buyung

120
SHARES

Belum lama saya menggeluti studi tentang peradaban masyarakat di pegunungan Bali, utamanya adalah kawasan Cintamani Mmal (perbukitan Kintamani), dimana Batur, Sukawana, dan daerah-daerah Wintang Ranu (desa-desa di pesisir Danau Batur) berada di dalamnya. Dalam suatu penelitian lapangan, saya menemukan sebuah buku kecil (saku) yang menggambarkan pernah diadakannya pasraman selama enam bulan penuh, 24 kali pertemuan, dari 9 September 2006 hingga 27 Februari 2007. Pasraman tersebut bernama Widya Sinarata.

Pasraman Widya Sinarata berkeinginan untuk mengenalkan kepada 167 siswa kelas VI dari tujuh Sekolah Dasar Negeri di Batur tentang kebudayaan Bali Mula di kawasan Cintamani Mmal. [1]Kawasan ini adalah tempat bertemunya dua kebudayaan yaitu Bali Aga yang mengembangkan budaya khas Bali Mula dan Bali Apanaga. Dalam konteks yang teradapat di Batur, variasi budaya dari Bali Mula ini adalah Sinarata yaitu Batur, Teal Yeh Mampeh, Tukad Melilit, Batu Kembang/Batu Kembung, dan Sapura. Sedangkan budaya Wintang Ranu adalah budaya yang terdapat di desa-desa sekitar Danau Batur yaitu Trunyan, Kedisan, Buahan, Songan, dan yang lainnya. Kawasan lainnya adalah Desa Sukawana dan budaya Balingkang di Desa Pinggan, Kintamani.

Widya Sinarata berarti ilmu pengetahuan sebagai jendela dunia yang memberikan sesuluh merata/galang apadang (memberikan sinar yang merata). Dengan kata lain, ilmu pengetahuan (jendelanya dunia) ngemetuang sesuluh atau galang apadang di bidang tatwa, susila, dan upacara. Tujuan dari Pasraman Widya Sinarata bagi generasi penerus Batur dan daerah lainnya di Cintamani Mmal adalah untuk menggali budaya yang terpendam akibat akulturasi budaya Bali Mula dan Bali Majapahit (Sukadia, 2015). 

Salah satu yang menjadi pembahasan dalam Pasraman Widya Sinarata ini adalah bentang alam kawasan Cintamani Mmalyang memadukan Gunung Batur, Danau Batur, dan kawasan-kawasan pura penting seperti Pura Ulun Danu Batur dan Songan, Wintang Ranu, Pura Pucak Penulisan, Pura Dalem Balingkang, Pura Alas Arum, Pura Pancering Jagat, Pura Tuluk Biyu, Pura Cempaga, dan lainnya dengan komunitas masyarakatnya. Bentang alam tersebut dalam ranah teologis, yang bersumber dari teks tradisi Bali seperti Usana Bali dan Tantu Penggelaran di Jawa, menggambarkan dunia berpikir (kosmologis) masyarakat. Gunung-gunung dan perbukitan yang berjajar dan berdiri megah di Bali dianggap sebagai cikal bakal kelahiran manusia Bali itu sendiri.

Teks yang lainnya menyebutkan bahwa empat danau di Bali (Catur Danu) merupakan hunian empat sosok bhatari utama. Batur sebagai danau terluas merupakan kahyangan Ida Betari Uma, sementara Danau Bulyan (Buyan) merupakan stana Ida Bhatari Gangga. Danau Beratan adalah stana Ida Bhatari Laksmi dan Danu Tamblingan dinyatakan stana Ida Bhatari Gori. Keempatnya disebutkan sebagai dewa dari pretiwi(bumi), sawah, tukad (sungai), dan danau. [2]

