I Nengah Werden yang tinggal di Banjar Taman, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana sampai saat ini masih menjaga lontar-lontar yang diwarisu para leluhurnya. Hanya saja, lontar tersebut jarang dibaca, dan kurang mendapat perawatan karena minimnya pengetahuan.
“Kami berterima kasih terhadap Penyuluh Bahasa Bali yang memberikan pengetahuan di dalam menjaga lontar,” kata I Nengah Werden pada saat Penyuluh Bahasa Bali melakukan konservasi dan identifikasi lontar miliknya, Senin 10 Pebruari 2025.
Dari 24 cakep lontar yang ada, Tim Penyuluh Bahasa Bali berhasil mengidentifikasi sebanyak 14 cakep lontar saja. Sementara 10 ikat lontar itu dalam keadaan yang tidak utuh, ada beberapa bagian yang hilang dan rusak, sehingga tidak bisa dibaca.
Tim Penyuluh Bahasa Bali yang merupakan partner kerja Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu tak hanya mengidentifikasi lontar miliknya, tetapi juga memberikan cara merawat agar lontar tidak rusak dan tetap bisa dibaca.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang peduli terhadap keberadaan lesatarinya lontar-lontar di masyarakat. Program ini sangat membantu warha khususnya yang diwarisi lontar,” ungkapnya.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/pan-amri.-konservasi-lontar2-1024x473.jpg)
Masyarakat yang memiliki lontar, namun tidak bisa merawat lontarnya perlu mendapatkan pengetahuan, baik dalam merawat termasuk melestarikannya. “Kehadiran para penyuluh ini sangat kami harapkan dapat membimbing, khususnya bagi kami warga pemilik lontar untuk menjaga kelestarian warisan budaya leluhur kami,” sebutnya.
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Jembrana, I Nengah Yoga Darma Adi Putra didamping anggota tim penyuluh lainnya menegaskan, sebelum dibersihakan lontar-lontar tersebut diawali dengan melakukan upacara. Selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan minyak, lalu mengindentifikasi.
Setelah lontar itu bersih dan helas, selanjutnya mencocokkan antara halaman yang lepas itu dengan lainnya. “Ternyata masih ada yang kurang dan rusak, sehingga tidak bisa dibaca. Kami mohon maaf ada 10 ikat naskah lontar itu belum bisa diidentifikasi,” ucap Yoga Darma.
Dari sebanyak14 cakep lontar yang dapat diedentifikasi itu, terdiri dari 10 cakep lontar Kanda, 1 cakep Lontar Wariga, 1 cakep Lontar Tattwa, 1 cakep Lontar Swagina, dan 1 cakep Lontar Usada. “Isi lontar itu ada yang tentang kanda, wariga atau ilmu perbintangan, Tattwa, asta kosala-kosali, dan tentang usada,” imbuhnya.
Sementara judul dari 14 cakep lontar itu adalah, Pamandhi swara (kanda), Tenung Saptewara (wariga), Tutur Usada Gali (tatwa), Kawisesan (kanda), Pangasih (kanda), Penaut (kanda), Panulak pannut (kanda), Pamakuhan (swagina – Asta Kosala kosali), Kawisesan (kanda), Kawisesan (kanda), Kawisesan (kanda), Usada (usada) dan Pamungkah Panrang (kanda)
Menurut Yoga Darma, lontar milik Nengah Werden itu hampir sama dengan lontar-lontar yang dimiliki oleh orang-orang pada umumnya. Tidak ada yang spesifik dan beda dengan lontar milik warga lain. Lontar-lontar itu di rawat secara niskala. “Secara fisik, lontar-lontar yang ada kurang mendapatkan perawatan karena masih awam tentang perawatan lontar,” sebutnya.
Karena itu, tim penyuluh Bahasa Bali memberikan tip tip untuk merawat lontarnya. Penyuluh menyarankan agar lontar milik Nengah Werden ditempatkan di tempat yang tidak lembap, kalau bisa di dalam rak kaca. Sewaktu-waktu agar dikeluarkan untuk diangin-anginkan agar lontar itu tidak jamuran dan menjadi lebih awet. [T]
Reporter/Penulis: Budarsana
Editor: Adnyana Ole