Pemeriksaan BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar 10,56 Triliun akibat dari ketidakpatuhan terhadap aturan pengelolaan keuangan negara. Potensi kerugian negara terjadi pada BUMN sebesar 3,24 Triliun, Pemda, BUMD dan BLUD sebesar 1,71 Triliun dan Pemerintah Pusat sebesar 77 Miliar, sebagaimana dilansir Bali Post, 3 April 2018.
Hal ini berimbas kepada opini BPK dimana dari 542 Pemda yang telah menyampaikan LKPD tahun 2016, sebanyak 378 LKPD (70%) mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kemudian 141 LKPD mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 23 LKPD (4%) mendapat opini Tidak Wajar (TW) atau Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Menurut tingkat pemerintahan, opini WTP dicapai oleh 31 dari 34 pemerintah provinsi (91%), kemudian 275 dari 415 pemerintah kabupaten (66%), dan 72 dari 93 pemerintah kota (77%).
Laporan Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II BPK tahun 2017 ini memang menunjukan kinerja keuangan daerah yang baik bahkan melampaui target kinerja keuangan daerah dibidang penguatan tata kelola pemda yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019, yakni masing-masing sebesar 85%, 60%, dan 65% pada 2019. Namun dalam laporan menunjukan masih ada 3 pemerintah provinsi (9%), 140 pemerintah kabupaten (34%) dan 21 (23%) pemerintah kota yang belum mendapatkan opini WTP dari BPK. Memang ini bukan masalah besar, namun perlu ada upaya perbaikan agar semua pemda mendapatkan opini WTP, tanpa terkecuali.
Dilingkungan pemerintah baik pusat maupun daerah telah dibentuk Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. Berdasarkan peraturan tersebut dalam rangka memperkuat dan menunjang efektifitas pengendalian intern maka pengawasan intern pemerintah dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota.
Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota yang dalam hal ini disebut Inspektorat Daerah memiliki fungsi dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga menjadikan Inspektorat Daerah sebagai pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Fakta menunjukan bahwa kinerja Inspektorat Daerah selaku APIP belum optimal bahkan dianggap lemah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, salah satunya adalah fungsi pembinaan terhadap Perangkat Daerah. Standar Operasional Prosedur (SOP) pembinaan maupun pemeriksaan Inspektorat Daerah umumnya dilaksanakan dengan kegiatan yang meliputi monitoring, audit, evaluasi dan konsultasi perangkat daerah yang menjadi objek pemeriksaan (obrik) maupun objek pembinaan. Kegiatan konsultasi inilah yang terkadang tidak maksimal dan cenderung disepelekan.
Konsultasi perangkat daerah ke Inspektorat merupakan hal yang sangat penting dan menjadi kunci bagi pemerintah daerah untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang nantinya dapat menjadi temuan apabila dilaksanakan pemeriksaan oleh pihak internal (APIP) maupun eksternal (BPK). Konsultasi perangkat daerah seharusnya menjadi pelayanan utama Inspektorat Daerah karena Inspektorat Daerah selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berperan sebagai Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu kegiatan dapat berjalan secara effisien, effektif dan sesuai dengan peraturan untuk mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan tugas pembinaan adalah melakukan tindakan yaitu mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh perangkat daerah serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah terjadi untuk dijadikan pelajaran agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang di masa yang akan datang.
Setiap Inspektorat Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota rata-rata terdiri atas 3 (tiga) sampai 4 (empat) Inspektur Pembantu Wilayah (Irbanwil) yang membidangi beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan setiap Irbanwil memiliki Liaison officer (LO) yang terdiri atas Auditor dan P2UPD yang bertanggungjawab terhadap masing-masing OPD. Setiap Irbanwil bisa membidangi lebih dari 10 OPD. Namun realita menunjukkan bahwa pelaksanaan konsultasi perangkat daerah ke Inspektorat Daerah masih belum efektif dan efesien, hal ini dapat dilihat pada kondisi dimana tidak semua kantor maupun ruangan Irbanwil mencukupi untuk menerima konsultasi langsung perangkat daerah terutama apabila perangkat daerah datang dengan jumlah banyak. Masalah selanjutnya adalah perangkat daerah tidak mengetahui kegiatan di Kantor Inspektorat Daerah, terkadang perangkat daerah hendak berkonsultasi tapi LO sedang melaksanakan rapat atau dinas luar sehingga perangkat daerah harus menunggu atau pulang dengan tangan hampa. Selanjutnya adalah konsultasi langsung menyita banyak waktu, sekali konsultasi dapat menghabiskan waktu berjam-jam sehingga banyak pekerjaan baik dari LO maupun OPD yang tersendat hanya untuk konsultasi.
Mengatasi masalah tersebut kami menggagas inovasi Klinik Kuda Ponidan inovasi ini telah berhasil diterapkanpada Irbanwil II InspektoratProvinsi Bali. Klinik Kuda Poni merupakan singkatan dari Klinik Konsultasi dan Pengawasan Online. Inovasi ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Manfaatnya adalah dapat menerima konsultasi selama 24 jam termasuk pada hari libur. Klinik Kuda Poni memanfaatkan media sosial (Line, Whatsapp dan G-mail) sebagai media perangkat daerah untuk berkonsultasi dengan Inspektorat Daerah. Karena memanfaatkan aplikasi mobile maka konsultasi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Setiap Irbanwil menangani perangkat daerah binaannya saja sehingga akan lebih efektif dan efesien.
