“Lontar itu lebih penting dari ijazah sarjana. Ijazah saya boleh terbakar, karena bisa dikeluarkan kembali. Tapi lontar tidak bisa. Lontar itu berisi berbagai rekaman dan jejak pemikiran dan peradaban orang Bali,” kata Sugi Lanus, pendiri Hanacaraka Society kepada BBC Indonesia. (Baca: http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41397942)
Ketika status Gunung Agung ditingkatkan ke level Awas, warga yang masuk zona bahaya dari kemungkinan erupsi Gunung Agung berbondong mengungsi ke tempat aman. Tentu saja jiwa manusia harus diselamatkan. Maka sukarelawan pun bergerak membantu agar tak satu pun jiwa jadi korban jika gunung tertinggi di Bali itu meletus.
Banyak kemudian berpikir untuk menyelamatkan hal-hal lain di luar jiwa manusia. Bermunculan kemudian kelompok sukarelawan untuk menyelamatkan ternak warga dan hewan peliharaan lain seperti sapi, ayam, babi, anjing dan kucing. Di tengah gerakan sukarela yang luar biasa itu, Sugi Lanus, ahli lontar yang juga pendiri Hanacara Society, mengeluarkan himbauan lewat facebook.
Isinya antara lain meminta saudara-saudara krama di Karangasem agar jangan lupa membawa dan menyelamatkan lontar-lontar serta prasasti-prasasti Pura jika situasi sudah harus mengungsi.
Sebaiknya prajuru adat, bendesa dan pemangku, pengurus dadia/sanggah/mraja serta dibantu pecalang masing-masing desa pakraman mengamankan dan evakuasi serta merawat/menjaga/mengawasi pusaka-pusaka yang dibawa/diungsikan di lokasi pengungsian.
Jika perlu tempat penyimpanan, Hanacaraka Society bersedia membantu untuk menyimpan sementara. “Kami ada tempat penyimpanan yang cukup aman di Denpasar. Jika diperlukan silahkan hubungi kami HP/WA 085 792 556 417 (Hanacaraka Society),” begitu himbauannya.
Beberapa hari kemudian, Dinas Kebudayaan Bali mengeluarkan himbauan resmi yang isinya antara lain:“Dalam menanggapi situasi kebencanaan Gunung Agung, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menghimbau kepada semua warga, Kelian Banjar, para Pemangku dan para Bendesa Adat Pakraman yang masuk daerah rawan bencana untuk tidak lupa mengevakuasi atau menyelamatkan naskah-naskah penting, Lontar-Lontar, Prasasti-Prasasti dan Pratima-Pratima serta Pusaka-Pusaka lainnya yang sangat penting keberadaannya bagi keberlangsungan kebudayaan Bali.
Dalam surat yang ditandatangi Kepala Dinas Kebudayaan Bali Drs. Dewa Putu Beratha, MSi. Juga disebutkan bahwa Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersedia membantu, berkoordinasi dan jika diperlukan siap penyimpanan sementara pusaka-pusaka tersebut.
Kenapa lontar dan prasasti mesti diselamatkan?
Tentu saja karena, seperti kata Sugi Lanus, lontar berisi berbagai rekaman dan jejak pemikiran dan peradaban orang Bali yang ditulis tangan di atas daun lontar. Jika itu lenyap maka jejak pemikiran itu pun akan lenyap.
Pemikiran orang Bali yang ditulis dalam lontar itu tidak melulu soal agama, tetapi juga masalah keseharian, nilai politik, pengobatan alternatif, kearifan untuk menjaga hutan, hingga regulasi lokal yang pernah dipraktikkan di wilayah Nusantara sekian abad silam.
“Konten dari naskah-naskah itu adalah budi pekerti yang diendapkan dalam cerita rakyat, di dalam naskah-naskah teater, dalam pemikiran spiritual. Sekarang orang menyebut local wisdom, sebenarnya dulu universal sekali nilai-nilainya,” kata Sugi Lanus.
Menurut Sugi, ada sekitar 8,000 lontar yang disimpan oleh sebagian warga Kabupaten Karangasem, dan sekitar 3.000 naskah lontar diperkirakan disimpan oleh orang-orang yang tinggal di kawasan yang masuk kategori terdampak. Jumlah lontar yang banyak itu berasal dari tradisi penulisan dan peredaran lontar kuno yang masih dilakukan oleh warga di sejumlah desa di Karangasem. (T)