JIKA Anda melintasi Jalan Tukad Barito 5X, Panjer, Denpasar, Bali, 22-24 Februari 2018, di sebelah utara jalan tampak terpampang satu baliho besar berlatar putih, dan satu objek tunggal tergambar jelas di tengahnya: berwarna kuning, bulat dan ikonik.
Ia menjadi metafor, sebagai pusat beredarnya planet-planet, sebagai sumber panas alam semesta yang menembus pori-pori atmosfer bumi, kemudian menjadi cahaya. Ia tidak lain adalah bunga matahari.
Di kanan bunga matahari yang ikonik terdapat tulisan “Titik Terang”. Jelas kemudian pemaknaan atas metafor bunga matahari yang mekar itu sebagai sebuah cahaya dan bentuknya yang bulat menginterpretasi sebuah titik. Awal dari sebuah garis yang kemudian menjadi sebuah jalan menuju kecerahan, harapan di masa mendatang yang benderang.
Desainer logo itu adalah Angga Dwi Astina.
“Titik Terang” adalah sebuah sub judul dari pameran nasional yang diselenggarakan di seberang jalan itu, yaitu di sisi selatan yang merupakan bangunan kampus B Sekolah Tinggi Desain (STD) Bali dan New Media College.
“Titik Terang” lahir dari rahim CUBE 2018, sebuah event pameran skala nasional yang dirancang tahunan serangkaian Dies Natalis ke-15 STD Bali dan New Media College. Di dalamnya terpajang karya-karya desain komunikasi visual, lukis, eksperimentasi, video animasi, desain interior, fotografi, arsitektur juga karya yang arahnya seni instalasi.
Cube sebagai sebuah bingkai dalam bahasa kerennya arts exhibition, baru tahun ini dirumuskan dan dirancang sebagai sebuah annualarts event dan dapat dikatakan sebagai tetasan telur. Ia baru lahir (diluncurkan) setelah 15 tahun bergumul dalam embrio pameran tahunan Dies Natalis STD Bali dan New Media College. Di kesempatan ini juga karya-karya dan peserta pameran dibuka lebih luas dari pada 15 tahun sebelumnya.
Mereka yang berpameran adalah para dosen yang aktif berkarya di lingkungan kampus STD Bali dan New Media, mahasiswa, juga partisipan dari kampus lain. Tentu tidaklah mudah merancang sebuah event dengan skala nasional dengan modal nekat dan dukungan moral juga material dari seluruh stakeholder di dalamnya.
Pameran ini resmi dibuka Kamis, 22 Februari 2018, tepat ketika matahari berada dalam posisi tajeg surya dan cahayanya seolah membakar semangat pengunjung untuk antri dan menunggu pita berwarna biru oranye digunting oleh Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, S.T., M.A.
Tulisan ini sejatinya adalah catatan-catatan kaki yang saya hadirkan serupa cermin untuk keberlangsungan event CUBE #2 tahun depan, tentunya yang diharapkan adalah penyempurnaan-penyempurnaan dari berbagai sisi agar nantinya annual arts event semacam ini mempunyai posisi tawar yang jelas dalam dunia seni rupa Bali juga Global dan dunia seni rupa lingkup akademik. Jadi tidak hanya sekedar pajang karya akan tetapi (mungkin) mengangkat sebuah isu atau wacana.
Tempat diselenggarakannya pameran ini adalah di lantai dasar gedung kampus yang notabena adalah ruang parkir. Oleh sebab itu tugas yang sangat berat adalah menyulap tempat parkir menjadi ruangan display karya. Tidaklah semudah memajang karya seperti di galeri-galeri komersial atau ruang pameran umum dengan fasilitas dinding yang tersedia. Jadi, aturannya adalah tidak ada coretan, paku dilarang menancap di dinding.
Adalah Tangkas Wirajaya, seorang alumni tamatan 2017 di kampus ini, ia orang yang berperan besar sebagai konseptor ruang juga stage manager yang ilusioner, ia menciptakan sekat-sekat ilusi dengan bahan tripleks, kayu, paku, gergaji, bor, baut dan besi. Dibantu personil lengkap sejumlah 22 orang mahasiswa-mahasiswi dan dikoordinir oleh ketua panitia Made Arini Hanindarputri, S.Sn., M,Sn. (lebih akrab disapa Miss Ririn), akhirnya lantai dasar menjadi sebuah ruang pameran dengan konsep white cube (dari sinilah kemudian kata cube menjadi nama event pameran ini.
Meskipun begitu, perihal teknis yang klasik muncul seperti tata lampu yang kedepannya harus dicarikan solusi, pertimbangan tata letak atau display karya, komposisi ruang atau alur sirkulasi, juga sirkulasi udara, katalog yang lebih maksimal. Hal-hal tersebut penting untuk dipikirkan bersama mengingat skalanya adalah nasional, jadi jika nanti ada peserta dari luar Bali lebih banyak dan berkunjung ke pameran agar lebih berkesan dari tahun ini.
Selain itu perihal diluar ruangan yang penting juga dicatat adalah teknis mengundang peserta di instansi akademik seni/desain/arsitektur agar ke depan event serupa lebih terdengar gaungnya, pemilihan karya yang dipamerkan. Jadi di dalamnya peran kurator menjadi penting untuk menentukan kualitas karya yang dipamerkan.
Ke depannya, jika lebih selektif maka yang tampil adalah karya-karya dengan kualitas bagus dari sisi visual maupun konseptual, dari proses selektif ini dalam event skala besar maka akan memicu retorika kompetisi yang kuat antar mahasiswa maupun dosen yang berdampak semangat belajar mahasiswa dan berkarya.
Dari sisi rentang waktu penyelenggaraan mungkin saja bisa diperpanjang sampai satu minggu misalnya dengan turut juga mengundang (menyurati instansi) pelajar-pelajar di sekolah-sekolah menengah maupun sekolah dasar di lingkungan sekitar atau Denpasar. Dengan hal ini diharapkan pameran akan memberikan nilai edukasi terhadap masyarakat sejak dini dan memicu ide-ide kreatif setelah mengunjungi pameran. Wah, sepertinya menjadi menarik ketika event pameran tidak hanya eksklusif menjadi konsumsi mahasiswa atau orang-orang desain juga seni akan tetapi juga menjadi lebih cair dan interaktif di masyarakat.
Saya sangat mengharapkan juga kemudian, file-file penunjang pameran seperti dokumentasi, arsip surat menyurat dalam hal kekaryaan, foto karya dan berkas konsep, sketsa-sketsa rancangan pameran (desain poster, baliho, katalog fisik), buku tamu, masuk kedalam pengarsipan, karena kedepannya hal tersebut menjadi penting dalam sebuah lembaga institusi sebagai CV juga bahan riset visual.
Selayaknya seorang anak yang baru lahir dari rahim memang memerlukan proses panjang agar bisa berjalan dengan tegak, 15 tahun adalah proses dan penantian panjang pengeraman, dari atom, menjadil sel, menjadi embriyo, kemudian menjadi janin dan terlahir. Jika serius bukankah proses tidak akan pernah mengkhianati hasil? Selalu ada jalan, menemukan cahaya menuju titik terang kedigjayaan, serupa yel-yel yang selalu didengungkan “STD Bali New Media College… Jaya!!”.
Bravo CUBE 2018!!! (T)