MEMBACA karya sastra merupakan pengalaman yang sangat mengesankan karena seseorang akan masuk ke dalam dunia karya tersebut. Dunia karya sastra memberikan peluang untuk memasuki suatu kehidupan manusia. Memang di dalam dunia kehidupan sastra (fiksi) itu terkadang sangat berbeda dengan pengalaman sehari-hari namun demikian ada tantangan yang diberikan oleh pengarang. Seorang pengarang telah merencanakan ceritanya sedemikian rupa sehingga karyanya akan menarik dan mampu menyerap perhatian dan jiwa pembaca ke dalam dunia cerita yang dibangunnya.
Atau bisa juga sebenarnya pengarang tidak pernah lebih jauh memikirkan apa yang akan disajikan kepada pembaca karena mungkin menulis cerita adalah suatu proses yang sangat pribadi dan semuanya untuk kepentingan rohani pengarang sendiri. Mengarang pada mulanya untuk diri sendiri tapi karena suatu “kecelakaan” seuatu karya sastra tersebut jatuh kepada para pembaca dan jatuh kepada samudra sosial. Lalu tersebar berita tentang keberadaannya dan orang pun berlomba-lomba ingin mencari kebenaran. Mereka tergoda untuk membaca. Penerbit tergiur untuk menerbitkan, meraih keuntungan dari sebuah karya.
Memang banyak sekali masyarakat yang tidak sanggup membaca karya sastra. Mereka pada umumnya memandang bahwa membaca itu sangat melelahkan. Mereka mengira itu kebenaran umum dan sesuatu yang tidak bisa diubah pada dirinya padahal ini adalah kondisi pada diri membaca yang sangat fleksibel. Seorang pembaca mungkin agak malas karena mereka pada mulanya salah menemukan bahan bacaan atau karya sastra. Belum menemukan karya sastra yang tepat dan cocok bagi dirinya. Karya astra yang tepat dan menarik adalah sebuah keberuntungan atau tindakan yang terjadi secara kebetulan. Ini hanya bisa dicapai jika dilakukan beberapa kali percobaan. Jika suatu kali gagal menemukan karya yang bagus maka tetap mencoba dan mencoba. menjauhkan diri dari stigma membaca itu melelahkan.
Memang tidak semua karya sastra cocok dan diminati oleh siapapun walaupun itu ada tetapi jumlahnya sangat sedikit. Karya sastra dipopulerkan oleh pembaca itu sendiri. Setiap membaca akan membagikan pengalaman membacanya. Orang-orang yang belum mengenal karya sastra tertentu akan belajar dan mengambil hikmah dari pengalaman membaca sebelumnya. Jika mereka mampu menemukan kebenaran dan harapan yang tercapai; ketika membaca suatu karya sastra yang ia terima dari orang lain berdasarkan pengalaman orang lain; ketika membaca karya tersebut; maka ia akan merekomendasikan lagi karya ini kepada orang lain yang juga calon pembacanya. Demikian seterusnya.
Sastra menjadi terkenal bukan semata-mata karena karya itu tetapi karena karya itu dibaca dipopulerkan oleh hampir semua pembaca sepanjang zaman. Ini adalah suatu bentuk pewarisan sastra, yaitu menyebarkan karya sastra dalam peradaban dengan cara membicarakan karya itu secara bersambung dan terus menerus dan bisa juga didukung oleh lembaga sosial seperti pendidikan dan penelitian. Karena itu, sastra tidak hadir sendiri. Di mana ada karya dan membaca! Sastra itu hadir dan membutuhkan pembaca dan mungkin para pembacanya itu adalah membaca biasa atau awam. Tetapi, juga ada pembacaan ahli/akademisi atau seorang kritikus. Sebelum seseorang membaca karya sastra ia akan membaca terlebih dahulu ulasan mengenai karya tersebut. Kalau ulasan itu ada! Tetapi, jika tidak ada, semuanya dicoba dulu untuk dipelajari, sampai diambil keputusan suatu karya memang menarik atau tidak.
Terkadang dalam pengajaran sastra minat baca menjadi hambatan. Karena itu, sejatinya tidak mungkin ada pengajaran tanpa membaca sastra. Pengalaman membaca karya sastra secara langsung adalah hal terpentin. Satu-satunya pendekatan dalam pelajaran sastra atau dalam kuliah-kulia sastra adalah hanya dengan membaca karya itu sendiri. Dari bacaan-bacaan sastra maka berbagai konsep, berbagai teori sastra akan ditemukan. Dengan membaca sastra secara langsung berarti sudah mengajar dengan pendekatan literasi dalam hal ini khususnya literasi sastra. Literasi sastra adalah kegiatan membaca karya sastra secara tekun. Pembaca langsung memasuki dunia sastra suatu bangsa. Literasi sastra adalah penting sebagai pendekatan pengajaran sastra secara praktis dan teknis.
