USAI odalan di Pura atau usai rerahinan gede semisal Galungan dan Kuningan, nasib jaje dan buah surudan alias lungsuran di zaman now ini sungguh mengenaskan. Ia kadang terbuang begitu saja, sama nasibnya dengan sampah janus bekas banten, atau sama apesnya dengan plastik bekas pembungkus buah.
Lebih beruntung jika si empunya jaje surudan punya babi. Jaje (kue khas Bali) itu bisa dicampur dagdag, dedak, dan banyu, sebagai makanan babi yang cukup mewah. Kadang-kadang, yang punya kolam ikan, buah-buah surudan bisa disebar ke kolam dan ikan-ikan akan merasa kaget mendapat makanan sehat sesuai anjuran pemerintah.
Dulu, dulu sekali, pada zaman old, ketika saya kanak-kanak, mungkin sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an, jaje leburan adalah menu primadona sehabis hari raya atau seusai odalan. Ayah saya, sebelum pergi ke sawah, biasanya hanya cukup menyantap jaje leburan bersama kopi, tanpa perlu makan nasi lagi. Sore, sebelum tidur, biasanya jaje leburan kembali dibuka, lalu dicuil-cuil sambil ngobrol bersama keluarga.
Saya sendiri, sebelum sekolah pada pagi hari, jaje leburan biasa jadi sarapan. Itu dulu, ketika perut anak-anak desa kebal dengan berbagai makanan. Kini, jika kids zaman now diberi sarapan jaje leburan mungkin langsung menutup hidung. “Makanan apa ini?” ujarnya. Atau, kalau terpaksa dimakan sebagai sarapan, mungkin perutnya langsung mual. Atau langsung mengidap panas dalam.
Namun jangan salah juga. Sejumlah orang Bali kini masih banyak yang tetap setia melestarikan jaje leburan usai odalan atau setelah Hari Raya Galungan dan Kuningan. Saya sempat menelusuri sejumlah akun facebook orang Bali dan menemukan sejumlah foto jaje leburan. Saya langsung ngiler. Maklum, saya kan generasi zaman old.
Seorang teman, Ni Made Laksanawati, dari Desa Tunjuk, Tabanan, dalam akunnya sempat mengaplud foto pepes jaje leburan. Di keterangan fotonya tertulis: “Niki jaje lungsuran, lebur tyang dados jaje mepes.. .sane berminat ngiring mampir wau lebeng niki…,” Artinya: “Ini jaje surudan, saya lebur jadi kue pepes… yang berminat silakan mampir, baru matang ini,”.
Dalam akun facebook lain, June Handayani, saya temukan foto kue Bali dan buah-buahan. Lalu di laman ia tulis, “Dari karangasem, ga berasa capek ketika melihat oleh2 gine xixixi Siap2 ngae jaje leburan”.
Wayan Balx Sutama di akun facebook juga sempat menulis, “Jani hari valentine sing ade nak ngemaang bunga ajk coklat..kanggoang gen jaje leburan timpalin ngopi...”. Artinya: “Sekarang hari Valentine, tak ada yang menghadiahi bunga dan coklat, tak apalah jaje leburan dipakai teman ngopi”.
Lalu ada Kris ToniKumbayer, di lamannya menulis, “Ayo kita bikin jaje LEBURAN…. spy sama2 nyaman…”.
Ada juga Komang Bren menulis “Kopi pahit metimpal roko, jaje leburan ken dodol biu…”.
Semua ungkapan yang ditulis di media sosial itu membuktikan bahwa jaje leburan sesungguhnya tak benar-benar terkubur. Banyak lidah orang Bali yang masih merindukan cita-rasa jaje leburan yang khas, tiada duanya. Cita rasa yang tak dimiliki kue lain di seluruh dunia.
Jika jaje leburan mulai ditinggalkan mungkin karena dunia masa kini yang bergerak sedemikian cepat. Karena kesibukan yang padat akibat kebutuhan hidup yang pepat, orang tak mau lagi susah-payah mengolah jaje surudan menjadi jaje leburan, dan lebih suka membeli kue baru di minimarket. Padahal membuat jaje leburan bisa sungguh gampang dan bisa dijadikan ajang rekreasi di dapur modern.
Saya sempat menanyakan resep termudah untuk membikin jaje leburan kepada Ni Made Laksanawati setelah ia mengaplud foto di facebook. Jawabannya sungguh enteng. “Aluh sajan De… Jaja gina, jaja dendeng, sirat, biu, campur, ulet + 5 sendok kanji, cairkan gula bali secukupnya, aduk rata…bungkus daun, kukus. Setelah dikukus panggang bolak balik ..jadi dah.”
Saya terjemahkan resepnya dengan meniru narasi dalam buku resep masakan:
- Kumpulkan buah dan jaje surudan seperti jaje gina, jaje dendeng, sirat, dan pisang.
- Setelah terkumpul, semua jaje dan pisang dicampur, diulet, sampai adonan cukup halus. Tapi jangan terlalu halus.
- Ambil kanji 5 sendok makan (atau disesuaikan) lalu dicampurkan ke adonan.
- Cairkan gula bali, lalu campurkan ke adonan sampai rata.
- Adonan dibungkus daun lalu dikukus atau dipanggang bolak-balik.
- Setelah matang, jaje leburan siap dihidangkan.
- Saat menghidangkan, jaje leburan yang dikukus bisa dipotong-potong lalu dihidangkan dengan tambahan parutan kelapa. Atau langsung saja makan.
Atau ada resep lain:
Setelah adonan dibuat, adonan dibentuk bulat-memanjang (bayangkan bantal guling). Lalu adonan itu dipotong-potong tipis sehingga mirip seperti kerupuk atau seperti daging bacon, daging tipis untuk burger. Potongan tipis-tipis itu bisa dijemur agar kering lalu dipanggang, atau jika berkenan bisa digoreng menggunakan minyak kelapa.
BACA JUGA:
Di zaman now ini, mungkin jaje leburan bisa dihidangkan dengan cara lebih elegan sesuai zaman. Cara pengolahannya bisa juga menggunakan peralatan dapur modern yang canggih.
Misalnya adonan jaje leburan itu dimasukkan ke dalam loyang bundar yang biasa dipakai untuk adonan kue bolu. Atau bisa juga menggunakan peralatan cetakan masa kini yang berbentukhati (lambang cinta), berbentuk bintang, atau berbentuk bunga mawar. Lalu dimasukkan ke dalam oven.
Setelah matang bisa saja dihidangkan dengan hiasan coklat, susu, dan gula putih kental. Hiasannya bisa meniru kue tart atau kue sejenis yang banyak dipajang di toko kue. Jangan lupa ubah namanya menjadi “Leburan Cake”. (T)