- Pembukaan : Jumat, 12 Januari 2018, pukul 19.00 WITA
- Workshop & Diskusi Seni Grafis : Sabtu, 13 Januari 2018, pukul 15.00 WITA
- Pameran berlangsung : 13 – 21 Januari 2018, pukul 10.00 – 18.00 WITA
Karya-karya grafis terpilih buah kreasi pegrafis asal Thailand, Puritip Suriyapatarapun, akan dipamerkan di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel, Gianyar, sedari tanggal 12 hingga 21 Januari 2018. Pameran tunggal ini dibuka secara resmi pada Jumat (12/01) pukul 19.00 WITA.
Puritip Suriyapatarapun, seniman kelahiran Bangkok, 2 Mei 1992, merupakan Pemenang II Kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis V 2015 yang diselenggarakan oleh Bentara Budaya. Eksibisinya di Bali kali ini merupakan kelanjutan dari rangkaian kompetisi grafis berskala internasional tersebut. Sebelumnya, BBB telah menghadirkan Pameran Pemenang I Kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis V 2015, Jayanta Naskar (India), pada Januari 2017.
Karya-karya Puritip yang dipamerkan kali ini sepenuhnya dikerjakan dengan mengeksplorasi teknik litografi. Litografi adalah teknik dalam seni grafis yang mempergunakan batu kapur sebagai acuan cetak. Teknik yang ditemukan oleh Alois Senefelder di Bavaria, Jerman Selatan, sekitar tahun 1796-1798 ini memanfaatkan prinsip bahwa lemak dan air tidak bisa bersatu.
Merujuk tajuk “Boundary of Freedom”, Puritip mengetengahkan 36 karya terpilihnya. Seni grafis yang dihadirkannya mengacu pada pendekatan realis yang juga secara khusus mengangkat isu kemerdekaan yang dianggapnya hanya hidup dalam cangkang dan ilusi.
“Kita suka mengatakan dan menginginkan kata bebas atau merdeka. Kedengarannya kata itu sederhana, tanpa sadar akan luasnya makna sesungguhnya dari kata tersebut. Semua orang berusaha keras merebut, berjuang keras untuk mendapatkan kemerdekaan” ungkap Puritip.
Menurutnya, kebebasan itu menyangkut kebebasan dalam berpikir. Segala hal di dunia ini memiliki sisi baik dan buruk di mana kita harus belajar memahami dan hidup bersamanya dengan bahagia.
Menurut Devi Ferdianto, pegiat seni grafis yang juga juri Kompetisi Trienal Seni Grafis, Puritip secara kreatif menyatakan pemikirannya tentang manusia sebagai makhluk sosial.
“Ia menggambarkan identitas bangsa Thailand dengan representasi wajah dan bendera negaranya ke dalam objek-objek semisal alat pintal, alat tenun, mesin jahit, alat setrika, dan benda-benda keseharian lain sebagai lambang hidup manusia yang saling terkait satu sama lain. Pada pokoknya, secara simbolis dalam karya-karyanya, Puritip mengungkap hakikat batas kebebasan dalam kehidupan manusia sebagai individu, makhluk sosial dan warga sebuah negara,” ungkap Devi Ferdianto dalam tulisannya.
Melalui karya berjudul Our Whole Life Searching, Puritip berhasil menjadi Pemenang II Kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V 2015. Karya Puritip terpilih sebagai Pemenang II oleh para juri yang terdiri dari Aminudin TH Siregar, Tisna Sanjaya, Bambang Bujono, Devy Ferdianto dan Syahrizal Pahlevi.
Puritip pernah pula meraih Grand Prize Young Thai Artis Award 2014, Award Winner 27th TOSHIBA “Brings Good Things to Life” Art Competition, Bangkok (2015), “Silpa Bhirasri” Silver Medal Award dalam Pameran Seni Kontemporer ke-33 di Bangkok, Thailand 2016, dll.
Ia telah aktif berpameran sedari tahun 2012, di antaranya yang terkini adalah pameran International Print Triennale – Cieszyn, Polandia (2017), Guanlan International Print Biennale China (2017), Ural Print Triennale International Exhibition, Russia (2017), dll.
Selain pameran, akan diselenggarakan pula workshop seni grafis, Sabtu (13/1) pukul 15.00 WITA, terkhusus tentang seni grafis di Indonesia dan Bali, termasuk upaya Trienale Grafis yang didedikasikan oleh Bentara Budaya sedini tahun 2003 dan masih berlanjut di tahun 2018 menuju perayaan ke-6.
Tampil sebagai narasumber workshop yakni Pande Darmayana dan Saupi, keduanya adalah anggota Komunitas Studio Grafis Undiksha. Sedangkan diskusi akan menghadirkan pembicara Dr. I Wayan Kun Adnyana, S.Sn., M.Sn. perupa yang juga akademisi di ISI Denpasar.