Literasi sastra, dalam hal ini, dapat dikaitkan dengan pengajaran berbasis proyek, adalah karya sastra yang dibaca oleh siswa. Tindakan dalam proyek tersebut adalah membaca karya sastra. Pengajaran berbasis proyek dengan pendekatan literasi adalah pengajaran sastra dengan menekankan pada aktivitas membaca secara langsung karya sastra dan berkelanjutan dengan suatu target (sebuah buku novel), dibaca oleh siswa/mahasiswa secara berkelanjutan sesuai dengan jadwal. Selama proses pembacaan tersebut ada cara-cara yang dilakukan. Dari hasil pembaca tersebut maka siswa akan mendapat berbagai hal baru.
Apa saja yang didapat dalam pelajaran berbasis proyek? Yang paling awal, mengenalkan mahasiswa dengan novel yang dipilih dari Khazanah sastra suatu bangsa. Kedua, adalah mahasiswa menyusun rencana proyeknya secara sistematis dan berkelanjutan, sampai pada batas waktu tertentu. Pberbasis proyek sangat terikat oleh waktu. Waktu ditentukan oleh kalender belajar yang disediakan di kampus, misalnya untuk di kampus jumlah jam tatap muka tersebut kurang lebih sebanyak 14 kali. Selama itu siswa atau mahasiswa akan menyusun agenda atau rencana kegiatan belajarnya. Proyek ini berbasis pada karya sastra dan aktivitas membaca.
Pembelajaran berbasis proyek adalah kegiatan belajar dari suatu kegiatan tertentu, dimana mahasiswa mendapatkan pengetahuan-pengetahuan teori sastra. Mahasiswa akan bisa merancang bagaimana menjadwalkan membaca sehingga pada target waktu yang telah ditetapkan mencapai tamat dalam membaca novel yang pilihannya di awal perkuliahan. Mahasiswa mendapatkan pengalaman membaca. Mahasiswa juga mendapat berbagai cara mendapatkan pengetahuan. Yang terpenting dari pendekatan pembelajaran berpendekatan literasi sastra berbasis proyek, mahasiswa akan mendapatkan pengetahuan secara langsung dari data karya yang dibacanya. Y
Yang membedakan pembelajaran berbasis proyek dengan pembelajaran ceramah; dalam pembelajaran ceramah teori-teori, konsep-konsep sastra, dan segala unsur strukturnya, sudah diberikan secara nyata dan langsung oleh dosen. Tetapi, pada pembelajaran berbasis proyek ini pengajar atau dosen hanya menyediakan teknik-teknik membaca kepada mahasiswa. Kemudian mengarahkan, mendampingi, membantu dan menjelaskan serta memicu mahasiswa untuk memunculkan konsep-konsep itu dari bacaan mereka yang dijadikan materi atau bahan proyek belajar. Contohnya ketika membaca suatu karya sastra dan di dalam karya sastra ada teori tentang tema; lalu dosen mengajak mahasiswa membaca paragraf pertama dari suatu novel yang dipilihnya. Dibaca paragraf pertama. Dosen menegaskan bahwa hal apa yang dibicarakan di dalam paragraf pertama adalah tema.
Cara menemukan apa yang dibicarakan dalam paragraf suatu novel di bagian-bagian awal juga tidak mudah bagi pembaca awal. Karena itu. Menemukan tema sama dengan menemukan kata yang paling banyak diulang di dalam paragra. Kata yang paling banyak dijelaskan oleh kata lain. Kata yang paling banyak diacuk oleh kata lainnya. Kata ini adalah pusat ”galaksi” atau pusat rotasi. Dengan konsep ini, tema alinea pertama novel Ronggeng Dukuh Paruk (Catatan buat Emak) adalah kekeringan. Kata ini menjadi pusat kata-kata lainnya pada paragraf itu.
Menemukan tema adalah sebuah kegiatan operasional dan nyata dan bukan kegiatan interpretasi, menduga, menebak-nebak. Cara menemukan tema sangat mudah bahwa di setiap paragraf ada hal penting yang dibicarakan. Jadi, menemukan tema suatu karya sastra tidak harus ketika selesai membaca novel. Tema ditemukan dengan cara mulai digali sejak paragraf pertama. Satu paragraf mungkin mengandung satu pokok pembicaraan. Dua paragraf mungkin mengandung pembicaraan yang sama. Tiga paragraf mungkin mengandung topik pembicaraan yang sama. Karena itu, secara cermat tema suatu paragraf bisa menyebar dan akan membentuk tema dari suatu novel. Sejatinya novel tidak mengandung satu tema.
