Setiap orang tentu saja memiliki sebuah mimpi. Entah itu memiliki rumah di tepi danau, memiliki beberapa koleksi motor Harley Davidson atau bahkan bermimpi dapat memegang payudara Mia Khalifa.
.
Bermimpi tidaklah salah, memiliki mimpi terkadang membuat kita lebih semangat untuk belajar ataupun bekerja.
Lantas bagaimana dengan mimpi semasa lajang yang pupus dan tak dapat tercapai karena sudah berkeluarga?
Sebelum itu, berikan aku waktu untuk meneguk teh buatan seorang wanita cantik dan menghisap rokok yang aku nyalakan tadi. Karena sudah mulai habis setengah dan aku belum sempat menghisapnya.
Sedikit cerita ke belakang, wanita cantik yang membuatkanku secangkir teh itu adalah istriku, namanya Kristya. Dia berasal dari Karangasem. Dia kunikahi pada saat aku masih mencari gelar sarjanaku. Pada saat itu aku berumur 20 tahun. Aku menikah bukan karena sudah mapan ataupun sudah memiliki rumah serta tempat parkir helikompter. Aku menikah karena sebuah kesalahan yang aku lakukan selama lima menit. Dia hamil.
Pada waktu itu aku bimbang, aku cemas, dan tak dapat berpikir jernih. Bahkan jika ditaburi kaporit pun tak akan mampu menjernihkannya. Aku tak pulang kampung halaman selama 5 bulan. Aku takut melihat ekspresi kekecewaan yang dialami kedua orang tuaku.
Bersebrangan dengan hal itu aku memiliki komitmen. Jika aku berbuat sesuatu yang buruk aku harus siap dengan konsekuensinya. Tapi di sisi lain, Kristya kala itu, pacarku, belum siap akan hal itu. Ia ingin menggugurkannya. Aku bingung harus berbuat apa. Aku harus cepat-cepat mengambil sebuah keputusan.
Kemudian aku teringat dengan kata dosen ku. Ia berkata, “Kedewasaan tidak dilihat dari umur tetapi dilihat saat dia mengambil sebuah tindakan atau keputusan dan dia tak menyesalinya.”
Kemudian aku meyakinkan diri dan memutuskan untuk menikah.
Semasa lajang aku memiliki sebuah impian dan menyiapkan masa depan dengan banyak rencana. Impianku memiliki rumah, memiliki kedai makanan karena kebetulan aku doyan makan, memiliki mobil, pergi keluar negeri kemudian berkencan dengan 2 bule (ini terinspirasi dari film dewasa yang aku tonton) dan menikah di umur 28 tahum.
Namun apa daya? Tuhan mempercayaiku. Dia menitipkan gadis cantik untuk kurawat dan kubesarkan. Ia lahir di bidan pada tanggal 22 Januari 2019 dengan berat 3 kg dan panjang 55cm. Aku memberi dia nama Putu Karin Maharani. Nama itu kuambil dari nama ibuku. Ni Made Karini. Besar harapku dia dapat menjadi wanita hebat dan penuh kasih sayang seperti ibuku.
Setelah itu, aku memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah yang kuperuntuhkan untuk keluarga kecilku. Tak besar. Namun cukup nyaman dengan kehadiran bidadari kecil kami. Kemudian aku mulai bekerja di rumah makan di pagi hari pukul 8-10 dan malam hari pukul 20:00-22:00.
Siang harinya aku tak ada kegiatan aku putuskan untuk membeli 1 bal besar cemilan dan kubungkus menggunaakan plastik kecil. Kemudian kutitipkan di warung-warung sekitaran Singaraja. Itu aku lakukan sembari melanjutkan pendidikanku. Terasa berat.
Namun harus kulakukan, karena itu semua merupakan kewajibanku. Kewajiban menjadi seorang ayah untuk gadis kecilnya, Kewajiban sebagai suami untuk memberi uang dapur dan kewajiban sebagai mahasiswa untuk membuat tugas. Semua kulakukan untuk putri kecilku, Karin. Aku ingin memberikan yang terbaik untuknya.
—–
BACA JUGA:
—–
Bagaimana kabar tentang mimpiku? Tentang berkencan dengan 2 bule itu? Oh, come on, aku sudah menikah dan tak ingin menghianati istriku. Satu mimpi telah hilang, hahaha. Kemudian mimpi untuk memiliki rumah, mobil dan rumah makan itu perlahan memudar dari hidupku. Karena aku tak sempat menabung. Uangku lebih baik dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk kebutuhan Karin.
Kini aku tak mempunyai mimpi. Aku hanya punya tujuan. Aku hanya ingin fokus bekerja, meraih gelar sarjanaku dan memberikan yang terbaik untuk Karin dan mungkin membantu mewujudkan mimpi besar Karin kelak. Kemudian dapat melihat Karin tumbuh besar menjadi gadis yang baik dan diterima di lingkungan masyarakat serta memiliki banyak teman.
Aku tak mengubur mimpi itu, namun ada hal yang perlu aku prioritaskan. Aku belajar dari buku karangan Mark Manson yang berjudul “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat”. Aku lebih mementingkan masa depan anakku, ketimbang harus mewujudkan mimpiku.
Pesanku adalah menikahlah saat mimpi-mimpi kalian tercapai. Jika kalian menikah di waktu muda kalian harus siap dengan kondisi apapun. Dan jangan biarkan istri dan anakmu mengalami penderitaan. Dia berada di kondisi itu karena ulahmu, nafsumu dan keegoisanmu.
Berikanlah yang terbaik untuk mereka. Karena jauh sebelum kamu mengambil istrimu dari orang tuanya, dia selalu diberikan yang terbaik oleh orang tuanya. [T]