Anak-anak yang merdeka bermain dengan alam. Jika alamnya berupa bentang sawah, maka anak-anak merdeka bermain lumpur di sawah. Untuk itulah, Tabanan semestinya menghidupkan kembali pesta panen, yakni pesta anak-anak seusai panen.
Cara menghidupkannya adalah dengan menciptakan kegiatan bermain di sawah. Usai panen, anak-anak dikenalkan dengan permainan yang akrab dengan alam, misalnya menaikkan laying-layang, membuat patung dari jerami, membuat terompet jerami, serta permainan yang menggembirakan seperti balapan lari di tengah lumpur, atau main megala-gala di atas petak sawah yang sudah agak kering.
Bentuk kegiatannya bisa sederhana, bisa agak megah, bisa juga dilakukan pemerintah, kelompok subak, atau desa dinas dan desa adat.
Sepertiu Festival ke Uma yang digelar setiap tahun di sejumlah subak di Tabanan. Tahun 2022 ini Fetival Ke Uma digelar Sabtu-Minggu, 9-10 Juli 2022 di areal persawahan Subak Kekeran, Banjar Kekeran, Desa Penatahan, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan.
Tabanan ini sebagai daerah agararis. Nah festival dibuat untuk mengingatkan diri kita dan anak-anak bahwa Tabananan masih tetap sebagai daerah agraris yang memiliki banyak permainan tradisional, tradisi dan kesenian yang betkaitan dengan daerah persawahan.
Festival ini hanya mengingatkan kalau di Tabanam itu masih menjadi lumbung berasnya Bali, maka kita harus tetap menjaga dan meningkatkannya.
Apalagi tradisi pertanian itu banyak melahirkan kesenian. Ya, awalnya muncul dari pemainan yang kemudian berubah menjadi kesenian. Dari aktivitas pertanian melahirkan berbagai permainan, seperti permainan yang diadakan di arena berlumpur, di sungai, dan lainnya.
Festival ke Uma digelar pertama tahun 2017, lalu sempat jeda. Dua festival diselenggarakan di subak di Marga, Tabanan, dan yang ketiga ini dibawa dan diselenggarakan keliling di Tabanan, di daerah-daerah yang masih memiliki areal persawahan.
Tujuan Festival ke Uma dibawa keliling di daerah persawahan yang ada di Tabanan juga sekaligus untuk menggarap permainan yang ada di daerah itu untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Mungkin tak pesat pengaruhnya, tetapi dapat membeti pengaruh pada anak-anak secara perlahan, dan kecintaan anak-anak pada sawah dan pada leluhur yang menciptakan sawah.
Perbekel Desa Penatahan, Suartika, yang ikut memantau festival di Subak Kekeran mengatakan, Penatahan merupakan daerah agraris yang hampir 80 persen merupakan petani yang menggarap sawahnya. Karena itu dengan adanya festival ini akan dapat memberikan pemahamab pentingnya sawah di mata anak-anak.
“Mudah-mudahan ke depan festival ini kembali digekar di Desa Penatahan, karena daerah kami terdiri dari 6 banjar yang memiliki sawah masih asri,” harapnya.
Dengan kegiatan festival ini bagus untuk mengangkat kearifan lokal yang sudah banyak dilupakan masyatakat. Dengan festival ini Tabanan sebagai lumbung beras Bali bisa dipertahankab. Bagaimanaoun julukan Tabaanan sebagai lumbung beras Bali patut dijaga. Dengan adanya Festival ke Uma ke 3, dapat memberikan respon baik kepada peserta, dan kepada masyarakatnya. Subak dan pekaseh mesti tetap mengangkat kearifan loksl khususnya di Penatahan.
“Saya rasa festival ini mengingatkan kita untuk menggali kearifan lokal. Saya sendiri ini juga penting, apalagi Desa Penatahan sedang mengembangkan desa wisata, sehibgga kegiatan seoerti ini sangat penting,” sebutnya.
Festival ini sangat mendukung keinginan untuk menuju desa wisata, apalagi sesuai dengan karakter desa yang sedang mengembangkan desa wisata, dan UMKN, dan yang terpenting meningkatkan pertanian nantinya. Karena festival ini benar-benar mengenalkan sawah kepada anak-anak yang belum tahu dengan aktiviitas persawahan. Meteka lebih banyak tahu sawah dari buku, bukan dari sawah secara langsung.
“Jujur anak anak sekatang jarang yang memiliki niat ke carik, aoalagi mau memjadi petani. . Jika carik ditinggalkan, maka siap-siap carik ditimbuhi beton,” imbuhnya. [T][Ado]