Novel yang terdiri dari tiga jilid berjudul Rongga Dukuh Paruk, terdiri atas berbagai tema. Dan, tema-tema itu semuanya berpusat pada kehidupan Srintil sehari-hari di Dukuh Paruk. Semenjak menjadi yatim piatu karena ibu bapaknya ikut terbunuh dalam keracunan tempe bongkrek. Srintil menjadi menjadi pilihan indang ronggeng, menjalankan kewajiban sebagai ronggeng dan menjalani prostitusi menjadi seorang pelacur padukuhannya. Selanjutnya Srintil dan kelompok ronggengnya terseret oleh peristiwa G30S PKI. Srintil menjadi tahanan politik. Setelah bebas Srintil menemukan harapan baru dalam hidupnya, untuk menjadi perempuan somahan (menikah, mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak). Pada saat bersamaan Rasus hadir di Dukuh Paruk seperti bayang-bayang. Setelah Srintil tahu bahwa Bajus sama dengan Waras (anak laki-laki satu-satunya juragan singkong dari Alaswangkal yang beberpa waktu sebelumnya pernah ditangani Srintil dalam posisinya sebagai gowok karena Warasa tidak mampu menjadi laki-laki perkasa); Srintil amat kecewa dan gila.
Semua peristiwa cerita berpusat pada perjalanan hidup Srintil. Srintil adalah tema besar trilogi Ronggneg Dukuh Paruk. Srintil adalah pusat rotasi cerita. Perjalanan hidup Srintil terentang pada tiga buku Ronggeng Dukuh Paruk. Pada setiap Setiap bab memiliki tema tersendiri. Buku Ronggeng Dukuh Paruk (Catatan buat Emak) menceritakan lahirnya ronggeng dan ini adalah kehidupan yang dijani Srintil. Pada buku ini muncul dualisme tema. Di samping pergulatan hidup dan penyerahan diri Srintil untuk menjadi ronggeng bagi dukuhnya, ada obsesi Rasus dalam menemukan dimana makam ibunya. Sampai pada akhir cerita ketika sebelum malam bukak kelambu, menjelang cerita di bagian ini ditutup, Rasus masih membangun obsesi ibunya pada Srintil.
Tema pada bab dua (buku dua, Lintang Kemukus Dini Hari) adalah pertanda atau sasmita alam bahwa akan ada tragedi berdarah di tanah Jawa (Indonesia) dan tragedi itu melibatkan orang-orang Dukuh Paruk. Pada baba tiga Srintil Gila karena harapannya untuk menjadi istri Bajus tidak terkabul. Ahmad Tohari memberi judul buku ketiga dengan Jantera Bianglala, bulan yang dikelilingi pelangi sebagai sasmita alam yang menandakan hal buruk akan terjadi: Srintil Gila
Begitulah teknik menentukan tema. Tema tidak bisa dijelaskan oleh guru atau dosen. Tema harus ditemukan sendiri melalui proses pembacaan oleh murid/mahasiswa. Proses pembacaan ini ditetapkan dalam suatu pendekatan pelajaran sastra yang disebut dengan pembelajaran sastra berbasis proyek. Membaca menjadi hal yang sangat penting. Mengenal karya sastra secara langsung dan itulah yang disebut dengan literasi sastra. Literasi sastra adalah pemilihan bahan bacaan sastra untuk dijadikan bahan bacaan dalam menggali pengetahuan sastra/fiksi di dalam pengajaran berbasis proyek.
Dengan berbasis pada pendekatan literasi sastra; inti kegiatan adalah membaca; mahasiswa akan mendapatkan pelatihan membaca. Bagaimana cara membaca. Cara membaca ini yang paling penting untuk mahasiswa awam. Membaca secara bergiliran adalah setiap mahasiswa membaca satu paragraf kemudian dibahas bersama dosen. Apa yang dibaca; apa yang dimaksud dengan ini apa yang dimaksud dengan itu yang ditemukan dalam paragraf yang dibaca. Di sini dosen akan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dan dapat menjelaskan pula bahwa membaca adalah suatu pengalaman yang menarik. Bacaan yang menarik adalah bacaan yang penting berupa karya sastra yang bermutu tinggi; memberikan banyak kemungkinan baru. Ada standar tinggi yang ditawarkan oleh karya sastra tersebut.
