15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gelap, Cahaya, Rindu

IGA Darma PutrabyIGA Darma Putra
July 9, 2019
inEsai
Swastyastu, Nama Saya Cangak
15
SHARES

Kali ini, saya ingin menjaga jarak dengan apa yang sudah saya pelajari. Menjaga jarak, artinya memberikan ruang antara pelajar dengan pelajaran. Pelajar kita sebut subjek, pelajaran disebut objek. Ruang itu dijaga, dengan harapan agar penilaian yang dilakukan bisa seobjektif mungkin. Kenapa menilai? Karena itulah yang dilakukan kebanyakan orang saat melihat, mendengar, menyentuh, mencium sesuatu. Bukankah itu yang selalu kita lakukan dengan sadar atau pun tidak.

Tidak sadar diibaratkan seperti kegelapan. Pada situasi itu, tidak ada yang bisa dilihat mata. Mata seperti buta, tapi sesungguhnya tidak. Meski mata dibuka lebar-lebar, tetap tidak ada hal lain yang dilihat kecuali gelap. Seperti barisan mata ikan tuna di keranjang dagang. Bagaimana barisan mata itu melihat, jika pemiliknya sudah mati.

Pada banyak pustaka klasik, kematian yang dilalui dengan sadar adalah cita-cita. Saya tidak mengerti kenapa barisan pustaka itu membicarakan sesuatu yang sulit dijelaskan. Saking banyaknya pustaka sejenis itu, saya sempat menduga bahwa menjelaskan kematian adalah obsesi intelektual para pendahulu. Bagaimana mungkin menjelaskan sesuatu yang belum dialami? Sampai di titik itulah saya menghentikan pertanyaan. Dan tidak mencari jawabannya.

Tidak mencari adalah salah satu cara yang saya pelajari untuk mendapatkan jawaban. Seperti dua orang yang mengelilingi satu pulau. Bagi yang mencari akan dikelilinginya pulau itu. Bagi yang menunggu, ia akan diam tidak kemana-mana. Yang diam atau yang pergi, sama-sama sampai di “rumah”.

Perbedaannya terletak pada pengalaman. Yang pernah pergi, tahu bagaimana atmosfer tempat yang dilaluinya. Yang diam hanya menikmati cerita-cerita dari yang pergi. Mereka berdua memiliki kesimpulan yang sama, bahwa yang pergi akan kembali. Mereka berdua sama-sama tersenyum atas kesimpulan itu. Tapi senyum keduanya tidak sama rasanya.

Mirip dengan senyum orang yang menang dan yang kalah. Meski keduanya tersenyum, tapi keduanya menyimpan rasa berbeda. Anehnya, banyak juga orang yang dengan mudah menunjukkan rasa kemenangannya, tapi sangat susah mengakui kekalahan. Padahal keduanya sama saja di mata saya yang kecil ini. Menang atau kalah, keduanya tetap akan berubah.

Setelah perubahan itu terjadi, barulah mereka sadar, kalau segala yang diperebutkannya selama ini tidak lebih dari sekadar onggokan batu. Saya tidak bermaksud mengatakan kalau batu tidak ada nilainya. Tiap hal yang ada di bawah kaki langit dan di atas pangkuan bumi ini selalu bernilai. Hanya saja, tidak semua nilai itu bisa berguna di saat yang tepat. Memilih waktu yang tepat bukanlah perkara mudah.

Begitulah barangkali kelindan pikiran jika memikir-mikirkan pikiran sendiri yang gelap gulita. Pada masa-masa belakangan ini, saya sangat tertarik pada “pikiran”. Sebabnya, hanya karena ia begitu hebat. Bahkan, oleh tradisi, pikiran dijadikannya raja dari segala macam indria. Saya tidak benar-benar menemukan terjemahan yang pas untuk menerjemahkan kata indria dalam bahasa Indonesia. Dalam pemahaman sederhana, saya sebut saja indria sebagai alat. Karena ia adalah alat, maka sewaktu-waktu ia bisa tidak berguna.

