TIDAK bisa ditampik Bali menjadi salah satu daerah yang sangat diperhitungkan dalam dunia kartun di Indonesia, bahkan dunia. Lahirnya majalah Bog Bog yang dibidani kartunis Kadek Jango Pramartha bersama kawan-kawannya membuktikan hal itu. Jauh sebelum Bog Bog lahir, Bali kerap juga disibukkan dengan berbagai pameran kartun, sama sibuknya geliat pameran lukisan. Satu tajuk pameran yang kerap diingat kalangan penikmat seni adalah “Bali Sing Kenken”.
Seiiring dengan itu, kartunis muda terus tumbuh, kartunis muda terus berkarya. Mereka juga menciptakan sosok ikonik seperti GM Sudarta menciptakan “Oom Pasikom” atau Dwi Kundoro menciptakan “Panji Koming”. Jango Pramartha misalnya menciptakan “Si Gug”, Gus Martin menerbitkan “Sangut Delem”, Cece Riberu menciptakan Bang Nus, Gun Gun merancang “Brewok”, Surya Dharma menciptakan “Mr. Bali”, dan Wayan Sadha menciptakan “Si Sompret”
Nah, serangkaian Pameran Kartun GM Sudarta “50 Tahun Kesaksikan Oom Pasikom”, Jango Pramartha akan berbicara dalam acara workshop dan dialog “Sosok Ikonik Dunia Kartun Indonesia.” Di Bentara Budaya Bali, Jalan Ida Bagus Mantra, Rabu 6 September 2017, pukul 18.00 WITA.
Jango Pramartha yang Ketua Indonesian Cartoonist Association 2005-2010 itu akan membincangkan sejarah panjang dunia kartun Indonesia, terutama sosok ikonik kartun Indonesia yang sohor dan diterbitkan di media massa. Seperti Oom Pasikom, Wayang Mbeling (Gunawan Pranyoto), Panji Koming, dan Si Keong (Pramono R. Pramoedjo). Termasuk pula sosok ikonik buah karya kartunis Bali, semisal: Si Gug, Sangut Delem, Bang Nus, Brewok, Mr. Bali, dan Si Sompret.
Tokoh-tokoh rekaan yang menjadi ikonik dunia kartun itu, terbukti bukan hanya menunjukkan capaian seni rupa penciptanya melainkan juga mencerminkan kecerdasan, sikap kritis, serta idealisme para kartunis tersebut. Bagaimanakah sosok-sosok ikonik tersebut dilahirkan, apakah menggambarkan semangat media massa tempat tokoh ikonik itu dipublikasikan? Bagaimanakah ide atau gagasan yang mengandung kritik sosial diolah menjadi serangkaian gambar serta ungkapan terpilih tertentu yang menyentak kesadaran publik?
Jango Pramartha, pendiri majalah kartun Bog Bog, akan berbagi pengalaman dan pemahaman seputar sosok-sosok ikonik dunia kartun Indonesia, berikut proses cipta dan latar sosial kultural kelahirannya, tak ketinggalan proses kreatif para kreatornya. Didialogkan pula tantangan dan peluang dunia kartun Indonesia kini serta mendatang di tengah serbuan komik-komik asing dari Jepang, Perancis, dan lain-lain.
Bagi Bali sendiri, sedini tahun 1920-an sudah bersentuhan dengan kartunis dunia, yakni melalui Miguel Covarrubias (Mexico) yang sempat berkelana dan bermukim di pulau ini serta menghasilkan sebuah buku sohor Island of Bali.
Jango Pramartha lahir pada 21 Desember 1965. Ia menyelesaikan S1 di PSSRD Universitas Udayana, kemudian melanjutkan studi di University of Western Australia (UWA). Selain sebagai kartunis, ia kini juga aktif di dunia fine art. Ia sempat menjadi menjadi kontributor harian Bali Post dan The Jakarta Post serta menjabat sebagai Ketua Indonesian Cartoonist Association atau yang kini disebut PAKARTI (2005-2010).
Kini, ia aktif sebagai pengajar di Institut Seni Indonesia Denpasar. Kartun karya Jango pernah menjadi kajian studi di Murdoch University dan London Metropolitan University. Ia juga diundang Murdoch University sebagai pembicara sekaligus berpameran dalam rangka Pameran Asia Research Centre pada 1994. Pameran bertema Bali Sing Ken-Ken itu kemudian dilakukan di Sydney, Melbourne, Selandia Baru, Amsterdam, dan Paris.
Secara rutin, Murdoch University dan London Metropolitan University juga berlangganan Bog-Bog, majalah kartun karya Jango dan teman-temannya di Bali. Pada 2003, majalah itu meraih penghargaan MURI sebagai majalah kartun pertama di Indonesia yang berbahasa Inggris dan berlatar belakang budaya Bali. Hingga kini, Bog Bog telah beberapa kali menjadi official magazine festival seni dan konferensi internasional yang diselenggarakan di Bali. (T/R)