DIALEK bahasa Bali akhir-akhir ini dijadikan sumber humor berbagai bentuk pertunjukan seni di Bali. Humor yang berasal dari dialek ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mencerminkan keragaman budaya, kehidupan sosial, dan identitas komunitas masyarakat Bali. Masing-masing dialek memiliki karakteristik unik yang mencerminkan identitas dari daerah mana seseorang itu berasal.
Dahulu ada dialek bahasa Bali yang dianggap mempunyai kedudukan yang lebih prestisius sehingga masyarakat yang merantau ke Denpasar mereka serta merta mengubah logat bahasanya menjadi logat bahasa Bali dialek Denpasar. Masyarakat dari luar Denpasar yang bekerja di Denpasar agak sedikit canggung menggunakan dialeknya. Hal ini terkadang menjadi bahan olok-olok sehingga mereka megubah logat bicaranya dan ketika mereka kembali ke kampung halamannya, mereka mempertahankan penggunaan logat tersebut.
Perkembangan teknologi komunikasi dan kecanggihan alat komunikasi membawa perubahan bahwa saat ini tidak ada lagi pandangan yang menganggap bahwa dialek bahasa Bali Denpasar sebagai dialek yang prestisius. Hal ini terjadi tidak terlepas dari peran media sosial. Banyak masyarakat yang menjadi konten kreator dengan menggunakan dialek bahasa dari mana mereka berasal.
Pekerja migran Bali yang bekerja di beberapa negara, di tengah kesibukannya, meluangkan waktu membuat konten tentang pengalamannya bekerja dengan menggunakan bahasa Bali Dialek Buleleng, ada menggunakan bahasa Bali dialek Karangasem (Seraya), Buleleng, Bangli dan dialek yang lainnya. Fenomena ini menarik perhatian netizen. Demikian pula dalam seni pementasan drama, calon arang, bondres pemain (punakawan) menggunakan dialek tertentu untuk menciptakan kehumoran dalam pementasan.
Penggunaan dialek bahasa Bali dalam seni pertunjukan sebagai humor merupakan fenomena yang cukup umum, terutama dalam konteks pementasan seni pertunjukan tradisional. Ada beberapa alasan mengapa dialek bahasa Bali sering digunakan untuk menciptakan efek humor.
1. Karakteristik Suara dan Intonasi:
Dialek bahasa Bali memiliki intonasi dan ritme yang unik. Hal ini terdengar khas dan lucu. Pengucapan dan tekanan pada kata-kata tertentu dalam dialek tersebut digunakan untuk memantik kehumoran dalam pementasan.
Saat ini pementasan Calon Arang masih diminati di Bali. Salah satu adegan yang dinantikan dalam pementasan tersebut adalah kekocakan punakawannya. Salah satu untuk menciptakan humor, punakawan-punakawan misalnya menggunakan dialek bahasa Bali Jembrana.
Beberapa isu menarik dalam bidang fonologi dalam Bahasa Bali Dialek Jembrana (BBDJ) dapat diamati dalam beberapa situasi kebahasaan. Pertama, adanya proses fonologis yang disebut pelesapan bunyi pada kata yang berakhiran fonem /n/. Contoh pelesapan bunyi /n/ di lingkungan fonologis akhir kata pada Bahasa Bali Dialek Standar (BBDS) seperti:
Selain pelesapan fonem /n/, fonem /ŋ/ juga lesap di akhir kata setelah morfem terikat. Contoh pelesapan ini adalah:
Pelesapan bunyi ini yang menjadi salah satu ciri khas BBDJ, dipakai untuk menciptakan efek humor dalam pementasan.
2. Stereotip Budaya:
Dalam konteks komedi, terkadang digunakan stereotip budaya tertentu untuk menambahkan humor. Dialek bahasa Bali mungkin diasosiasikan dengan stereotip tertentu yang digunakan untuk menggambarkan karakter-karakter yang ceria, ceplas-ceplos dan bicara apa adanya. Hal ini dapat dicermati pada penampilan Bondres Rare Kual Buleleng dan Bondres Dwi Mekar Buleleng. Apa yang dikatakan oleh pemain hanya membahas topik yang sangat sederhana karena intonasi dan kekhasan dialek bahasa Bali Buleleng membuat penonton (terutama yang berasal dari luar Buleleng) tertawa.
Namun, penting untuk memastikan bahwa penggunaan dialek bahasa Bali dalam pementasan dilakukan dengan cara menghormati guyub tutur, tidak menyinggung atau merendahkan guyub tutur tersebut. [T]
Baca artikel lain dari penulisSUAR ADNYANA