Agama juga alat. Oleh banyak orang, agama disebutnya candu. Tapi oleh orang yang sama, agama itu dijalaninya dengan penuh kenikmatan. Seperti pecandu alkohol yang menikmati kemabukannya. Sudah tahu bisa mabuk, tetap saja diminumnya. Tidak penting lagi apa yang membuatnya mabuk, apakah bir hitam, arak, tuak, berem, atau yang lain. Pecandu agama, juga demikian.

Tidak penting lagi baginya, apakah yang sesungguhnya membuatnya mabuk. Apakah ritual yang di dalamnya adalah upakara dan upacara, ataukah mabuk karena sasana yang dijunjungnya setinggi batas galaksi. Dan, bukan tidak aneh lagi, ada orang yang dimabukkan oleh produk-produk intelektualnya sendiri berupa permenungan tattwa atau filsafat.

Ketiganya sama-sama pemabuk yang berkumpul di Bale Banjar menikmati be celeng. Masing-masing pemabuk, berpendapat kalau alkohol yang membuatnya mabuk adalah teman paling tepat untuk menikmati be celeng. Mereka terlihat berbeda karena punya “selera”. Yang membuat mereka terlihat sama, adalah sama-sama pusing kepala, dan sama-sama muntah. Seingat saya, muntahan selalu beraroma busuk.

Agama selalu terlihat kontradiktif. Pagi ia akan bilang kalau membunuh tidak dibenarkan. Siang hari ia akan bilang, membunuh itu diperbolehkan asal begitu dan begini. Sebenarnya, perlakuan itu boleh apa tidak? Biarkan saja pertanyaan tadi dijawab oleh ahlinya ahli. Biarkan juga ahli-ahli itu mempertanggungjawabkan keahliannya yang konon didapatnya dengan susah payah dan dibuktikan oleh jejeran gelar seperti ular naga yang panjangnya bukan kepalang.

Tugas ahli memang begitu, yakni mengentaskan kegelapan pikiran dengan cahaya pengetahuan. Bodoh adalah gelap, cerdas adalah terang. Itulah jajaran konseptual yang sudah mendarah daging di tubuh. Tapi jangan salah, orang bodoh yang setia lebih utama dari pada orang cerdas tapi culas.

Contohnya seperti seorang bodoh yang menjadi pengiring raja. Karena suatu alasan, raja bepergian dengan menunggangi kuda. Sementara si bodoh mengikutinya dari belakang. Tugas si bodoh adalah memungut segala sesuatu milik raja yang terjatuh. Si bodoh yang taat itu melaksanakan perintah raja yang sudah seperti kata-kata Dewa.

Segala macam benda yang dijatuhkan oleh raja dipungutnya dan dimasukkan ke dalam sebuah kantung. Suatu ketika, kuda yang ditunggangi raja, berak sambil berjalan. Kotoran kuda itu jatuh tepat di depan si bodoh. Atas nama kesetiaan, dipungutlah kotoran itu dan dimasukkannya ke dalam kantung. Raja mana yang bisa menyalahkan kesetiaan semacam itu?

Ada cerita lain lagi. Ini tentang dua orang. Yang satunya cerdas, yang satunya bodoh. Mereka bertetangga. Karena bertetangga, maka wajarlah keduanya saling membantu. Si Pintar pernah sekali waktu meminjam sebuah penggorengan besar pada Si Bodoh. Sekarang Si Bodoh ingin menagihnya. Si Pintar memberikan satu penggorengan kecil pada Si Bodoh. Katanya, penggorengan besar miliknya telah beranak, dan sekarang anaknya dulu yang akan dikembalikan.

Si Bodoh percaya dan pulang ke rumah. Sampai di rumah, penggorengan kecil itu ditaruhnya di tungku dan ternyata pas. Di tungku itu pula ia mengaduk-aduk penggorengan saat memasak, tapi penggorengan yang ini tidak seperti penggorengan miliknya yang dulu. Dulu jika ia mengaduk-aduk penggorengannya maka penggorengan itu akan bergoyang. Ia tidak tahu, itu karena tungku lebih kecil dari pada penggorengannya. Dia hanya pernah mendengar, kalau ciri-ciri orang mati adalah tidak bergerak. Dikuburlah penggorengan itu karena katanya sudah mati.

