I dan Ni oleh banyak orang dianggap title “wong jaba” padahal ini adalah honorific yang generic. I dan Ni adalah honorific. I semacam Mr dan Ni semacam Ms.
I dan Ni bukan hanya dicantumkan di depan Gede atau Putu, juga di depan Dewa dan Gusti, menjadi I Dewa dan I Gusti. I di depan Da menjadi I-Da (Ida). Ni dicantumkan di depan gelar lama seperti Ni Dyah Tantri. Ni-hyang menjadi Niyang.
Dalam Melayu Kuno dan Bali Kuno ada gelar Da, seperti dalam gelar Raja Sriwijaya Da-punta, gelar sungsungan di Trunyan Da-Tonta. Pejabat desa adat Bungaya dan desa-desa yang termasuk Bali Aga juga bergelar Da (Da Salah, Da Kebayan, Da Manten).
Kemungkinan I-Da (Ida) sekarang gabungan dari honorific I + Da. Lama-lama menjadi Ida. Zaman Gelgel dan Majapahit raja bergelar I-Da Dalem. Da Hyang menjadi I-Da Hyang (Ida Hyang).
Varian lain dari Da adalah Dang, ini berlaku ketika diikut oleh horific Hyang, menjadi Dang Hyang. Pejabat Kuturan yang menjabat tahun 1001 di Er Bang (Batur) namanya I Dyah Kayup.
Dyah bukan hanya gelar untuk perempuan tapi laki dan perempuan zaman dahulu. Hayam Wuruk juga gelarnya Dyah. Di depan gelar Dyah jika dipakai oleh perempuan maka ditambah Ni, jika laki ditambah I.
Jaman sekarang ingatan dan kemauan memahami sejarah tergolong rendah, honorific I dan Ni yang fungsi awalnya untuk memuliakan semua golongan dan bahkan para dewa serta leluhur di Bali terlupakan. (T)
30 Mei 2015