ERA digital yang menyebabkan fenomena disrupsi informasi, tak cuma memberi peluang kemudahan akses informasi bagi masyarakat. Namun, sangat jelas juga menjadi sebuah tantangan besar terkait kebenaran dan validitas informasi yang disampaikan. Tak terkecuali informasi bidang medis dan kesehatan. Hari-hari ini begitu biasa kita temukan, banyak sekali tokoh-tokoh terkenal bicara soal medis dan kesehatan dalam videonya.
Jika tokoh tersebut adalah seorang dokter atau profesional di bidang kesehatan lainnya, tentu informasi yang disampaikan cenderung lebih dapat dipercaya. Namun yang kita saksikan apa?
Sejumlah publik figur yang bukan profesional medis, semata-mata karena mereka terkenal dan tentu saja banyak pengikut di media sosial, tiba-tiba bicara soal medis yang sangat teknis. Meskipun ada juga seorang dokter terkenal yang bicara soal penyakit diabetes, sayangnya dokter tersebut bukanlah dokter ahli di bidang tersebut. Yang dimaksud adalah dr Terawan, yang terkenal karena terapi cuci otaknya, adalah seorang dokter ahli di bidang radiologi. Tentu saja beliau tidak memiliki kompetensi bicara soal pengobatan diabetes atau kencing manis. Namun faktanya ada jutaan warganet yang menonton dan tak sedikit yang percaya.
Hampir semua dari kita tahu, itu semua dibuat menggunakan kecanggihan teknologi yang dikenal sebagai artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Seakan-akan yang berbicara dalam video tersebuat adalah sungguh-sungguh seorang dr Terawan. Nah, di kalangan dokter, lebih menggelikan lagi video short tokoh-tokoh terkenal yang seakan nyata memberi opini medis terkait suatu penyakit dan pengobatannya. Mereka antara lain host terkenal Najwa Shihab, aktris legendaris peraih Piala Citra, Christine Hakim, bahkan politisi kawakan sekaligus ketua DPR RI, Puan Maharani pun menjadi korban. Menjadi korban oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab dengan memanfaatkan AI untuk mencari keuntungan dengan cara kotor dan berbahaya bagi masyarakat. Cara kotor tentu saja oleh karena semua itu adalah penipuan. Berbahaya oleh karena menyesatkan masyarakat dalam hal pengobatan penyakit. Penyakit jika tidak diobati sesuai standar tentu saja dapat menimbulkan kesakitan bahkan kematian kepada pengidapnya. Apalagi untuk kategori penyakit yang membutuhkan pengobatan rutin dan kuntinyu.
Maka dari itu, meskipun mendapat peluang kemudahan mendapatkan informasi, masyarakat wajib cerdas dan melek literasi. Jangan hanya karena informasi medis itu kedengaran enak dan mudah, lalu itu pasti benar dan faktual. Misalnya pasien gagal ginjal stadium akhir tak perlu lagi cuci darah jika mengikuti pengobatan yang mereka tawarkan. Atau selama ini masyarakat dibilang telah ditipu oleh dokter untuk secara rutin mengobati diabetesnya dengan obat Metformin atau terapi yang salah oleh dokter orthopedi.
Jadi selain memberikan informasi yang salah atau disinformasi, tidak sedikit video-video tersebut juga mendiskreditkan atau boleh disebut memfitnah kalangan praktisi medis atau dokter. Harus dipahami, dalam memberikan pengobatan atau tindakan medis, para dokter wajib mengikuti standar operasional prosedur (SOP) medis yang ketat. Pengetahuan dan skill para dokter pun terus ditingkatkan dengan harus mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan (PKB), berbagai seminar, workshop, pelatihan atau pendidikan fellowship.
Lalu, bagaimana sebaiknya sikap masyarakat? Pertama-tama, selain menyimak isi informasi dari para tokoh terkenal atau dari siapapun terkait informasi medis, teliti juga latar belakang tokoh terkenal tersebut.
Apakah sesuai dengan profesinya sebagai dokter atau praktisi di bidang kesehatan? Sekalipun itu seakan-akan disampaikan oleh seorang dokter, namun jika informasi yang disampaikan begitu menarik dan ajaib, apalagi bertolak belakang dengan metode pengobatan yang sudah diketahui, sangat penting untuk berkonsultasi dengan minimal dokter keluarga atau dokter di puskesmas.
Jika informasi tersebut kemudian tidak benar, sangat baik jika bisa dibagikan kepada grup-grup WA (WAG) atau boleh membuat status yang diposting melalui akun media sosial yang dimiliki seperti FB, IG, TikTok, dan lain-lain. Kita semua wajib melawan hoaks dengan membagikan konten-konten yang benar sebanyak-banyaknya. Di era digital dan disrupsi informasi yang begitu pesat, progresif dan mengejutkan ini, kita dapat saja menjadi korban atau sebaliknya, kritis dan menjadi solusi! [T]
Penulis: Putu Arya Nugraha
Editor: Adnyana Ole
Klik BACA untuk melihat esai dan cerpen dari penulis DOKTER PUTU ARYA NUGRAHA