Kelompok-kelompok seniman dari Jepang, baik tari maupun musik, cukup rajin bermain dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) di Bali dan hampir selalu mendapat perhatian dari publik penikmat seni di Bali.
Seperti pada Minggu malam, 16 Juni 2019, di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar, pada PKB ke-41, warna-warni kesenian Jepang ditorehkan kelompok pemusik Baisho-kai. Kelompok ini menyajikan alunan musik tradisional Jepang dan membawa para penonton atau pendengarnya hanyut ke sungai-sungai indah di desa-desa tradisional di Jepang.
Kelompok pemusik ini dipimpin Baisho Matsumoto atau yang akrab dengan sapaan Matsumoto Sensei. Kelompok ini tampaknya tak asing di Bali. Matsumotosensei dan kawan-kawan sudah lima kali pernah tampil di Bali.
Ada sepuluh pemusik dalam kelompok Baisho-kai termasuk Matsumotosensei. Di Gedung Ksirarnawa, mereka menyajikan 15 garapan instrumen tradisi Jepang.
Matsumoto sendiri tampaknya tak begitu asing dengan suasana Bali dan ia tahu bagaimana cara menyapa penggemarnya dengan dengan ramah, meskipun ia tak dapat menyambut percakapan yang lebih panjang karena Matsumoto hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa Jepang.
Kali ini Baisho-kai membawakan setidaknya 15 lagu, di antaranya The Indonesian National Anthem, Bengawan Solo, HO-MU-RA, SanjoTako-Bayashi, Kabuki Masterpieces, Shinnboshi, Kuroishi-Yosare, Tsugaru-Jinnku, Fukagawa-Bushi, Tsukino Sabaku, KojyonoTsuki, Sakura Sakura, Hanayome-Ninngyo, Shinsoma-Bushi, TsugarunoKoi-Uta, Tsugaru-ShamisenSession, NannbuTawaratsumi-Uta.
Lagu-lagu tersebut didominasi oleh permainan alat musik shamisendan shakuhaciyang berwujud layaknya alat musik rebab. Dalam sejarahnya, alat musik shamisen dan shakuhachi telah dimainkan sejak 450 tahun yang lalu dan diiringi pula oleh alat musik lainnya seperti drum khas Jepang (wadaiko) hingga sakuhaci yang merupakan seruling khas Jepang.
Alat musik shamisen dan shakuhachi terdengar mendayu, sesekali menghentak, kadang terdengar seperti bercerita tentang cinta, kasih sayang dan kedamaian. Apalagi terselip lagu Bengawan Solo yang diciptakan maestro Gesang yang memang sudah terkenal sejak lama di Jepang.
Kelima belas garapan tersebut ditampilkan menyambung tanpa jeda dan dinikmati oleh khalayak ramai yang hadir pada PKB tahun 2019.
“Kehadiran Baisho-kai dalam PKB adalah bukti persahabatan Indonesia dengan Jepang yang kuat,” terang I Wayan Ardika.
I Wayan Ardika adalah delegasi dari konsulat Jepang yang menjadi penyambung komunikasi dengan Matsumoto. Ardika-lah yang mengkoordinasikan acara dengan panitia PKB tahun 2019 sejak Matsumoto melakukan permohonan untuk tampil di PKB 2019.
Jepang memang selalu memberi warna dalam PKB dan itu disambut ramah juga oleh penonton Bali. Di telinga penonton Bali, musik Jepang tampaknya tak begitu sulit masuk dan melesak hingga ke gendang paling dalam. Apalagi musik Jepang yang biasa tampil di PKB amatlah mirip dengan musik Bali yang didominasi permainan perkusi, musik tiup semacam suling atau gesek seperti rebab.
Pada PKB tahun 2018 tampil juga Musik Kabuki ‘Nagauta’ dan Musik Tradisional Jepang, Japanese Kabuki Music, Tokyo, Jepang. Di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Minggu 24 Juni 2018.
Selain itu juga tampil Musik Perkusi (Wadaiko Drum) :Wadaiko Dream Team Jepang di Kalangan Ayodya, Taman Budaya – Senin 2 Juli 2018. [T]