PERKEMBANGAN teknologi di era sekarang sangat membantu aktivitas sehari-hari, lebih lagi aktivitas berkesenian. Apalagi arus informasi begitu deras, banyak hal mudah diakses atau dengan gampang bisa melihat kabar sahabat melalui sosial media.
Foto sejauh ini sudah menjadi bagian penting dari sosial media. Kebutuhan esensial foto seakan sebuah keharusan dan mutlak ada di jaman now. Di sisi lain, keterampilan mempuni di dunia fotograpy tidak semudah yang dibayangkan. Dari melimpahnya foto di media sosial, sedikit foto yang dihasilkan dengan sempurna, misalnya foto yang seolah-olah membawa kita pada suasana di dalam foto. Yang membuat kita terpana.
Banyak orang berharap, sisi-sisi budaya tampil memukau dalam sebuah foto yang dipasang di media massa, maupun di media sosial. Daya tarik foto budaya bisa membuat netizen atau pembaca gandrung untuk mengenal kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan luar.
Gayung bersambut. Banyak yang menyadari, foto dan budaya bisa saling membantu. Budaya memberi obyek kepada fotografer, di sisi lain fotografer penyajikan kepada publik sebuah budaya, antara lain budaya yang tadinya belum diketahui orang.
“Genre” budaya ini dilirik seorang fotografer asal Puri Klungkung, Tjokorda Gde Romy Tanaya. Getaran jiwa saat menyaksikan atraksi atau pemandangan budaya di sebuah daerah, mendorong tangannya secara otomatis untuk memainkan kamera, membidik setiap momen yang langka. Pergolakan emosional terbawa dalam alunan budaya, ia pun terus terpacu dengan waktu mengabadikan.
Perkenalannya di dunia fotografi, ia bercerita, tatkala meminjam sebuah kamera pokcet. Ia mengabadikan sejumlah momen, lalu jatuh cinta pada dunia foto itu. Sejak saat itu ia memutuskan terjun ke dunia fotograpy. Rasa penasaran semakin klimak, gelisah seperti merasakan pandangan pertama jatuh cinta. Candu merasuki pikiran Tjok Romy, sejak itu ia terus belajar dan belajar hingga ia bergabung di komunitas Perhimpuan Fotograper Bali.
Kamera terbeli olehnya, di situ resah yang membeku kemudian mencairkan harapan, merajut asa menjalankan hobby. Bergurau dan canda bersama sahabat sehobby semakin menarik, obrolan esensial tentang dunia foto. “Terkadang hal-hal lucu kerap melanda kita saat hunting di lokasi, disitulah rasa keakbraban muncul,” kata suatu kali.
Sayang, gelisah dan resah kadang menimpanya. Itu terjadi kalau ada moment budaya langka berbenturan dengan jam dinas dan ia tidak dapat ikut. Merelakan hobby demi mendahulukan tugas sebagai abdi negara.
“ Saya suka genre budaya. Karena, kita bisa tahu tradisi budaya yang ada di Bali terutama tradisi budaya langka yang hanya dilaksanakan setiap beberapa tahun sekali,“ kata Tjok Romy yang dikenal sebagai Kepala Bidang Sumber Daya Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung.
Peran orang terkasih dan lingkungan menyulut Tjok Romy menyelarasakan hobby. Sejak tiga tahun lalu bergabung dengan Perhimpunan Fotografer Bali. Merajut asa tertempa sedemikan rupa hingga hobby tersebut memberikan arti hidup.
Berbicara prestasi, Tjok Romy pernah menyabet juara 1 lomba foto perikanan di Pemda Badung, selain itu Juara harapan 2 lomba foto KNPI Gianyar. Peran senior yang sudah lama berkiprah dunia fotograpy membentuk seorang Tjok Romy. Ida Bagus Putra Adnyana adalah inspirasi Tjok Romy, beliau merupakan seorang fotografi senior di genre budaya.
“Sangat mendukung sekali keluarga dan lingkungan apalagi sekarang bertugas di Dinas Pariwisata, ya dapat mempromosikan wisata yang ada di Klungkung,” tutur alumnus Univesitas Ngurah Rai, Denpasar.
Plagiat paling dibenci insan berkecimpung dunia seni termasuk fotograpy, ia menilai plagiat sangat merugikan karena bagi yang melakukan hal ini tidak tahu bagaimana susahnya menghasilkan suatu karya foto yang bagus. (T)