Selain Catur Danu tersebut, Bali dalam catatan teks tradisi, khususnya Usana  Bali dan juga Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul menyebutkan bahwa putra-putri Hyang Pasupati ditugaskan untuk menjaga Bali yaitu Hyang Putrajawa berstana di Gunung Agung, Hyang Dewi Danu di Gunung Batur sebagai junjungan utama. Selain itu ada sembilan putra lain yang berstana di sembilan puncak tertinggi Pulau Bali. Kesembilan puncak tertinggi inilah yang kemudian diibaratkan sebagai Dewata Nawasanga yaitu Hyang Gnijaya Sakti berstana di Gunung Lempuyang layaknya Iswara, Hyang Tugunatha berstana di Gunung Natar Andakasa layaknya Brahma, Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru sebagai Mahadewa, Hyang Narakresna di Gunung Batur layaknya Wisnu, Hyang Sudarma di Gunung Uluwatu ibarat Rudra, Hyang Manik Gumawang di Gunung Bratan sebagai Sangkara, Hyang Manik Galang di Gunung Kawi layaknya Sambhu, Hyang Bhajramurti di Gunung Rencabima layaknya Mahesora, dan Hyang Danawa di Gunung Mangu ibarat Siwa (Ariana, 2017; Ariana, 2019a; 2019b).

Bentang alam tersebut memastikan bahwa alam dan manusia Bali dinaungi oleh gunung dan danau yang sarat nilai teolgis dan juga spiritual. Keseluruhan landskap religius tersebut berdiri pura-pura yang menjaga alam dan manusia Bali. Laku hidup kesehariannya adalah praktik ritual untuk menjaga alam dan manusianya. Praktik pemulian terhadap hutan, danau, laut, pemberantasan hama, dan lingkungan lainnya diekspresikan melalui serangkaian ritual.

Problematiknya adalah praktik uapacara/ritual memerlukan argumentasi teologis. Perkembangan agama modern memungkinkan rasionalisasi praktik ritual dalam penjelasan-penjelasan teologis. Tentu saja proses dialektik ini belum berakhir. Dibutuhkan pembaharuan praksis, sebagai ekspresi dari penghayatan diri yang melampaui ritual dan teologi itu sendiri. Hal ini agar beragama atau nilai-nilai Hindu menjadi transformatif dan kontekstual dalam kehidupan.

Laku hidup manusia Bali melalui serangkain ritual sejatinya adalah totalitas teologis sekaligus praksis. Justru di sinilah terletak kompleksitasnya. Praktik beragama modern justru kontradiktif dengan lingkungan alam itu sendiri. Narasi-narasi teologis melambung tidak kontekstual berakar. Tinggi dan abstrak. Relasi-relasi manusia Bali dengan lingkungannya semestinya dialektik, yaitu dari laku ritual, pemahaman teologis, dan diakhiri dengan penghayatan (praksis) diri. Praksis diri yang dimaksudkan adalah penghayatan laku hidup yang menjaga kelestarian sekaligus kesucian alam. Dengan demikian nilai-nilai Hindu terhadap lingkungan bukan sebatas ritual atau dogma teologis, namun tertanam dalam laku hidup manusia (Hindu) Bali itu sendiri.      

Esai sederhana ini mendiskusikan praktik dialektik relasi manusia Bali dengan lingkungan yang berporos pada praksis, teologis, dan diakhir dengan penghayatan (baca: praksis diri). Dalam rentang panjang proses dialektik itulah manusia Bali ditantang untuk menjadikan ritual dan agama sebagai penghayatan diri melalui laku hidup yang humanistik.

Perspektif

Clifford Geertz dalam “Internal Conversion” in Contemporary Bali in The Interpretation of Cultures: Selected Essays (1973; 1992; Dharmayuda, 1992:16;  Santikarma, 2003;) dengan menggunakan teori Max Weber mengungkapkan bahwa modernitas berpengaruh besar terhadap praktik keagamaan. Hal yang paling kentara adalah terjadinyanya rasionalisasi agama yang mengubah fokus dari praktik menuju ke teologi atau dari ortopraksi ke ortodoksi. Namun lebih lanjut Geertz mengungkapkan dalam “rezim ortodoksi”, manusia ditantang untuk berimajinasi atau berkreasi :

Manusia harus melakukan kreasi dalam ortodoksi (orthodoxy). Manusia diharapkan jangan hanya terpaku pada dogma-dogma yang ketat apa adanya, tetapi melakukan penafsiran umum, melakukan penilaian, menemukan hakekat dasarnya, sehingga mencapai makna yang tersimpan dibalik semua itu. Tetapi perlu disadari bahwa usaha manusia seperti itu bukan hanya sekadar mengungkap makna-makna simbolik, tetapi lebih jauh dapat menghayati, meningkatkan kepribadian dan pada akhirnya merupakan sarana untuk menuntun kehidupan manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.     

