MITOS terciptanya Hari Valentine konon mulai dari kisah menyedihkan sekaligus mengharukan. Kalian tahulah apa bagaimana kisah itu. Radio, TV, majalah remaja, sudah membahas abis pada setiap perayaan Valentine.
Kisah haru itu kemudian diadaptasi oleh zaman menjadi Hari Kasih Sayang se-Dunia. Gila, jadi peringatan se-Dunia, Men! Gila ya, berita longsor Kintamani yang menelan korban jiwa dan meninggalkan duka mendalam saja paling mungkin hanya popular satu sampai dua minggu, padahal itu fakta.
Yang namanya mitos, kebenaran masih berupa “katanya” bisa ngalahin yang namanya “benar-benar terjadi”.
Tapi sah-sah saja kemudian jika ada suka dan tidak suka kalau Valentine dijadikan peringatan ajang tukaran coklat, bunga, atau hadiah kecil lain yang intinya dipakai buat ajang selfie dan pamer di media sosial. “Ihh….makasi sayang ya untuk kejutannya, I LOVE U”. seratus komen, seribu like, followers nambah.
Gila, luar bisa sekali. Itu baru hanya caption ucapan terima aksih, belum kalau ditambah, “yang like dan komen masuk surga deh!”. Kelar idup Lo! Pas liat niat ndak komen jadi komen, niat ndak like jadi like. Maklum sekarang banyak orang kreatif, akhirnya tenar dari minta like.
Balik lagi ke masalah setuju dan tidak setujunya Valentine itu ya, saya sendiri pernah yang namanya demam merayakan Valentine Day lengkap dengan coklat dan gebetannya. Lambat laun saya sudah mulai melewatkannya.
Stop Merayakan
Tiga tahun belakangan ini saya sudah stop merayakannya. Alasannya macam-macam. Tahun pertama saya jomblo, yang namanya jomblo wajar ya, ngarep bunga sama coklat dari siapa? Hellow, minta tolong ke balian pun hasilnya pasti “silakan coba tahun depan”.
Jadi wajar ya, banyak jomblo akhirnya apatis dengan perayaan ini. kemudian ngumpat, berdoa dan mengutuk agar tepat di tanggal 14 datang angin badai membawa hujan. Itu kualat Mas, Mbak, Gus, Gek yang jomblo. Jangan diulangi lagi. Besok pas punya pacar kelar idup lo, ada yang nyumpahin balik.
Nah alasan di tahun kedua, saya lagi gak ada duit. Deritanya mahasiswa, uang masih mingguan, boro-boro nyimpen duit buat beli kado, pulsa kadang masih ngutang sama temen, motor markir beberapa hari di parkiran kampus karena bensin ndak keisi.
Wajar lagi kalau mau ngayal ngajak gebetan makan malam romantis di restoran. Kanggoin kirim ucapan terus bilang, “maaf ya sayang, kita belum bisa rayain Valentine bareng. Aku diajak keluar Mama”.
Duduuudu, masalah selesai, tapi besok kita musti ngutang lagi karena uang jajan mingguan dipakai ganti kado yang terlambat. Kalau dipikir masih lebih enak alasan tahun pertama. Nyeseknya cuma di hati.
Tahun ketiga jauh-jauh hari akhirnya saya inisiatif ngumpulin receh, seribuan, dua ribuan masuk celengan. Saya sudah mikiri kado, tempat makan yang sesuai, hari ini saya siapkan tanggal 12 Februari, 13 Februari saya diputusi. Jadilah 14 di tahun ketiga saya merasa janda. Kalau saja ini kuis berhadiah, saya harusnya bisa dapat piring cantik.
Demikianlah akhirnya, saya dilema harus menyambut 14 Februari tahun ini dengan perasaan bagaimana. Setuju dan tidak akhirnya bisa kita pilih sendiri tergantung situasi bukan?
Khayal Pekerja Pemula
Tapi yang mau saya bicarakan, apakah di Hari Valentine semua merasa bahagia dan bisa merayakan dengan cara bertukar kejutan kecil, entah bunga, entah coklat, entah cincin, entahlah apapun itu?
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, saya iseng meneliti seberapa banyakkah orang yang merasa Valentine itu adalah waktunya merasakan kebahagiian dan hadiah?
Dari beberapa survey yang saya lakukan dan beberapa sumber tulisan yang dimuat di media sosial, ternyata Mbak, Mas, Gus, Gek, kamu harus tahu, bahwa hanya yang punya gebetanlah yang tahu rasanya manis valentine.
Bagi jomblo, “Kanker”, belum lagi kelas pekerja macam kami. Valentine akhinya hanya mitos. Baik kisahnya maupun keberadaannya di dunia nyata dan khayalan.
