“Nulis cai nae!” kata salah satu anggota Teater Kalangan kepadaku. Sedikit pemberitahuan, tulisan ini dibuat pada dini hari pukul 04.00 am, Kamis 04 Januari 2018. Pagi amat dah.. wkwk.. “Sing Pules ake gara2 ngae tulisan ne! Ckck!” mungkin itu ungkapan dari diriku. Hehe..
Catatan Awal Tahun Teater Kalangan. Bingung. Harus memulai dari mana, ya? Apalagi dengan penyakit yang kuderita “Short Tender Memory”, begitu temen-teman menyebutnya. Gampang kali melupakan sesuatu, cepet kali lupa. Ingatan singkat. Tulisan ini merupakan tulisan seadanya dan seingatnya. Jadi, mari kita mulai catatannya, mumpung masih ingat.
Teater Kalangan, entah kapan aku mendengar. Aku lupa. Seingatku, kenapa bisa berproses dengan mereka diawali dari bantu-bantu persiapan pementasan monolog Damai dan Dor di Taman Baca Kesiman. Sedikit cerita, pada saat pementasan, aku cuma membantu masang kabel dan lampu untuk proses dan segala macamnya. Peranku cuman sampai di sana. Masang kabel dan lampu!
Seiring waktu berjalan, mulailah aku ikut berproses pada pementasan selanjutnya, seperti garapan Membaca Pagi, Pentas Puisi, Bebunyian, Aku Dimana?, Buah Tangan Dari Utara, dan yang terakhir Wisata Monolog. Banyak hal yang didapat baik informasi, temen, cewek, pengalaman, ini, itu dan macam-macam.
Entah kenapa aku bisa ikut berproses dengan mereka. Mungkin ini yang namanya jodoh. Seingatku pertama kali diajak untuk berproses dengan mereka ketika ada latihan rutin yang dilakukan oleh Tetater Kalangan khususnya Jong. Aku diajak saat itu. Oh iya, latihan rutin itu dilakukan di Taman Baca Kesiman. Yang ikut latihan juga tidak seberapa. Kira-kira 10 orang. Aku diajak latihan fisik seperti tentara. Selain itu juga ada latihan seperti yoga yang pada saat itu dipandu oleh Jack.
Kalau boleh memberikan pesan dan kesan pada saat latihan perdana dengan mereka, pastinya sangat asik. Banyak ilmu yang bisa aku curi lalu menerapkannya di lingkungan sekitar. Tapi sayangnya proses latihan itu tidak menjadi rutin lagi. Mungkin karena kesibukan dari masing masing anggota atau karena ada proses yang lebih penting. Entahlah. Hanya mereka yang tau. hehe… Saranku, mungkin latihan-latihan seperti itu harus dilakukan lagi. Yaa… Minimal seminggu sekali atau sebulan sekali. Sayang kalau proses latihan seperti itu ditiadakan lagi.
Bicara tentang Teater Kalangan, proses garapan dari Teater Kalangan sangat kreatif dan mungkin mengerikan.
Kreatif? Masak sih, kreatif? Sok kali kreatif, qe!
Yaiyalah! Proses yang diberikan oleh Teater Kalangan cukup kreatif dan unik dari segi bentuk garapannya, proses latihannya, emm.. apa lagi yaa… (sambil mikir) Ah! Cuman itu deh yang kreatif seingatku. Hehe… Proses latihan biasanya dibimbing oleh Jong menggunakan metode-metode yang unik dan kreatif. Tidak membuat bosan apalagi ngantuk. Kalimat yang aku ingat adalah, “Pemanasan ape to? Tuk wa, ga pat, tuk wa ga pat. Pemanasan SD to!”
Pemanasan yang diberikan sangat menguras energi. Dari mengikuti partitur ruangan, suara, musik, mengikuti irama music, loncat-loncat gak jelas, lari-lari gak jelas, kadang lari pelan, kadang lari cepat, jalan inilah, jalan itulah. Ya, intinya seperti itu.
Bayangkan nae, masa cuman pemanasan saja capeknya bukan main. Gimana? Kreatif, bukan? Kreatif membuat kita capek dengan cepat. Seseorang yang awalnya gendut bisa menjadi kurus. Ya turunlah beran badannya. Teknik latihan seperti ini aku rasa cocok untuk seseorang yang mau diet. Hehe.. Ya begitulah sekiranya proses kreatif dari latihannya.
Bentuk garapan yang kreatif? Yang ada sih bingung menontonnya. Gak jelas! Gaje banget! Mungkin ada beberapa orang berkata seperti itu. Termasuk aku. Awal-awal memang, pertanyaan itulah yang muncul. “Ape sih ne? Garapan ape sih?”. Tapi seiring proses berjalan, aku mulai memahami maksud dari garapan tersebut.
Terus, kenapa unik? Menurut aku sih iya unik. Teater kalangan sudah berhasil membawakan pementasan sesuai dengan namanya, “Kalangan : Ruang”. Banyak garapan yang selalu merespon ruang, baik gedung, tembok pohon, sampai semak-semak. Selain itu proses garapan dari merespon hal tersebut tidak asal respon.
