25 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Adegan film Mao Shan Wang/ Gambar diambil dari facebook/Thai Short Film & Video Festival

Adegan film Mao Shan Wang/ Gambar diambil dari facebook/Thai Short Film & Video Festival

Kenangan Selembut Durian dalam Film Mao Shan Wang – Catatan dari Minikino Film Week 2017

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
February 2, 2018
in Ulasan
6
SHARES

 

SAYA penonton film pendek yang tak banyak punya pengalaman menonton. Tapi benar-benar tergetar hati saya ketika menonton film Mao Shan Wang (2016) yang diputar di Rumah Film Sang Karsa, Lovina, Singaraja, Selasa 10 Oktober 2017 malam. Film itu terasa sangat dekat dengan isi kepala saya, ya, mungkin karena bercerita soal durian.

Mao Shan Wang adalah satu dari empat film yang diputar dalam sesi S-EXPRESS SINGAPORE serangkaian Minikino Film Week ke-3. Tiga film lainnya adalah Freeze (Nelicia Low), Dinosaur Rider (Tingerine Liu), dan Anchorage Prohibited (Chiang Wei Liang). Tiga film itu memang digarap apik, tapi memainkan tema yang sangat biasa.

Freeze menyampaikan pesan tentang kesetiaan, keragu-raguan dan perselingkuhan. Dinosaur Rider bercerita tentang kekacauan kelompok band remaja lengkap dengan konflik khas anak muda dengan aksesoris alkohol dan mabuk berat. Anchorage Prohibited tentang penjualan anak.

Tapi Mao Shan Wang memainkan durian. Durian yang di sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand disebut Si Raja Buah karena ketakjuban rasa dan kemahalan harganya. Mao Shan Wang adalah jenis durian dengan varietas termahal. Dari sebuah situs saya baca, di Singapura, per kilogramnya durian itu bisa seharga USD 38 atau hampir sekitar Rp 500.000. Bayangkan saja, jika satu durian beratnya sampai 5 kilogram maka harga sebutir durian jenis itu bisa mencapai Rp 2,5 juta.

Bukan takjub rasa buah atau mahal harga durian itu yang membuat film Mao Shan Wang berputar dekat dalam kepala saya. Melainkan karena durian itu memberi renungan yang amat dalam tentang berbagai ritual kehidupan manusia, kehidupan suami istri, dan kehidupan biasa-biasa saja dalam pikuk sebuah kota besar.

Seorang pria tua menenteng tas kresek, lalu memasuki sebuah hutan kecil di pinggir jalan besar. Gambar bergerak lamban, selamban lelaki itu bergerak ke celah semak untuk tenggelam ke dalam hutan. Di tengah hutan ia menanam biji durian, lalu tiduran santai di atas gelantungan hammock di antara pohon yang hijau dan pohon yang kering menghitam. Ada kupu-kupu di tas kresek merah.

“Istri saya suka durian.” Terdengar lamat-lamat pria itu berucap. Durian itu menyampaikan kenangan lembut kepada istrinya. Kenangan yang hendak diabadikan di sepanjang hidup, jika bukan pada hidup manusia, ia abadi pada kehidupan pohon dan buah-buahan.

Kenangan-kenangan lembut itu dilukiskan dengan lembut selembut daging buah durian. Kenangan tentang istri si pria, dalam film, bergerak dalam ritual gambar yang disampaikan hanya sepanjang 9 menit. Durasi pendek itu tak membuat film itu tergesa-gesa, melainkan dengan lamban bergerak cermat dan tampak penuh perhitungan mempertunjukkan tahap demi tahap bagaimana kehidupan suami istri yang dinamis di masa lalu diingat pada masa tua yang hening dan cenderung statis.

Ada ritual memasak, makan durian bersama kura-kura, dan ritual buang sampah, yang merangsang perenungan dan mengundang banyak pemaknaan. Dan saya, sebagai penonton yang tak punya banyak pengalaman menonton film pendek, terserap.