Jadi pembelajaran berbasis proyek dengan berbasis pada literasi sastra memiliki beberapa manfaat. Pertama, mahasiswa akan mengenal kekayaan sastra bangsa yang bermutu tinggi. Kedua, mahasiswa terlatih cara membaca suatu bacaan sastra yang. Ketiga, mahasiswa mampu menemukan konsep-konsep teori sastra, konsep-konsep teori fiksi dengan cara langsung bukan melalui ceramah dari dosen.
Jadi lewat karya sastra yang dibaca, mahasiswa menemukan unsur-unsur karya sastra seperti tema, ada tokoh atau karakter, seting. Namun proses penemuan itu tidak terjadi sekaligus seperti dalam ceramah, semuanya terjadi dalam waktu yang singkat. Dalam proses pembelajaran berbasis proyek dengan menggunakan pendekatan literasi sastra, teori-teori sastra itu dibangun dalam proses pembacaan dalam, sepanjang proses perkuliahan sehingga mahasiswa dapat menemukan perkembangan konsep-konsep fiksi dalam dirinya; dapat menemukan hal-hal baru yang belum ditemukan. Semua itu berangkat dari novel yang dibaca yang dijadikan bahan proyeknya. Ada persyaratan penting dalam pembelajaran sastra berbasis proyek: pemilihan karya sastra; menentukan bagaimana pendekatannya yaitu literasi sastra; mengasah keterampilan membaca; keempat adalah mengolah teori konsep-konsep temuan-temuan yang ada di dalam novel untuk dijadikan konsep teori sastra.
Di tengah kurangnya minat kepada sastra karena banyaknya pilihan teks digital, pendekatan ini bisa jadi sangat penting hanya saja dosen tidak boleh ikut-ikutan percaya dengan stigmasi yang dibangun oleh teknologi. Bahwa mahasiswa tidak menyukai karya sastra kertas. Mungkin itu benar tetapi itu adalah tantangan dan bukan untuk diambil hati. Bahwa ada pandangan mahasiswa tidak suka membaca karya sastra karena terjadinya disrupsi sastra, disrupsi teks bacaan atau teks cetak oleh teks digital; mungkin betul. Tetapi dosen harus memiliki peluang baru mencoba mempertanyakan kembali, lalu merumuskan tawaran-tawaran kepada mahasiswa.
Karena itulah dosen tidak mudah percaya dan tidak boleh terlalu mempercayai trend perkembangan teknologi. Tidak selamanya teknologi itu mampu memberikan target-target yang terbaik yang ingin dicapai manusia. Jika sebuah teknologi memberikan kekurangan, menemukan kekurangan teknologi itu adalah hal penting dan kekurangan itu mungkin tidak bisa didapatkan pada teknologi terbaru; karena kekurangan itu hanya bisa diatasi oleh teknologi sebelumnya; dosen harus mampu kembali dan tetap bertahan pada teknologi sebelumnya.
Dalam pelajaran sastra berbasis proyek ini; ketika mahasiswa tidak bisa membaca secara mendalam dan menemukan bacaan-bacaan sastra bangsa yang bermutu tinggi, maka dosen harus berani kembali menawarkan pendekatan-pendekatan konvensional seperti membaca sastra dari kertas, dari buku yang sangat konvensional. Justru dari yang konvensional ini ada keunggulan yang bisa dipadukan sehingga teks sastra cetak bukan berarti ditinggalkan.Membaca dengan begitu khusuk tidak serta merta ditinggalkan tetapi harus dilengkapi dan dipadukan dengan membaca digital.
Dari pembelajaran sastra berbasis proyek yang penulis praktikkan pada dua kelas universitas, ternyata mahasiswa bisa diajak dan diarahkan untuk membeli buku bacaan sastra (cetak) secara online. Harganya sangat murah. Novel Ronggeng Dukuh Paruk seharga Rp 25.000 (bebas ongkos kirim). Ini adalah kesempatan mendapatkan buku yang murah. Pada setelah pertemuan pertama, mahasiswa melakukan kegiatan memperoleh bahan bacaan. Mereka dapat dibantu oleh toko buku online dan mereka membeli sendiri. Sekarang waktunya buku tersebut dimulai dibaca. Bagaimana membacanya dan bagaimana membangun konsep adalah tahap selanjutnya dalam pembelajaran berbasis proyek dengan pendekatan literasi sastra. [T]
Penulis: I Wayan Artika
Editor: Adnyana Ole
BACA esai-esai lain dari penulis I WAYAN ARTIKA