Trienal Seni Grafis Bentara Budaya
Kompetisi Trienal Seni Grafis diselenggarakan oleh Bentara Budaya sejak 2003. Kompetisi ini digagas sebagai upaya menggalakkan seni grafis konvensional di Indonesia. Bentara Budaya berharap kompetisi pameran grafis ini pada waktu mendatang dapat menjadi salah satu parameter perkembangan dan kualitas seni grafis Indonesia.
Pada penyelenggaraannya yang ke-5, Kompetisi Trienal Seni Grafis Bentara Budaya untuk pertama kalinya dibuka untuk skala internasional. Trienal Grafis V 2015 diikuti seniman grafis dari 20 negara yaitu Amerika Serikat, Argentina, Australia, Belgia, Brazil, Bulgaria, Kanada, Italia, India, Jepang, Jerman, Malaysia, Mesir, Polandia, Puerto Rico, Spanyol, Swedia, Thailand, dan Turki.
Seperti halnya karya Jayanta, karya Puritip yang dipamerkan di Bentara Budaya ini terpilih dalam kompetisi Trienal Seni Grafis Indonesia V tersebut merujuk pada tema kompetisi yaitu “Dunia dalam Karantina”. Tema tersebut berangkat dari perenungan, antara lain tentang dampak globalisasi pada kehidupan. Globalisasi seperti dicatat para juri, bisa berarti bahwa pencarian-pencarian bentuk masyarakat ideal dikhawatirkan telah berakhir.
Workshop Seni Grafis, Sabtu, 13 Januari 2018, pukul 15.00 WITA
Workshop menggrafis kali ini akan mengetengahkan teknik mencetak dengan transfer image. Sebagai narasumber adalah Pande Darmayana dan Saupi dari Komunitas Studio Grafis Undiksha.
Transfer image adalah teknik penyalinan gambar/objek tertentu ke acuan cetak. Teknik ini dapat mempermudah ataupun mempercepat proses penyalinan objek ke acuan cetak, terutama jika ingin mencetak objek objek yang membutuhkan tingkat presisi yang tinggi, misalnya jika ingin menyalin foto yang realistik ke dalam acuan cetak untuk diproses lebih jauh, misalnya jika ingin membuat acuan cetak dengan menggunakan teknik cukil ( cetak tinggi).
Workshop ini akan menampilkan tiga narasumber:
Dr. Wayan Kun Adnyana, pengajar FSRD ISI Denpasar. Selain intensif mengikuti pameran seni rupa di berbagai kota, Kun juga menulis kritik seni rupa dan kebudayaan di berbagai media massa, seperti Kompas, Media Indonesia, majalah Visual Arts, dll. Buku-bukunya antara lain: “Nalar Rupa Perupa”(Buku Arti, Denpasar, 2007), Bersama DR. M. Dwi Marianto menulis buku Gigih Wiyono; Diva Sri Migrasi, Galeri 678, Jakarta, 2007. Bersama Dr Jean Couteau, dan Agus Dermawan T menulis buku Pita Prada (Biennale Seni Lukis Bali Tradisional), Bali Bangkit, Jakarta, 2009. Turut merintis Bali Biennale 2005, sebagai committee dan juga kurator Pra-Bali Biennale-Bali 2005. Telah mengkurasi berbagai pameran seni rupa untuk: Tony Raka Art Gallery Ubud, Pure Art Space Jakarta, Ganesha Gallery Four Seasons Resort Jimbaran, Gaya Fusion Art Space Ubud, Danes Art Veranda Denpasar, Tanah Tho Art Gallery Ubud, Syang Art Space Magelang, Kendra Art Space Seminyak, Mondecor Jakarta, dan lain-lain. Penghargaan: finalis UOB Art Awards 2011, Finalis Jakarta Art Awards (2010), Nominasi Philip Morris Indonesian Art Awards (1999), Kamasra Price Seni Lukis Terbaik (1998), dll.
Saupi, lahir di Lombok, 10 Juni 1995 ini pernah terlibat dalam beberapa gelaran pameran, seperti: Pameran Bersama“Kelapa” HUT Komunitas Kucing Seru di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja (2014), Pameran Bersama “HABIT STRENGTH” di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja (2015), Pameran Bersama“ CULTURE AND NATURE” “KucingSeru”, Undiksha Singaraja (2015), Pameran Bersama “OUT LINE” di Bandung, Jawa Barat (2016), Pameran Tugas Akhir “Angkatan 2013” di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja (2016).
Pande Darmayana, lahir di Gianyar, 22 Agustus 1995. Karya-karyanya sempat dihadirkan dalam beberapa pameran, seperti: Pameran Bersama“Peliatan Festival” Perupa Peliatan, Ubud (2010), Pameran Bersama“Peliatan Festival” Perupa Peliatan, Ubud (2012), Pameran Bersama“Valentine” HMJ Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha (2014), Pameran Tugas Akhir “Angkatan 2013” Kampus Bawah Undiksha, Singaraja (2016), serta Pameran Bersama “Angkatan 2013” di Art Patio Gallery, Lovina, Buleleng (2016). (T/R)