Pendalaman relasi ritual dan teologis ini diungkapkan oleh Hildred Geertz dalam Sorcery and Social Change in Bali: The Sakti Conjecture (1995; Santikarma, 2004) yang mengungkapkan bahwa praktik upacara di Bali terepresentasi dalam pendekatan “keseimbangan kosmis” antara dua kekuatan yang berlawanan, baik dan buruk. Makna upacara menjadi berkutat pada persoalan “tertib kosmis, kosmologi keseimbangan, dan pengokohan tatanan”. Agama di Bali dengan demikian sangat kental menyangkut persoalan negosiasi dan komunikasi dengan kekuatan dunia atas dan dunia bawah yang abstrak, penuh ambiguitas, dan intrik kekuasaan.  

Beragama dengan ritual sangatlah pelik. Kita ditantang untuk berargumentasi, apakah ritual/upacara konstekstual dengan eksploitasi dan kerusakaan lingkungan di sekitar kita? Apakah Hindu mungkin untuk memediasi gagasan teologi ekologi kontekstual? Dalam ranah duniawi, lingkungan kita sejatinya sudah luluh lantak terpapar eksploitasi. Bagi para penganut perspektif ekologi politik, all ecological problems are simultanseously political and ecological, social and biophysical(semua masalah ekologi sebenarnya merupakan masalah politik dan ekologi, social dan biofisik sekaligus).

Jika kita memfokuskan pada ekologi politik, maka menjadi penting untuk menelisik dan membongkar hubungan yang spesifik antara negara dan modal, dimana perusahaan-perusahaan modal besar telah begitu berpengaruh sehingga menyusup dan menguasai pemerintahan, atau dengan kata lain menjadi “pengabdi perusahaan” (White, 2009). Perlu dipikirkan teologi ekologi Hindu yang kontekstual mengadaptasi ekologi politik yang memperhatikan relasi ekonomi politik yang saling bekelidan dalam mengeskploitasi alam Bali.          

Ironi

Jika kita mencoba lebih dalam merenungkan, pentas kemeriahan ritual hanyalah satu babakan. Babakan berikutnya adalah memaknai ritual bagi kemanusiaan itu sendiri. Ritual jika menyentuh akar tattwa-nya akan terhayati hingga ke sanubari, melekat kuat menjadi suluh dalam kehidupan. Namun, jika ritual hanya dimaknai sebatas pentas kemegahan dan status, maka kita akan disuguhkan teater kehidupan yang paling menakjubkan.

IBM Dharma Palguna (2007: 11-12) dengan tajam mengungkapkan:

Hubungan kita dengan alam ada pada level tinggi dan abstrak. Dengan khusyuk kita memuja Dewa Air. Danau dan sumber air kita jaga kesuciannya. Berbagai upacara dengan tulus dan ikhlas kita persembahkan. Bahkan upacara seperti itu semakin ditingkatkan kwantitasnya bersamaan dengan bangkitnya kesadaran baru di antara kita untuk kembali ke masa lalu. Bersamaan dengan semua itu, ironisnya, kita pun dengan sadar sudah tidak lagi berani meminum air dari sumber air yang tersisa. Sebagian besar mata air telah mengeringkan dirinya. Air yang kita minum kita beli dari perusahaan air. Terhadap pencemaran air kita bisa sabar. Tapi kita akan marah besar bila ada orang melecehkan pemujaan kita pada Dewa Air.

Kita diam dan tetap duduk manis ketika satu persatu tanah dicaplok investor. Tapi kita akan murka bila ada yang mengkritik ritual pemujaan kita terhadap Dewa Tanah. Itu terjadi karena perhatian kita bukan pada yang nyata, tapi pada yang abstrak. Bukan pada yang dekat, tapi pada yang jauh. Bukan pada penataan duniawi yang mensejahterakan hidup bersama, tapi pada persiapan menuju akhirat. Yang sedang kita bangun adalah peradaban batin dan tenaga dalam. Kita yang hidup di dan oleh dunia, malu berurusan dengan yang duniawi.

