ENTAH siapa yang memulai sebuah pemikiran aneh-bin-ajaib-tapi-dianggap-mainstream ini. Sebuah pandangan risih sering diarahkan kepada ibu-ibu yang memilih ataupun terpaksa melahirkan secara pembedahan Sectio Caesaria/SC atau yang sering kita dengar dengan Sesar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan secana normal.
Memang melahirkan normal per vaginam (lewat vagina) adalah sebuah keniscayaan bagi ibu dan janin yang sehat secara fisik. Masa pemulihannya pun lebih cepat daripada lahir secara sesar. Tapi sesar menjadi tidak terelakkan jika terdapat kondisi yang kurang optimal baik fisik maupun psikis ibu dan bayi.
Entah karena kurang pengetahuan, atau memang efek samping kebanyakan mebalih sinetron yang dominan antagonisnya, sering kita dengar kata-kata pedas terlontar dari orang-orang. Kata dan komentar yang pedasnya mengalahkan balsem otot pegal linu yang diiklankan untuk binaragawan.
Terlebih, itu didengar oleh ibu muda yang baru saja melewati detik-detik yang dinantinya dengan penuh kesabaran. Rasanya mungkin seperti balsem itu dioleskan pada luka sesarnya yang masih basah. Pedas, panas dan perih sedemikian rupa! Perlu digaris bawahi, tingkat sensitif perasaan ibu yang baru saja melahirkan berbeda karena pengaruh hormon yang belum seimbang.
‘’Belum jadi ibu yang sebenarnya bila tidak lahir normal”
“Ngujang gaya gati misi meoprasi”
Kalau dikatakan belum jadi ibu yang sebenarnya, terus bayi merah lucu itu lahir dari siapa? Bapaknya? Dadongnya? Ataukah Dokter Spesialis Kandungan dengan pisau bedahnya yang lebih pantas disebut sebagai ibunya?
Sungguh kasihan mengandung selama 9 bulan dianggap perjuangan yang sia-sia hanya karena si bayi tak keluar lewat jalan lahir biasa. Sungguh tidak ber-perikewanitaaan ketika menganggap ibu ingin sesar agar gampang saja, agar tidak sakit atau karena manja utawi gaya.
Wahai orang-orang yang dengan mudahnya bicara tanpa tenggang rasa, kita tak seharusnya memberikan penghakiman sedemikian rupa. Ada banyak sekali faktor penyulit, ada banyak perundingan, ada banyak tanda tangan dan persetujuan tindakan termasuk penjelasan-penjelasan risiko yang mungkin muncul ketika ibu akan menjalani pembedahan.
Ada banyak kecemasan, ada banyak ketakutan, ada banyak doa-doa dipanjatkan agar bisa keluar sehat selamat ibu dan bayi setelah beku dalam dinginnya ruang operasi selama berjam-jam. Dalam hati ibu pasti cemas, dikelilingi tim medis dan alat, bukannya orang-orang terdekat.
Normal atau sesar memiliki rasa sakit fisiknya sendiri-sendiri. Tapi normal atau sesar memberikan bahagia yang sama terutama ketika petugas berkata, “’bayi sehat dan lengkap semuanya”.
Melahirkan itu semacam takdir. Seberapapun sang ibu persiapan dan memilih cara yang diinginkannya, pada akhirnya cara itu dipilihkan oleh Tuhan jua. Sesar ataupun normal takkan pernah menjadi bahasan penting saat si bayi tumbuh dewasa, karena teknik melahirkan tak mengurangi rasa ke-ibu-annya.
Walau luka di badan ibu letaknya berbeda-beda, walau sakitnya terasa tak sama, Ibu yang melahirkan sesar akan sama kadar cintanya pada anak yang dilahirkannya secara normal. Luas dan tak terbatas.
Salam hormat saya untuk semua ibu yang ada di dunia. Kalian wanita-wanita perkasa yang harus lebih perkasa lagi saat menghadapi komentar dan nyinyiran yang beredar. Tebelang kupinge yen ade ne ngorahang gaya, apalagi di rimba dunia maya yang kejamnya tiada tara. (T)