Sejak awal film dibuka, saya terserap oleh gambar hutan yang dalam kepala saya sangat begitu akrab. Gambar pada bagian awal memperlihatkan pohon-pohon tropis yang sangat saya kenal. Pohon-pohon semacam itu, lengkap dengan celah semak tepi jalan, guguran daun menghitam di bawah pohon di atas tanah, akar tunggang, serta kerimbunan sulur-sulur, memenuhi masa kecil saya di kampung halaman di Tabanan yang masih terasa hangat di kepala.

Itu mungkin tak tepat disebut hutan. Tapi kebun liar yang berisi tanaman-tanaman liar, termasuk tanaman buah yang liar. Di sela pohon-pohon liar itu biasanya terdapat pohon durian yang besar, yang entah ditanam oleh siapa di masa lalu.

Saya masih ingat, dulu, setelah beruntung mendapat durian di kebun liar tepi sungai, setelah makan dengan lahap, saya selalu membuang biji-bijinya ke semak-semak dengan harapan biji itu tumbuh menjadi pohon durian dengan buah yang keruntuhannya ditunggu-tunggu anak-anak, mungkin salah satunya anak saya.

Jadi, yang ingin saya katakan dari tulisan sok pengamat ini: setelah menonton film Mao Shan Wang saya ingat biji-biji durian yang saya buang di semak-semak dulu. Apakah ia sudah tumbuh atau sudah berbuah. Semak itu sudah lama saya tinggalkan dan mungkin sudah tak ada lagi.

Jadi, saya berterima kasih pada director, Khym Fong, yang sudah membuat film tentang durian yang “bisa bicara” tentang kenangan-kenangan. Sempat saya googling nama Khym Fong, dan makin takjublah saya, karena ternyata ia seseorang ia masih berusia 18 tahun, lulusan School of The Arts di Singapura. Dan Mao Shan Wang adalah film pendek pertamanya yang dikerjakan dengan bantuan teman-teman sekolahnya.

Anak muda pembuat film di Bali, apakah tak berniat bikin film tentang durian bestala? (T)

Tags: balifilmfilm pendekSingapura
Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Stiker dinding
Esai

Cerita Tentang Bintang: Memahami Pedagogi sebagai Konsep Kritis, Berpihak, dan Kontekstual

Sebagai seorang pendidik, apakah kita memahami pedagogi sebagai konsep yang netral, obyektif, dan universal? Selain itu, apakah kita memahami pedagogi ...

April 8, 2019
Google
Esai

Sumbangan Bung Karno dalam Kesenian Bali – Salah satunya Nama Tari Terunajaya

TAHUN 2017, Soekarno atau Bung Karno, presiden pertama dan Proklamator RI, ikut meramaikan Pesta Kesenian Bali ke-39 di Taman Budaya ...

June 8, 2020
Konser Indonesia Menyanyikan Puisi oleh Kelompok Badai di Atas Kepalanya di Kampus FBS Undiksha/ Foto-foto: FB/Yoga Permana
Ulasan

Konser “Musik Salah” dari Badai Di Atas Kepalanya

NAMANYA Nanoq da Kansas. Saya biasa menyapanya Bli Noq. Meskipun kami sama-sama tinggal di sebuah desa kecil bernama Candikusuma, kami ...

February 2, 2018
foto diolah dari google
Opini

Apakah Menghina Presiden Adalah Kejahatan?

  SEMAKIN banyak warga yang ditangkap dan diproses hukum dengan tuduhan penghinaan terhadap presiden. Suara mendukung tindakan pemerintah dan yang ...

February 2, 2018
Sugi Lanus
Esai

Sang Jiwa & Suara Aksara –Penjelasan Singkat Upakara Ngeringkes dan Ragam Kajang

– Catatan Harian Sugi Lanus, 17 Mei 2019. . Alkisah, Sang Jiwa diperintahkan Sang Hyang Titah pencipta dan pengatur semesta ...

May 17, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Umberto Eco
Esai

Baca Lontar Bersama Umberto Eco

by Sugi Lanus
February 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1411) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In