Kamu harus tahu, ya si Gek, ya si Gus, ya si Mbak, ya si Mas, ini hari besarnya kaula anak muda seluruh dunia, bisa jadi ngalahin yang namanya hari besar agama di seluruh dunia.
Yang beda, kalau biasanya hari besar keagamaan sekolah libur, toko-toko tutup, rumah makan tutup, jalanan sepi. Ini berbanding jungkrir balik, salto-salto dari yang terjadi seharusnya. Kalau orang Bali bilang “ne madan karya agung”. Karena perayaan ini sangat istimewa tidak ada yang libur, semua berjalan seperti biasa, jalanan bertambah ramai. Namanya juga karya gede. Tidak ada yang libur dan kelas pekerja macam kami ya lembur.
Jauh-jauh hari, biasanya rumah makan, sebut saja restoran mulai sibuk jualan promo, tawaran terbaik dan istimewa yang memikat. Jadilah sepaket cinta yang tak merepotkan dikemas sebuah restoran dan di balik semua itu ada kami kaum pekerja menyimpan khayalan, lalu banyak kekawatiran saat 14 sudah di depan mata.
Valentine tahun ini mungkin akan sangat mengerikan dari tiga tahun sebelumnya. Bagaimana tidak, kisah-kisah mengerikan di balik Valentine bagi kaum pekerja itu menyakitkan, Men! Belum lagi, kerjanya di restoran yang jadi sasaran kaula muda untuk nyari tempat pilihan terbaiknya di hari kasih sayang.
Jadilah derita bagi staf di dalamnya. Saya kelas pekerja pemula, sudah mulai terserang khawatir berlebihan karena cerita-cerita seputar derita rekan kerja. Hari di mana harusnya kami ikut sibuk mencari hadiah dan memilih tempat kejutan, kami justru sibuk menyiapkan hadiah untuk pelanggan yang mengantri.
Kami sibuk menyulap restoran agar suasananya menjadi sangat romantis. Mulai dari mikirin yang namanya rasa coklat, bentik coklat, warna coklt, kemasan coklat, pita coklat, pajangan coklat, kata-kata pilihan di stiker coklat, sampai cara penyajian tempat untuk menerima tamu yang memesan coklat kami sibuk urus jauh-jauh hari.
Yang terjadi, segala ide brilian dalam pikiran untuk pujaan hati lenyap habis dipersembahkan untuk pelanggan.
Itu baru persiapan, bisa bayangkan di hari puncak yang terjadi. Beberapa cerita kelam berhasil saya simpan dan itu mengerikan. Ada namanya kelas pekerja jomblo. Jenis pekerja ini biasanya hanya akan bersyukur ia jomblo, alasannya jelas karena tidak perlu memikirkan jam kencan bareng gebetan yang dibebani jam kerja.
Tapi sayang derita yang namanya pekerja, apalagi di tempat yang memberikan pelayanan sekalipun kalian jomblo, pas kerja, tiba-tiba gebetan lama, atau mantan datang bawa gandengan, maka kelar kebahagiaan kalian sampai di sana.
Kelas pekerja kedua adalah yang punya pacar. Ada rasa yang njelimet antara kerjaan dan impian. Satu sisi ada mimpi kalau Valentine pakai rencana ke sana atau ke sini bareng gebetan, ngobrol bersama dengan suasan temaram, ini bagian mimpi. Bagian kerjaan, akhirnya apa yang kita pikirkan, kita impikan adalah apa yang orang lain lakukan dan kita adalah bagian yang memberi pelayanan.
Kelas pekerja ini deritanya agak double. Selain beban di pacar, beban di mantan juga. Iya syukur kalau hanya teman yang kita jumpai. Kalau yang terjadi sama halnya seperti jomblo? Maka berdoalah agar esok Valentine jatuhnya dua hari, dan di hari kedua kamu libur kerja lalu balas dendamlah karena kamu punya kesempatan melakukannya.
Padahal Valentine beberapa hari lagi, tapi peristiwa yang terjadi sudah ada di depan mata, saya hanya berdoa pada Tuhan, mohon setidaknya kalau waktu dan rencana saya hilang bersama gebetan tahun ini, jauhkan saya dari yang namanya ketemu mantan pacar, mantan gebetan, dan mantan lainnya yang pernah mengganjal di hati saya untuk bertemu di tempat kerja. (T)
Baca Seputar Valentine:
Valentine dan Kenangan Cinta yang Tak Seperti Coklat
Status Galau Jelang Valentine Day: Teman Rasa Pacar