SIAPA bilang pertunjukan drama hanya soal romantisme dan balada cinta kawula muda saja? Seni drama dapat menjadi salah satu sarana edukasi bagi masyarakat, baik memberikan petuah dan nilai-nilai kehidupan maupun refleksi diri seperti mengobarkan semangat nasionalisme akan bangsa Indonesia tercinta.
Semangat itu jelas tergambar pada penampilan Drama Dokumenter yang diproduksi oleh Sanggar Seni Citta Usadhi, Kabupaten Badung, serangkaian acara Bali Mandara Mahalango IV – 2017, di Stage Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar pada Selasa malam, 15 Agustus. Pertunjukan ini digarap bersama Ron Jenkins dari Department Wesleyan University, Connecticut, USA.
Pertunjukan bertajuk “Islands, The Lost History of the Treaty that Change the World” mengangkat mengenai cerita sejarah yang ‘hilang’ dari Perjanjian Breda 1667 (The 1667 Treaty of Breda) dimana Belanda menyerahkan kontrol dari Pulau Manhattan kepada Inggris menukarkannya dengan sebuah pulau kecil penghasil rempah, yakni pulau Rhun di Kepulauan Banda, yang sekarang menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kolonialisme Belanda yang amat menyakitkan bagi penduduk pulau Rhun pasca-Perjanjian Breda mempelopori keinginan untuk melepaskan diri kekuasaan Belanda. Drama ini mengisahkan tentang pergolakan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia dalam usaha melepaskan diri dari cengkaraman kekuasaan kolonialisme Belanda. Pada bagian akhir drama ini, Indonesia memperoleh kemerdekaannya dan Perjanjian dikalahkan oleh kata-katanya sendiri yakni “Justice Shall Be Demanded” (Keadilan akan dituntut –red).
I Nyoman Catra, selaku Sutradara pementasan drama dokumenter ini menuturkan, bahwa dirinya memang sudah sering melakukan kerjasama dengan Ron Jenkins. Bahkan, “Bulan April kemarin, pementasan ini sudah pernah ditampilan di Amerika Serikat dengan pengantar bahasa Inggris,” jelasnya. Sekitar 33 orang pemain dan pemusik mendukung pertunjukan ini. Tidak hanya berasal dari Bali, beberapa pemain dari Amerika Serikat juga ikut ambil bagian dalam pertunjukan ini.
Pertunjukan drama dokumenter “Islands, The Lost History of the Treaty that Change the World” ini juga mendapat apresiasi dari pengamat sekaligus kurator Bali Mandara Mahalango IV – 2017, Komang Astika. “Pertunjukan ini memasukan beberapa ciri khas dari kesenian Bali ini merupakan sebuah kolaborasi dengan penataannya cukup apik. Tidak ada kecanggungan di dalam menggabungkan menjadi satu-kesatuan,” ujarnya. Walaupun dari segi bentuk, masih kental dengan gaya teater barat, tetapi masuknya unsur-unsur kesenian Bali menambah ‘warna’ untuk pertunjukan ini. “Saya dapat merasakan alurnya dari awal sampai akhir. Penampilan ini menyita konsentrasi kita, bagus dan saya terkesan,” aku Astika.
Namun, Astika menyayangkan minimnya penonton yang datang menyaksikan penampilan ini. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat menjadi salah satu faktornya. Bagi Astika, “Penampilan ini dapat jadi pelajaran bagi kita, manfaatnya membangkitkan nasionalisme dan mengungkap sejarah juga. Tidak banyak orang Indonesia yang tahu soal Perjanjian Breda dan hal-hal dibaliknya.” Astika berharap agar penampilan ini dapat ditampilkan dalam skala nasional di masa mendatang. (T/R)