.
JEMARI WAKTU
jemari waktu merangkum dalam hening senja
dan ranting ranting pohon tertunduk sunyi
terbaca syahdu dari untaian awan kelabu
menanti malam hadir bersama hangatmu
hari adalah mesin hitung
penuh dengan angka-angka
yang kita tahu
sementara kita tetap melaju
mengarung nasib
yang sudah tak lagi tertib
mengukir indah dalam hampar pasir pantai
dan sebenarnya kita sadar
bahwa itu akan segera terurai
semua terpaku pada jejak yang retak
yang sekuat tenaga kita jadikan abadi
dan tak pernah tahu apa yang sebenarnya kita cari …
Denpasar, Januari 2017
PREMATUR
gadis kecil itu tak pernah dikandung dalam impian
hanya sebuah kenyataan yang melahirkannya
tanpa sedikit pun dapat menyusui masa kanak-kanaknya
gadis kecil itu pun tumbuh secara prematur
dalam inkubasi ruang yang piatu
membuatnya menjadi perempuan dewasa di luar waktu
untuk mengadopsi dirinya sendiri
sebagai seorang ibu dari sebuah imajinasi yang hilang
gadis kecil itu pun tertinggal di sana, di sudut airmata
selalu berusaha menggapainya dengan tatapan masa lalu
penuh pertanyaan dari rongga rahim yang tak pernah selesai
: di mana ariariku sebagai tali ikatan itu ditinggalkan?
seluruh pertanyaan gadis kecil itu pun menggelembung
seperti air ketuban yang kemudian pecah
setiapkali perempuan itu berusaha membasuh dirinya
dalam sebuah doa sebelum mencapai batas amin
Denpasar September 2015
IGAUAN SELEMBAR DAUN
Aku hanyalah selembar daun
Yang tumbuh di pucuk-pucuk ranting
Aku hanyalah selembar daun
Yang tubuh di musim penghujan
Aku hanya selembar daun
Yang mulai mengering
Di antara batang-batang melapuk
Menunggu sisa waktu untuk luruh
Aku hanya selembar daun
Yang kelak dipetik oleh angin
Aku akan melayang entah ke mana
Mungkin ke luar dari musim
Di luar musim, mungkin
Aku akan merabuk perlahan
Kembali ke tanah
Di mana aku berawal dan berakhir
Denpasar Oktober 2017
MENJERANG PUISI
lelaki arang yang hangus terbakar
oleh ibu yang memanggang pagi
kepulkan seluruh impianmu
dengan kepulan asap rokok
sebelum siangmu menjadi radang
jika kau kini arang dari sisa pembakaran
kegamangan kata-kata dari sajak yang tak bijak
biarkan seluruh tanda kau baca dengan
kalimat-kalimat yang sungsang
melenggang dan bernyanyilah di antara
para pedagang dengan bahasa perniagaan
singgahilah seluruh lapak-lapak impian
sebelum kau bumbui menjadi kenyataan
hingga seluruh igauan menjadi matang
dan tuanglah seluruh puisi yang kau jerang
sekental kopi arang di tepi-tepi jalan
sebelum kau kembali terhempas di ujung malam
dan ibu menutup pintu kelam yang membuatmu
mengerang dalam kerinduan yang panjang
hanya untuk mendengar dongeng tentang terang
Denpasar 13 02 2017
LEMBAB
Baiklah. aku menutup pintu kamar
Tak akan ada lagi ketukan di sana
Langkahmu sudah lenyap tanpa jejak
Hanya ada suara angin di luar jendela
Memukul batangnya, menyelinap di daunan
Mengapa kau tersenyum melihat ke luar jendela?
Tak ada matahari petang di sana
Hanya bayangannya merimbun di bawah pohon
Merebahkan diri di antara daun-daun kering
Meranggaskan musim kering yang panjang
Jangan kau aduk siang itu di cangkir
Tak ada gula atau ada gula sama saja
Tak bisa kau hirup udara yang di luar sana
Tubuhmu telah basah oleh kemarahan
Mari kita bersulang, melupakan percakapan
Sebab, tak ada lagi yang perlu dibicarakan
Apakah kau masih merindukan hujan?
Hanya ingin meruap bau tanah yang basah?
Tak ada lagi ramalan cuaca di televisi
Di sana tak ada puisi untuk membasuh dirimu
Tanggalkan seluruh pakaianmu
Bersetubuhlah dengan seluruh keyakinan
Hingga terbakar seluruh kesangsianmu
Tanpa sebuah pertengkaran
Denpasar Oktober 2017 – 2012