HARI itu saya kembali lagi ke Kharisma Music, sebuah toko kaset sekaligus toko nostalgia di kawasan Pasar Kreneng, Jalan Rijasa Denpasar.
Baru datang saja, sudah disambut oleh Made Sujaya (86)–pemilik Kharisma Music. Ia masih sama seperti awal kita berjumpa. Menyapa pelanggan dengan senyum hangat, kemudian menyalakan lampu toko agar benderang. Wajar saja jarang dinyalakan, karena memang jarang ada pembeli. Jadi, lampu hanya dinyalakan ketika ada pelanggan datang.
Setelah sebelumnya membeli VCD/DVD, kini saya datang kembali untuk berburu kaset pita. Sepertinya mengumpulkan rilisan fisik akan menjadi hobi baru saya. Semua berawal ketika saya meminang walkman dan tape deck bekas di Pasar Loak, Kreneng. Banyak kawan-kawan yang bertanya, buat apa beli kaset pita? Toh sekarang sudah gampang, ada platform musik digital. Praktis dan tidak ribet.
Made Sujaya, sang pemilik Kharisma Music juga bertanya demikian.
“Ngapain beli kaset pita, De? Zaman sekarang jarang ada orang beli kaset pita,” tanya pria renta itu sembari mencarikan kaset lagu Bali lawas.
“Ya sengaja saja, Pak, karena hobi dan hitung-hitung nambah koleksi di rumah,” sahut saya menjawab pertanyaannya.
Made Sujaya pun tersenyum mendengar hal itu, kemudian ia memutarkan beberapa kaset di tape deck-nya. “Coba dulu ya, De, udah lama ga dipakai, nggak tahu masih berfungsi apa nggak tape-nya,” celetuknya sebelum menyetel kaset.
Made Sujaya, owner Kharisma Music | Foto: tatkala.co/Dede
Made Sujaya menyetel kaset di tape deck | Foto: tatkala.co/Dede
Ada perasaan yang berbeda ketika memutar kaset pita, karena kita tidak hanya memutar dan mendengarkan, tetapi juga seperti bermain. Memutar kaset seperti melakukan sebuah ritual, mulai dari membuka kotak kaset, menyetel pita, hingga menekan tombol play pada tape deck. Bagi sebagian orang, memutar kaset sama halnya seperti membuka buku cerita.
Made Sujaya pun membuka kotak kaset, memasukkan kaset ke dalam tape deck, lalu memencet tombol play. Lagu dari Duo Thiwi (grup musik duo asal Bali) pun mengalun, dan kopi hitam di atas meja lanjut diseruput olehnya sembari bercerita singkat.
Pria kelahiran Klungkung, 19 Desember 1938 ini masih bugar, ia selalu ramah melayani pelanggan, meski sudah tak seramai dahulu. Made Sujaya membuka toko Kharisma Music saat masih berusia 48 tahun, tepatnya pada tahun 1986. Awalnya, toko ini bertempat di Jalan Kamboja (di depan SPBU Kreneng sekarang). Kemudian mulai tahun 2016 berpindah tempat ke areal Pasar Kreneng, tepatnya di pintu masuk sebelah selatan.
“Sekarang ini saja sisanya, De, karena kaset pita sudah tidak diproduksi lagi, apalagi lagu-lagu Bali. Jadi ya cuma ini adanya,” katanya sembari menunjuk beberapa kaset.
“Gak cuma kasetnya yang mulai menipis, tapi peminatnya juga demikian. Makin sepi, karena sudah ada HP canggih,” keluhnya.
Made Sujaya, owner Kharisma Music | Foto: tatkala.co/Dede
Koleksi kaset di Toko Kharisma Music | Foto: tatkala.co/Dede
Rutinitas Made Sujaya setiap hari adalah menjaga toko Kharisma Music yang didirikannya sejak 1986, sudah 38 tahun ia konsisten menjual kaset. Meskipun animo masyarakat terhadap kaset mulai surut, tak lantas menghentikan langkah bisnisnya itu.
Ketika semua toko kaset memutuskan untuk gulung tikar karena tergerus kemajuan zaman, Kharisma Music menjadi satu-satunya toko kaset di Kota Denpasar yang bertahan, masih tetap menjual kaset seperti biasanya walaupun sepi pembeli.
“Pembeli dalam sebulan sekarang bisa dihitung dengan jari, kalau dulu tahun 90-an tidak bisa dihitung jumlahnya, ramai sekali pada masa itu. Ya, walaupun sekarang sudah tidak zaman, tetapi masih ada saja yang mencari kaset untuk diputar di mobil. Begitu juga saat hari raya, ada saja yang mencari kaset gamelan atau kidung,” jelasnya.
Dahulunya Kharisma Music merupakan toko kaset yang sangat ramai, segala jenis kaset bisa ditemukan di toko itu. Kini Kharisma Music hanya menghabiskan stok kaset dan berbagai VCD/DVD yang masih tersisa. Meskipun koleksinya kini sudah tidak banyak, berkunjung ke Kharisma Music layaknya seperti datang ke museum. Rasanya asyik saja bisa melihat berbagai kaset terpajang di etalase toko itu.
Koleksi kaset di Toko Kharisma Music | Foto: tatkala.co/Dede
Tampak depan Toko Kharisma Music | Foto: tatkala.co/Dede
Made Sujaya mengatakan, beberapa VCD/DVD yang ada di Kharisma Music masih ada yang keluaran baru, seperti film-film barat dan lagu-lagu Jawa. Ia juga mengaku masih rutin memesan VCD/DVD keluaran baru dari luar pulau untuk dijual di toko.
“Sampai sekarang saya masih order kaset-kaset (VCD/DVD) dari Jawa. Biasanya saya ngorder satu sampai dua kali dalam sebulan. Kalau untuk kaset pita stok baru sudah tidak ada, karena sudah tidak ada lagi produksinya,” kata Sujaya.
Tak bisa disangkal, kemajuan zaman memang menjadi penyebab utama merosotnya peredaran rilisan fisik semacam kaset. Kini orang-orang dengan mudah bisa menikmati lagu-lagu dan film-film hanya lewat gawai pintar.
Kendati demikian, nyatanya masih ada saja orang yang minat membeli rilisan fisik. Entah untuk diputar di mobil, diputar di tape deck, ataupun hanya dijadikan koleksi pribadi sebagai kenang-kenangan masa lampau.
Di usianya yang tidak muda lagi, Sujaya kini hanya berkutat dengan toko kasetnya, “Ya, mau gimana lagi, kalau cari kerja lain pikiran sudah kalah, tenaga juga sudah kalah. Kalau semua kaset ini habis, saya akan langsung pensiun,” ujarnya tersenyum sembari mematikan tape deck.
Seusai menyetel beberapa kaset, Made Sujaya pun menghitung total harga dengan pena dan selembar kertas, bukan dengan kalkulator. Meskipun sudah dihitung pasti olehnya, tetap saja ia memberikan diskon kepada saya.
“Ini ambil saja lagi sepuluh ribu de! Anggap saja diskon member, hahaha,” ucapnya sedikit tertawa. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole