SAYA berusaha meninggalkan kemelekatan, tinggal di desa yang sunyi, mencoba hidup subsisten. Menanam berbagai komoditas untuk konsumsi sehari-hari.
Memang tidak mudah, sebab selama puluhan tahun saya hidup di kota dengan berbagai kemudahan. Instan. Selama ada uang, semua kebutuhan bisa dibeli.
Saya tidak repot memikirkan bagaimana perjalanan beras, dari benih hingga menjadi nasi. Begitu juga dengan berbagai sayur dan buah-buahan.
Saya memang tidak menanam padi, karena tidak punya sawah. Tapi saya sering berinteraksi dengan buruh tani di lahan yang mereka kerjakan. Saya ngobrol dan mencium aroma keringat mereka.
Mereka bekerja dengan penuh martabat. Bersyukur, mereka tidak memiliki peluang untuk mencuri. Seperti orang-orang yang disorot publik belakangan ini, karena pamer kemewahan dari hasil jarahan.
Pekerjaan mereka, para buruh tani itu, memang tidak membuat kaya. Tapi tidak mengurangi semangat mereka saat bekerja.
Ketika mulai memasukkan suapan nasi pertama ke mulut, saya mengingat mereka, dan mengucap terima kasih.
Mungkin saya terlalu romantis. Bisa jadi beras yang saya beli di warung, berasal dari negeri seberang. Tapi tetap saja, saya mengapresiasi para petani dan buruh tani, di manapun mereka berada.
Saya tidak naik mobil pribadi dan mengurangi mengendarai sepeda motor. Saya lebih banyak bersepeda.
Foto ilustrasi : Made Wirya
Apakah semua yang saya lakukan membuat orang-orang desa takjub? Tidak. Kata mereka, begitulah hidup di desa. Mereka menjalaninya dari generasi ke generasi, selama ratusan tahun.
Sekali lagi, saya saja yang romantis. Merasa mendapatkan kemewahan dengan mendengarkan suara burung tiap pagi. Memandang daun kelapa meliuk digoyang angin. Bagi orang desa, suasana demikian adalah hal yang biasa saja.
Bisa jadi, saya hidup di desa karena kalah. Memburu hidup dengan biaya rendah. Celakanya, saya tidak mengubah apapun di sini. Jadi, apa yang hebat dari semua ini? Tidak ada. Selain saya berhasil meninggalkan kemelekatan kota, tapi melekat pada suasana desa. Meninggalkan kemelekatan itu memang tidak mudah. [T]
BACA esai-esai lain dari penulis MADE WIRYA