MELUKIS PETANG DI SEBUAH SAJAK
dan kata-kata
meredam nyeri kita
sebelas musim yang runtuh
pasca bahasa
hanya angin, memulai narasi
langit adalah kegaiban waktu
yang kita tunggu
keheningan terpecah
ke dalam sungai diriku
tuhan berganti rupa
masih ada masa lalu
menggambar wajahnya
dengan senyum petang
sepotong sajak yang mengecup tangan duka
surabaya, mei 2019
MENGINGAT NABI
di dalam sabda
aku isyarat
yang perlahan
menggoreskan cahaya
tubuhku riuh
mendedah ingatan, hari-hari silap
cakrawala mengabu
dalam deret waktu yang bisu
masih ada pulang
katamu, sebab petunjuk
bukanlah yang merujuk
kepada nama-nama
juga kaum
diperbudak tabiat moyang
maka jalan panjang yang dibentang
adalah sunyi, semata sunyi
sesudah bunyi
hengkang ke dalam puisi
surabaya, mei 2019
JALAN SETAPAK MENUJU IBU
serupa apakah ingatan
menoreh kebahagiaan
atas masa lalu
yang dingin mengendap
menujumu, setapak jalan yang lindap
aku bukan kata yang terpendam dalam nyerimu
semata yang lebih haru
dari air mata
terdedah ratusan musim yang meranggas
bagai daun-daun, hilang hijaunya
surabaya, mei 2019
SAJAK KEPADA CINTA
kekasih sembunyi ke peluk puisi
matanya ialah kata yang jernih
mengalirkan mata air makna
peribahasa yang jauh dari dukana
mataku, barangkali, terlalu pedih
menafsir jejakmu
puisi ini cukup
menghangatkan sedihmu
atau yang tak terkatakan
dari cinta
kelak padam
dituai waktu
sunyi yang merajam kita
ke dalam abu
surabaya, mei 2019
MATA KATA
kita adalah mata kata
yang menulis bayang-bayang
di linimasa kesunyian
petang yang terburu
mengeja nadi magrib
burung-burung melengking
terlepas sukma, sukma yang biru
mengecup aroma cahaya
sembahyang makna, tuntas menulis narasi
merayakan jejak datang
jejak yang tak sempat diangsur malam, langit gaib
ketika tuhan pun melangkah
membaur firman yang muram
surabaya, mei 2019