Praktik ritual membawa kita untuk meyakini hal yang samar-samar dan abstrak. Peradaban tinggi inilah yang menyebabkan kita lebih mampu berkomunikasi dengan penghuni alam atas sana daripada dengan manusia, bintang, tumbuhan, dan semesta alam di dunia tempat kita hidup. Persoalan lingkungan yang berada di sekitar dengan mudah kita abaikan. Jika ngayah untuk upacara kita begitu bersemangat. 

Praktek pola pikir kolektif (beragama) akan melahirkan individualisme di dalam dirinya sendiri. Cepat atau lambat. Sehingga perlawanan lebih sering datang dari dalam. Bukan dari luar seperti mereka duga. Sebuah “benteng tradisi” yang dibangun untuk menangkal pengaruh luar, yang dipandang negatif tidak akan banyak berguna. Karena kekuatan perlawanan sedang dibangun di dalam dirinya, oleh dirinya sendiri.

 “Tuhan milik pribadi” adalah pandangan yang bukan tidak pernah ada dalam tradisi. Pandangan ini pernah ada dan masih ada. Pencariannya dilakukan lewat penghayatan pribadi. Ritualnya adalah realisasi diri. Realisasi diri nampak pada adanya rasa kecintaan, welas-asih, penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan, dan penghargaan atas perbedaan yang ada. Sayangnya, pandangan ini seperti  sebuah nyanyian merdu yang ditenggelamkan gemuruh suara gelombang lautan. Banyak orang lebih mengagumi laut yang dahsyat daripada merenungi setetes embun di ujung rumput pagi-pagi ketika orang belum terjaga dari tidur (Dharma Palguna, 2007: 17-19).  

Tantangan kehidupan agama, lebih tepatnya mungkin praktik “agama ritual” kita di Bali, adalah dalam bentangan panjang dialektika rutinitas praktik ritual, mengkonstruksikan nilai teologis, dan diakhir dengan penghayatan praksis diri. Praksis diri adalah memadukan praktik ritual dan pemahaman nilai teologis dalam laku hidup sehari-hari. [T]

Peguyangan, Juli 2019

*Esai ini awalnya adalah catatan pendahuluan yang berjudul “Dari Praksis menuju Teologis kembali ke Praksis Diri” dalam Seminar Nasional “Peran Hindu dalam Konservasi Lingkungan” yang diadakan Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama, Seni, dan Budaya, Universitas Hindu Indonesia, 3 Juli 2019.


[1] Catatan lapangan Juni 2019 saat bertemu dengan I Wayan Sukadia yang memberikan saya buku kecil yang sering beliau buat. Kali ini beliau memberikan buku kecil berjudul Pasraman Widya Sinarata terbitan Desa Pakraman Batur, Kintamani, Bangli, 2015. 

[2] Lebih jauh lihat Ariana, I Ketut. 2017. “Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul: Analisis Semiotik”. Skripsi. Program Studi Jawa Kuno, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana; Ariana, I Ketut. 2019a. “Aliran Air dan Tanggung Jawab Peradaban: Membaca Pasihan Pura Ulun Danu Batur (makalah tidak diterbitkan); Ariana, I Ketut. 2019b. “Narasi-Narasi Ekologi dari Balik Bukit: Sebuah Catatang Pinggir” (makalah tidak diterbitkan). 

Tags: agamabalihinduritualSpiritualteologisupacara
Previous Post

Pekak Taro Bercerita, Turis Asing pun Bengong Mendengar

Next Post

Liburan Sekolah Tanpa Musim Kopi

I Ngurah Suryawan

I Ngurah Suryawan

Antropolog yang menulis Mencari Bali yang Berubah (2018). Dosen di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.

Next Post
Sampah Plastik & Puncak Kesadaran Ekologis

Liburan Sekolah Tanpa Musim Kopi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more

Saatnya Pertanian Masuk Medsos

by I Wayan Yudana
May 24, 2025
0
Saatnya Pertanian Masuk Medsos

DI balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan yang jarang terangkat ke permukaan. Bali krisis kader petani muda. Di...

Read more

Mars dan Venus: Menjaga Harmoni Kodrati

by Dewa Rhadea
May 24, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DI langit malam, Mars dan Venus tampak berkilau. Dua planet yang berbeda, namun justru saling memperindah langit yang sama. Seolah...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co