Keesokan harinya, datanglah Si Pintar ke rumah Si Bodoh menagih penggorengan. Si Bodoh pun menerangkan kalau penggorengan kecil itu sudah mati, dan dikuburnya di belakang rumah. Si Pintar hanya kaget, tersenyum masam, dan kebingungan.

Itulah dua cerita singkat tentang kebodohan dan kepintaran. Yang satunya bercerita tentang Si Bodoh yang setia. Yang satunya, tentang Si Bodoh yang jujur dan polos. Ternyata kebodohan identik dengan kesetiaan, kejujuran dan kepolosan. Pada masa kini, orang yang demikian selalu dilindas jaman. Sayangnya, ketiga sifat itu adalah terjemahan dari satu kata yang selalu dielu-elukan pada tiap-tiap seminar tentang kebaikan. Terjemahan saya atas ketiga kata itu adalah Dharma.

Jadi jangan salahkan orang menjadi cerdas lalu culas, karena ia tidak ingin dilindas seperti orang-orang bodoh. Jangan juga mengeluh karena sering diliciki oleh orang yang lebih cerdas, karena kita sudah pernah licik pada mereka yang lebih bodoh. Hal ini semacam antiklimaks bagi saya sendiri. Sebenarnya, mana yang lebih baik, antara jadi bodoh di tempat gelap, atau cerdas di tempat terang. Mungkin keduanya sama saja, saking gelap atau karena saking terangnya, orang tak melihat apa-apa. Justru karena tidak melihat apa-apa, sang raja pikiran jadi tidak terikat oleh segala hasil pengelihatan. Banyak orang tidak ingin terikat, tapi tidak banyak yang tidak ingin melihat.

Selalu saja kontradiktif. Di satu sisi, orang tidak ingin merindukan, karena terkesan menyakitkan. Di sisi yang lain, dia butuh kerinduan agar tahu seberapa ukuran perasaannya dan perasaan orang yang dirindukannya. Tapi rindu tidak pernah ada jika jarak juga tidak. Rindu lenyap jika jarak hilang. Konon rindu bisa lenyap hanya karena dua hal.

Pertama karena ia bosan. Kedua, karena sudah bertemu dan menyatu. Keduanya sama-sama menghilangkan, tapi serasa tidak sama. Selalu begitu. Lalu dimana masalahnya? Semua masalah ada di dalam sini. Dan itu juga yang sering kita sembunyikan. Seperti masalah banyak orang atas keinginannya meninggalkan kebodohan yang gelap menuju kecerdasan yang terang. Tapi anehnya, setelah segalanya terlihat saat cahaya bersinar, kita justru diam-diam merindukan kegelapan [T]

Tags: cintafilsafatkemanusiaanrenungansastra
Previous Post

Festival Tepi Sawah Dibuka Aneka Workshop Bertema Budaya Indonesia

Next Post

Belle et Sébastien dan Le Nouveau – Dua Film Terpilih Perancis di Bentara Budaya Bali

IGA Darma Putra

IGA Darma Putra

Penulis, tinggal di Bangli

Next Post

Belle et Sébastien dan Le Nouveau - Dua Film Terpilih Perancis di Bentara Budaya Bali

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

by Hartanto
May 15, 2025
0
‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

SELANJUTNYA, adalah lukisan “Dunia Ikan”karya Made Gunawan, dengan penggayaan ekspresionisme figurative menarik untuk dinikmati. Ia, menggabungkan teknik seni rupa tradisi...

Read more

Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

by Gede Maha Putra
May 15, 2025
0
Mengharapkan Peran Serta Anak Muda untuk Mengembalikan Vitalitas Pusat Kota Denpasar

SIANG terik, sembari menunggu anak yang sedang latihan menari tradisional untuk pentas sekolahnya, saya mampir di Graha Yowana Suci. Ini...

Read more

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co