CUACA sangat tidak menentu. Di wialaah Tejakula, tempat saya tinggal, hujan di sisi timur tapi panas di sisi baratnya. Pun demikian di Denpasar cuaca sempat sangat panas meski di Buleleng hujan lebat, atau sebaliknya.
Tapi saya tidak akan berbicara tentang cuaca, hujan dan angin kencang. Saya ingin menulis tentang seorang anak muda yang sejujurnya telah membantu untuk meyakinkan generasinya bahwa bekerja tidak harus ke kota atau bahkan menjadi PNS.
Seperti biasa, saya nongkrong di Pagi Motley Studio, sebuah tempat yang lebih banyak menyediakan jasa pencelupan di Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula. Saya berbincang dengan salah satu pekerja muda. Namanya Gusti Ngurah Panca Prasetya.
Anak muda berusia 19 tahun itu berasal dari Desa Bondalem, masih di wilayah Kecamatan Tejakula. Ia sudah bekerja setahun di studio itu sebagai pegawai celup internasional.
Ya, kata “internasional” di situ menunjukkan bahwa hasil celupannya dibawa dan dipesan oleh kalangan internasional. Sebut saja dari Jepang, Eropa , Australia dan Amerika.
Ngurah Panca sempat bekerja di Denpasar, tapi kemudian memutuskan untuk bekerja di desa, dekat dengan rumah dan suasana yang menyenangkan di lingkungan kerja.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/don-rare.-ngurah2-472x1024.jpg)
Ngurah Panca di Pagi Motley Studio, Sembiran, Tejakula, Buleleng | Foto: Nadiana
Panca menuturkan ketimbang bekerja di kota, ia lebih nyaman bekerja di desa. Pendapatannya saat ini malah bisa ditabung dan mencicil kendaraan bermotor.
“Saya mendapatkan gaji Rp. 2.500.000 per bulan belum bonus di sini,” terangnya.
Di Denpasar gajinya tak ada sisa untuk ditabung. Semua habis untuk saya sewa kos, biaya makan dan lain-lain.
Setelah tamat dari salah satu SMA negeri di Tejakula, Ngurah sempat bekerja pada usaha yang bergerak di produksi juice buah. Sebagai seorang gamer (hobi bermain game), Ngurah adalah contoh bagaimana bisa mengadaptasi kekinian dengan pekerjaan, sekaligus memberi contoh bagi generasi sejawatnya untuk tetap mencelupkan hidup di masa kini untuk warna masa depan yang lebih cerah
Adalah sejumlah hal yang tidak bisa dipisahkan untuk mengurangi urbanisasi, yang akhirnya semua mengerti, bahwa urbanisasi itu akhirnya menimbulkan masalah-masalah sosial, lingkungan di kota-kota.
Antara lain, dengan melakukan hal-hal nyata di desa-desa. Misalnya, membuat usaha dan berjuang bersama-sama dan memberikan dampak nyata bagi sesama. Ngurah Panca salah satu dari tidak banyak anak muda yang mau bekerja di desa dengan pertimbangan menuju masa depan.
Jika bekerja didasarkan pada banyaknya gaji mungkin saja di kota akan lebih menjanjikan bahkan di luar negeri. Tetapi jika bekerja adalah juga persoalan kenyamanan, pemberdayaan dan menjadi pelopor di tanah kelahiran, barangkali pilihan untuk bekerja atau menciptakan lapangan pekerjaan di desa adalah hal yang luar biasa.
Banyak sekali kita dengar dengungan jargon-jargon pemberdayaan, UMKM dan support lokal yang masih menjadi kata pemanis oleh pemangku kebijakan. Dari Ngurah Panca, kita belajar mengurangi urbanisasi, adalah bekerja dan melihat peluang di desa.
Tentunya ini persoalan yang luar biasa pelik tapi teman-teman banyak yang secara organik telah menciptakan lapangan pekerjaan untuk komunitas di desa. Pagi Motley salah satunya. Jika ingin desa berdaya harus ada orang yang tinggal di desa dan mendapatkan hasil ekonomi dari kegiatan atau usaha di desa.
![](https://tatkala.co/wp-content/uploads/2025/02/don-rare.-ngurah3-472x1024.jpg)
Suasana kerja di Pagi Motley Studio | Foto: Nadiana
Ternyata masih saja ada hal-hal yang ersifat semu. Misalnya, masih ada yang berbangga ketika desa, UMKM, dan orang-orang yang berbuat untuk desa, asik difoto dan disampaikan ketika ada pameran dan penjabat datang. Selebihnya ya, pejabat itu menghilang seperti jamur di musim kemarau.
Jika ada data atau catatan berapa angka pekerja di kota, harusnya ada catatan angka yang bekerja di desa. Dan kalau memang yang peduli hanya itu-itu saja, berarti kemanuan, pemberdayaan dan UMKM hanya cerita muaiman saja.
“Tetapi harus tetap semangat,” kata Ngurah Panca sambil mencelup kain dengan pewarna alami, pewarna dari bahan-bahan alami yang didapatkan di desa. [T]
Penulis: Nyoman Nadiana
Editor: Adnyana Ole