Banyak pertimbangan yang dilakukan untuk merespon hal tersebut, baik dengan riset, wawancara, informasi, pengetahuan, dsb. Ada subtext yang dibicarakan di sana. Kata-kata yang selalu aku ingat adalah “Ruangan ini merupakan text. Bunyi adalah text, gerakan itu text. Text itu bukan hanya kata-kata. Ini text, itu text, semua text”.
Proses Garapan
Beberapa garapan dari Teater Kalangan memang mengerikan. Dari hal yang dibicarakan, subtext yang terdapat di dalamnya, bentuk garapannya, proses garapannya memang mengerikan. Kenapa mengerikan? Garapan dari Teater Kalangan tidak sekedar garapan. Beberapa garapan mengambil isu-isu yang terkait saat itu, baik isu yang mendalam sampai isu yang sudah lama.
Pernah kami menggarap suatu pementasan “Buah Tangan Dari Utara” yang menurutku, ini merupakan garapan yang mengerikan. Proses garapannya pun tidak main-main. Dimulai dari mencari informasi tentang masalah isu-isu terkait, riset, dan wawancara. Setelah informasi didapatkan, akhirnya kami melakukan diskusi tentang permasalahan tersebut.
Seperti biasa, sebelum memulai latihan, proses latihan selalu diawali dengan merusak mental dan fisik pemain. Bukan hanya pemain, para crew artistic, music juga digodok mental dan fisiknya. Gimana tidak digodok, ketika kalian tidak bisa mengikuti lari kami, yaudah kami tinggal. Simple, Bukan? Heehe.. Secara tidak langsung pemain dan crew harus mengimbangi hal tersebut. Sulit? Ya, sulitlah.. Tapi ini bisa dibilang proses mendewasakan diri. Secara kasarnya, “Ketika terbiasa tidur di jalan dan tempat tempat kumuh, dan ketika disuguhi oleh tempat yang mewah, kita jadi terbiasa”.
Proses Diskusi
Diskusi kami bisa dibilang sangat intim dan hangat. Mungkin itu cara anggota Teater Kalangan mempererat kami. Atau ini caranya mencari informasi lebih dalam lagi tentang diri kami masing-masing? Entahlah. Setiap diskusi yang kami lakukan bukan hanya membahas diskusi tentang dunia perteateran. Diskusi tentang music, tarian, tulisan, pementasan, sampai stage desainer-pun kami diskusikan.
Hal yang menjadi menarik saat diskusi adalah kita menjadi tau. Ternyata cocoknya di sini nok! Menjadi lebih fokus mendalami bidang-bidang yang harus kita dalami. Diskusi yang kuingat awal-awal yaitu ketika kita sedang mendiskusikan pementasan dari kawan-kawan Sadewa Theater. Biasanya sebelum diskusi dimulai kami berbondong-bondong menonton pementasan tersebut. Tidak lupa kami merekamnya, kemudian memutar rekaman itu kembali, menontonnya, dan akhirnya mendiskusikannya.
Diskusi ini bukan hanya sekedar diskusi. Habis diskusi selesai, terdapat tulisan mengenai pementasan yang kami diskusikan dan pastinya dimuat di social media. Ini menjadi menarik bukan hanya menambah pengetahuan tentang hal yang kurang di pementasan tersebut, tetapi mungkin juga akan membuat geram kawan-kawan yang menganggapnya sebagai kritikan. Mungkin saja. Tapi, yaaa.. Kami harus melakukannya. Supaya tulisan tentang teater terus berkembang. Masak nulis teater patuhange cara berita HUT sekolah?
Proses Jalan-Jalan
Kenapa jalan-jalan? Iya, kita selalu jalan-jalan kesana kemari hanya sekedar untuk menonton sebuah pementasan ketika kami tidak sangat sibuk. Ke Ubud, Gianyar, Bangli, Singaraja, Negara. Kami bela-belain ke sana hanya untuk nonton sebuah pementasan. Gak penting banget.
Selain bensin habis, tenaga juga habis di jalan. Pantat sakit duduk terus. Daripada gitu, kan mending tidur di.rumah. Hehe.. Tapi menurutku, kesakitan itu bisa terobati oleh sebuah pementasan yang kami kunjungi. Kita dapat mengetahui teknik pementasan yang baru, yang unik, yang bisa kita adaptasi untuk pementasan berikutnya. Menarik bukan? Kita dapat mencuri ilmu.
Mungkin itu sekiranya catatan dariku yang masih menempel di ingatan. Jika ada yang kurang atau berlebihan, gak enak buat dibaca, atau apalah.. Ya udah… maafinlahh… gak usah diperpanjang lagi… Salam hangat buat kalian semua, khususnya buat cewek-cewek. Mungkin aja, kita bisa berproses bareng, kenalan, mengetahui satu sama lain lebih jauh. Siapa tahu aja kita bisa jadi jodoh. Hehee… (T)