Untuk implementasi Klinik Kuda Poni, Inspektorat Daerah cukup menyediakan hardware berupa smartphone atau komputer yang memiliki spesifikasi untuk aplikasi Line, Whatsapp dan G-mail dan satu buah kartu perdana yang akan menjadi nomor kontak untuk di add (tambahkan) oleh perangkat daerah, kemudian menunjuk 2 sampai 3 orang sebagai admin Klinik Kuda Poni pada masing-masing Irbanwil, admin tidak harus PNS dapat juga menggunakan tenaga outsourcing yang bertugas pada Irbanwil. Admin bertugas untuk membuat akun Klinik Kuda Poni pada masing-masing media sosial, satu Irbanwil memiliki 1 akun pada masing-masing media sosial. Setelah memiliki akun maka Inspektorat Daerah melalui masing-masing Irbanwil melaksanakan sosialisasi dengan menyerahkan petunjuk teknis (juknis) inovasi Klinik Kuda Poni kepada masing-masing OPD binaan.
Di dalam juknis harus tercantum ID dan Nomor telepon serta alamat E-mail akun media sosial Klinik Kuda Poni. Perangkat daerah melakukan Add(penambahan) terhadap akun media sosial, dan dapat bertanya atau berkonsultasi langsung melalui medsos tersebut. Pertanyaan konsultasi diterima admin dan sesegera mungkin disampaikan kepada LO yang menangani perangkat daerah bersangkutan secara lisan maupun melalui media sosial yang dimiliki LO. Jawaban dari LO akan menjadi kesimpulan yang apabila dirasa perlu dapat didiskusikan bersama dengan Ketua Tim atau Irban, hasil diskusi akan menjadi keputusan final atau rekomendasi yang akan disampaikan LO kepada admin dan segera diteruskan ke perangkat daerah.
Rekomendasi yang diberikan dapat berupa rekomendasi online yaitu rekomendasi yang langsung dapat menjawab pertanyaan dan memberikan solusi untuk konsultasi perangkat daerah melalui media sosial, atau rekomendasi offline yaitu rekomendasi untuk datang ke Kantor Inspektorat Daerah apabila konsultasi membutuhkan penjelasan lebih lanjut atau ada dokumen yang harus diperlihatkan kepada LO dengan waktu yang telah disepakati terlebih dahulu. Pertanyaan atau permasalahan yang dikonsultasikan perangkat daerah apabila tidak mampu ditanggapi atau dijawab oleh LO bersama Ketua Tim serta Irban, dapat dikonsultasikan dengan BPKP dan Inspektorat Jenderal.
Sampai saat ini perangkat daerah cenderung takut dan menghindari berurusan dengan Inspektorat Daerah karena paradigma yang melekat pada Inspektorat Daerah sebagai pemeriksa. Paradigma tersebut saat ini harus segera diubah, perangkat daerah harus bersinergi dengan Inspektorat Daerah. Inspektorat Daerah harus dipandang sebagai dokternya OPD yang dapat mendeteksi dini bibit penyakit yang nantinya dapat berpotensi menjadi temuan. Seperti halnya prinsip Klinik Kuda Poni yaitu sebagai upaya preventif terhadap kesalahan OPD sehingga apabila perangkat daerah ingin mencegah penyakit maka dapat berkonsultasi melalui Klinik Kuda Poni yang didalamnya adalah LO Inspektorat Daerah sebagai dokternya.
Dengan adanya Klinik Kuda Poni diharapkan pembinaan terhadap perangkat daerah dapat berjalan lebih intens, permasalahan sekecil apapun dapat dikonsultasikan terlebih dahulu sebelum diambil suatu keputusan yang mungkin nantinya dapat menjadi keputusan yang keliru dan berakibat kepada temuan pada pemeriksaan APIP atau BPK. Memberikan kesadaran bahwa seluruh komponen pada OPD termasuk Inspektorat Daerah merupakan satu tim yang tidak terpisahkan, sebuah tim yang bekerjasama mewujudkan tujuan dan cita-cita yang tertuang dalam visi dan misi daerah. Dengan temuan yang banyak pada pemeriksaan OPD oleh Inspektorat Daerah maka dikatakan Inspektorat Daerah berhasil itu adalah pernyataan yang salah besar, karena seharusnya apabila Inspektorat Daerah minim temuan pada pemeriksaan OPD, itulah ciri dari keberhasilan Inspektorat Daerah dalam melakukan pembinaan terhadap perangkat daerah.
Klinik Kuda Poni diharapkan dapat menjadi media belajar bagi Inspektorat maupun perangkat daerah, dari pertanyaan konsultasi yang diajukan maka akan didiskusikan bahkan diperdebatkan bagaimana solusi atau rekomendasi yang tepat dan tentu berdampak kepada penciptaan suatu lingkungan akademis yang otomatis akan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia karena setiap pertanyaan konsultasi adalah media untuk belajar sehingga implikasinya adalah Klinik Kuda Poni dapat menjadi role model inovasi sederhana yang dapat bermanfaat signifikan terhadap kegiatan unit kerja dan pengembangan sumber daya manusia.
Klinik Kuda Poni dapat dijadikan replikasi oleh Kementerian Dalam Negeri untuk diterapkan pada Pemerintah Daerah. Inovasi ini akan memberikan kontribusi pada upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan baik (good governance) melalui e-government serta menumbuhkan kepatuhan pada aturan, sehingga seluruh pemerintah daerah dapat mendulang opini WTP dari BPK dan tentu akan memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan nasional. [T]