“Silahkan ikuti vaksinisasi dengan teratur”, demikian anjuran pemerintah sekarang dalam menghadapi wabah Difteri.
Tapi bagaimana dengan di masa lampau? Apa yang disebutkan dalam lontar Usada?
Untuk orang Bali, jawaban sederhananya (untuk pencegahan dan meningkatkan daya kekebalan tubuh terhadap serangan bakteri): Perbanyak makan jukut kelor (sayur daun kelor dengan bumbu bawang putih diperbanyak, dan garam secukupnya. Ingat: TIDAK ditambahi penyedap rasa/ micin/ MSG).
Kenapa demikian?
Bakteri Difteri dan wabahnya bukan hal baru. Jika kita buka-buka buku atau lontar Usada, terkait dengan gejala wabah Difteri, kelihatannya ada disebutkan gejala-gejala yang sama:
– Ada sejenis dahak abu-abu menutupi bagian belakang tenggorokan, membuat sulit bernapas.
– Gejalanya termasuk sakit tenggorokan, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan lemas.
Pada lontar Usada Rare disebutkan berbagai gejala ketidaknormalan bernafas lanjutan pada bayi sampai berbuih dan mual-mual.
Gejala serangan bakteri itu, dalam lontar-lontar, tidak disebut penyebabnya adalah bakteri, tapi: Upas Warangan, kadang disebut Cetik atau Jampi-Jampi. Wabah disebut grubug.
Usada Rare menyebutkan:
– Obat untuk bayi menderita sakit perut kaku, di hulu hati membengkak, sarananya adalah: Buah sirih, temulawak, ginten hitam, untuk diminum. Dan sebagai obat sembur adalah: Kunir, laos, lampuyang, diiris tipis diramu dengan sinrong. Sarana obat untuk dihirup oleh si pasien adalah: Laos, cendana, sedikit air kapur, air jeruk nipis. Dan sebagai obat sembur untuk si pasien adalah: Kulit pohon tibah, daun limau, kunir warangan, ketumbah, garam yodium, disembur pada hulu hati si pasien.
– Obat untuk bayi menderita mual-mual dan mengeluarkan buih adalah: Kulit pohon bunut bulu, bawang, adas diramu untuk diminum. Dan sebagai obat semburnya adalah: Bangle, kencur, akar kelor, semua sarana itu dipanggang.
– Obat untuk bayi menderita penyakit jampi mual-mual adalah: Laos kapur, garam, santan kane, didinginkan, lalu diminum.
– Obat untuk bayi menderita mual-mual dan sesak di hulu hati, sarananya: Temulawak dicampur madu, diramu dengan sarilungid, lalu diminum.
– Obat untuk bayi mual-mual dan sesak di hulu hati, sarananya: 3 irisan laos, bawang putih, kapur sedikit, diramu untuk diminum.
– Obat untuk bayi menderita panas dan henek di hulu hati, sarananya: Daun kasine, adas, banyu tuli, diramu untuk diminum.
[CATATAN: Hati-hati mencoba meramu sendiri, dan perhatikan nama-nama pohon dan ramuan itu dalam bahasa Bali, cek dan ricek pada ahli usada sebelum mencobanya, jangan mencobanya kalau tidak pernah atau berpengalaman dalam loloh dan ramuan. Gunakan untuk pencegahan, tidak dianjurkan untuk pengobatan pada pasien yang telah terpapar parah].
Jika kita bandingkan dengan literatur kedokteran modern, “Jika dokter menduga difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa diberikan antitoksin. Antitoksin, disuntikkan ke pembuluh darah atau otot, menetralkan racun difteri yang sudah beredar di tubuh. Sebelum memberi antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi pada kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin.
Orang yang alergi pertama-tama harus tidak ‘peka’ terhadap antitoksin. Dokter melakukan ini dengan awalnya memberi dosis kecil antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.” Atau dengan “diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri dalam tubuh, membersihkan infeksi. Antibiotik mengurangi hanya beberapa hari lamanya orang yang difteri menular.” *
Tampaknya lontar Usada Rare memberikan beberapa herbal yang disinyalir sebagai ‘antitoksin-antibiotik alamiah’ seperti disebutkan di atas: Bangle, kencur, akar kelor, laos kapur, garam, santan kane, kulit pohon tibah, daun limau, kunir warangan, ketumbah, garam, buah sirih, temulawak, ginten hitam, dan seterusnya.
Petunjuk Usada Rare memang harus dipelajari dan diramu oleh yang punya pengalaman membuat boreh, suwuk, dan loloh, yang paham cara meramunya.
Adakah resep sederhananya?
Silahkan terapkan beberapa resep aman di bawah ini sesuai dengan kandungan lontar Usada Rare (yang sudah dipraktekkan juga tidak hanya di Bali)** sebagai berikut:
1). Daun kelor (moringa) + bawang putih. Bisa dijadikan ramuan, atau sup, atau bentuk sayur urab.
2). Madu + lemon/ jeruk nipis/ sitrun (diperas) + air hangat. Ini bisa langsung diminum, baik untuk anak-anak dan orang dewasa.
3). Garam +air hangat; diminum untuk pengurangi sakit tenggorokan.
Semua ini (resep sederhana di atas) disebutkan melegakan pernafasan dan membantu mencegah dan bisa efektif mengobati jika gejala awal pernafasan terganggu yang ditandai dengan perasaan sakit di tenggorokan. Resep di atas sebagai penanggulangan (pengobatannya tahap awal) sakit tenggorokan (salah satu gejala serangan bakteri Difteri) dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan bakteri.
Mengingat bakteri Difteri dan wabahnya sangat serius, jangan coba-coba jadi dukun kagetan atau ‘balian supret’, maka: Jika Anda mendapati orang sekitar dengan gejala atau telah diserangan Difteri, sudah pasti dan mengkhawatirkan Anda, silahkan langsung ke rumah sakit terdekat dan pastikan diterapi atau ditreatment dengan serius oleh pihak rumah sakit karena wabah ini jika sampai terlambat atau salah penanganan berakibat kematian.
Rekomendasi saya:
Isi lontar Usada (harus dipelajari dan cross-check dengan penelitian-penelitian herbal terkini) sebaiknya dipakai hanya untuk pencegahan atau sebagai usaha meningkatkan daya tubuh pencegahan terhadap serangan bakteri. (T)
* Sumber: https://www.mayoclinic.org/…/diagnosis-treatme…/drc-20351903
** Silahkan bandingkan dengan sumber informasi natural homeremedies atau pengobatan herbal lainnya, silahkan buka:
- http://www.natural-homeremedies.org/…/home-remedies-for-re…/
- http://www.natural-homeremedies.com/…/natural-cures-for-di…/
- https://www.organicfacts.net/…/home-remedies-for-diphtheria…
Catatan Harian, 13 Desember 2017.