Singa, Singaraja, Kota Pusaka, Bali Dwipa
Singa, Singaraja, gunung dan laut menjagamu
Buleleng Dogen, nyegara gunung, Bumi Panji Sakti
___
Lirik lagu Singa Buldog (Buleleng Dogen) hampir selalu dinyanyikan seniman Anak Agung Ngurah Brawida dalam setiap acara sastra atau acara kesenian, baik digelar di Puri Agung Singaraja maupun yang digelar di Puri Manggala di Lovina. Lagu yang digubah sekitar tahun 2013 memang seperti lagu wajib untuk menyatakan kecintaan sang seniman kepada Kota Singaraja dan Raja Panji Sakti sebagai pendiri kota itu.
Lagu itu memang diciptakan untuk menyambut HUT ke-409 Kota Singaraja, 30 Maret tahun 2013. Tentu diciptakan dengan serius sebagai bentuk dedikasinya yang tiada tara terhadap kota kelahirannya. Pada perayaan HUT Kota Singaraja di tahun-tahun berikutnya, lagu itu selalu dinyanyikan dalam setiap perayaan yang digelar di Puri atau di Lovina.
Bahkan lagu itu sudah direkam dan diunggah lewat akun Youtube pribadinya. Pada caption video itu tertulis:
A song dedicated to I GUSTI ANGLURAH PANDJI SAKTI, The founding Father of The Kingdom of Buleleng, North Bali and SINGARAJA, the capital city, and also to all people of Singaraja, Buleleng, Bali in celebrating the anniversary of Singaraja on 30 March 2013.
Dibanding lagu lain yang diciptakannya, lagu Singa Buldog ini selalu dinyanyikan dengan cara lebih bersemangat dan penuh perasaan.
Dalam acara bersama, sebelum lagu itu dinyanyikan, Agung Brawida biasanya menyebarkan kertas berisi lirik Singa Buldog. Lalu pada saat ia bernyanyi, yang lain diminta ikut menyanyikan bersama-sama. Karena lirik dan aransemennya cukup sederhana, peserta acara akan langsung bisa ikut menyanyikannya, bahkan kadang lebih semangat dari Agung Brawida sendiri.
Kini menjelang HUT ke-415 Kota Singaraja, Agung Brawida meninggalkan kotanya untuk selamanya. Ia meninggal dalam usia 61 tahun, Sabtu sore, 9 Maret 2019, di RS Kerta Usadha Singaraja akibat sakit yang dideritanya. Ia meninggalkan seorang istri, IGAN Ari Wilasti Swara, dan tiga anak, yakni A.A.Ngurah Teguh Kosala Negara, A.A.Ayu Sugiharti Pratiwi, dan A.A.Ngurah Tegar Panji Wijaya.
Selain itu tentu ia meninggalkan lagu-lagu gubahannya yang puitis dan penuh semangat, seperti lagu Singa Buldog. Ia tak bisa lagi menyanyikan lagu Singa Buldog, lagu tentang kebanggaannya pada Kota Singaraja, pada perayaan ulang tahun kota akhir Maret ini. Namun lagu itu tetap akan didengar, disukai, dan diingat sebagai bentuk kecintaan terhadap Raja Anglurah Panji Sakti dan Kota Singaraja yang didirikan Sang Raja.
Agung Brawida yang lahir di Singaraja, 16 Januari 1958, memang sangat bangga pada Kota Singaraja. Dalam lirik lagunya ia menyebut Singaraja sebagai kota pusaka. Suatu kali dalam sebuah acara kebudayaan, ia menyebut Singaraja berbeda dengan kota-kota lain di Bali. Tidak semua kota bisa disebut kota pusaka. Karena kota pusaka adalah kota yang memiliki peninggalan kekayaan yang bisa disebut sebagai pusaka seperti sejarah dengan bangunan-bangunan unik, antara lain bangunan Puri dan bangunan-bangunan bersejerah lain yang ditinggalkan sejak zaman kerajaan hingga zaman kolonial.
Selain rasa cinta dan bangganya pada Kota Singaraja dan Sang Pendiri Anglurah Panji Sakti, Agung Brawida juga bangga dan menunjukkan rasa cintanya kepada sastrawan Pujangga Baru, Anak Agung Pandji Tisna, kakeknya. Rasa cintanya ia wujudkan dengan menggelar berbagai kegiatan sastra, baik untuk menghidupkan iklim kesustraan di Bali Utara maupun secara khusus untuk mengenang Pandji Tisna sebagai sastrawan besar yang lahir di Singaraja.
Sekitar tahun 1990-an ia aktif menggelar acara apresiasi sastra dengan mengundang berbagai sastrawan di Bali, seperti Umbu Landu Paranggi, Warih Wisatsana dan Tan Lioe Ie. Ia bersama teman-temannya juga aktif bermain teater dalam kelompok Teater Manggala.
Yang sangat menggugah, beberapa tahun lalu ia membangun The Little Museum Anak Agung Pandji Tisna sebagai bentuk kebanggaannya terhadap kakeknya, Sang Pujangga itu. Museum dibangun di areal Puri Manggala Hotel, tepat berada di jantung sejarah Lovina. Museum itu memang sepantasnya dibangun di Lovina karena Lovina sendiri adalah obyek wisata yang juga digagas oleh Panjdi Tisna pada tahun 1953.
Di Little Museum Anak Agung Pandji Tisna ini disimpan sejumlah buku-buku karya Pandji Tisna seperti Sukreni gadis Bali, Ni Rawit, dan I Swasta Setahun di Bedahulu. Di situ juga disimpan sebuah mesin ketik tua yang dulu digunakan Pandji Tisna menuliskan karya-karya besarnya yang dikenal sebagai bagian dari sejarah sastra Indonesia..
Untuk mengembalikan marwah Lovina sebagai pariwisata alam yang natural dengan nuansa sastrawi sebagaimana digagas Pandji Tisna, Agung Brawida beberapa kali menjadi inisiator seminar untuk menggali kembali pemikiran Pandji Tisna yang bisa dirumuskan kembali sebagai konsep pengembangan pariwisata Lovina ke depan.
Di luar itu, Agung Brawida tentu masih punya berbagai mimpi dan cita-cita besar untuk diwujudkan secara perlahan, sebagai bentuk kecintaannya kepada Kota Singaraja, kepada Raja Buleleng Anglurah Pandji Sakti, dan kepada pujangga Pandji Tisna, namun ia terburu pergi. Selamat jalan, Pak Agung… [T/Ole/Gek Ning Rahatri]