DI pagi yang terik, sinar matahari memancar dengan gemilang, menyulut semangat namun juga mengundang peluh untuk membasahi wajah yang terpapar cahaya hangatnya. Angin berdesau sangat kencang.
Bersama ombak yang ganas, berkumpul 150 orang, terdiri dari TNI, Polri, BPBD dan TRC, BMKG Pusat, BMKG Bali, Perwakilan UNESCO, PMI Kabupaten Buleleng, BASARNAS Buleleng, Perbekel/sekdes Pengastulan dan elemen masyarakat Desa Pengastulan, Kecamaan Seririt, Kabupaten Buleleng. Mereka berbondong-bondong berkumpul di titik kumpul, bersiap-siap mengikuti serangkaian proses simulasi bencana gempa dan tsunami, Jumat (26/04/2024).
Mereka berkumpul, menunggu arahan. Sebelum skenario dimulai, mereka yang berperan menjadi warga melakukan aktifitasnya masing masing. Ada yang duduk di tepi pantai sembari melirik ke sana-ke mari. Ada yang sibuk dengan gadget-nya. Ada yang bergosip dan ada pula yang mondar-mandir tidak jelas.
Tidak berselang lama, ada imbauan dari tempat mereka berkumpul sebelumya. “Gempaa! Gempa! Gempa! Tetap tenang! Tetap tetang! Lindungi kepala! Lindungi kepala!” Suara itu terdengar nyaring.
Simulasi evakuasi gempa dan tsunami | Foto: Swandewi
Murid-murid yayasan pendidikan Al-Huda Pengastulan sedang menerima pembelajaran di kelas. Mendengar imbauan, mereka berlindung di bawah meja dengan tertib, sampai situasi aman. Jika gempa terjadi saat berada di dalam bangunan sebisanya mencari daerah yang jauh dari kaca, lemari, karena dapat menimpa.
Jika situasi sudah aman, segera menuju titik kumpul di daerah yang lapang dan terhindar dari bangunan dan pepohonan. Tubuh tetap dalam posisi merunduk dengan tetap melindungi kepala. Satu tangan diletakkan di kepala, dan tangan lainnya di letakkan di belakang leher.
Selain hanya menggunakan tangan, jika ada tas, papan, atau benda lain yang dapat dipergunakan untuk melindungi kepala. Namun, tetap berhati-hati agar terhindar dari cedera baik itu bagi diri sendiri maupun orang lain.
Tunggu imbauan dari BMKG, apakah gempa berpotensi tsunami atau tidak. Pastikan seluruh anggota keluarga sudah lengkap. Dan tetap tenang. Jika sirine Early Warning System (EWS) peringatan bencana tsunami berbunyi berarti gempa berpotensi tsunami. Dalam simulasi kali ini, hanya menggunakan sirine toa. Dalam skenario yang dibuat, dikatakan bahwa gempa berpotensi terjadi tsunami.
Masyarakat berbondong-bondong menuju tempat evakuasi yang telah ditentukan, yakni di Kantor Desa Pengastulan. Mereka mencoba untuk mengukur kemampuannya dalam berlari apakah bisa kurang dari empat menit menuju tempat evakuasi sementara yang diperkirakan paling lama hingga tujuh menit.
Simulasi evakuasi gempa dan tsunami | Foto: Swandewi
“Menurut peta evakuasi, golden time hanya 4 hingga 8 Menit,” ucap I Ketut Sudiarta selaku koordinator bidang Observasi Badan Meteorologi Geofisika (BMKG) Stasiun Denpasar. Desa Pengastulan hanya mendapat waktu maksimal 4 menit untuk menyelamatkan diri dari bencana tsunami.
Di lihat dari permukaan wilayah Desa Pengastulan, daerahnya yang datar membuat air lebih cepat memasuki pemukiman. Saat itu, warga terlihat begitu antusias mengikuti simulasi, mereka bersenang-senang namun tidak melewatkan arahan yang di berikan.
Di tempat evakuasi terlihat warga Pengastulan berteduh dan mengistirahatkan diri. Ada yang sampai terengah-engah. Dengan baju yang basah karena keringat, mereka bersandar di tembok sembari terus menyeka keringat yang tidak berhenti menetes. Ada yang masih kuat berdiri sembari bergurau dengan kawannya.
Selang beberapa lama, warga berkumpul kembali. Simulasi diakhiri dengan pelaporan jumlah warga. Apakah ada yang hilang atau lengkap.
Di Desa Pengastulan sendiri memiliki tiga tempat evakuasi sementara. Zona aman, yakni di Kantor Desa Pengastulan dengan kapasitas menampung 500 orang dengan waktu tempuh lima sampai tujuh menit.
Kemudian, Masjid Taufiqurrahman, tempat evakuasi yang paling dekat dengan pesisir pantai dengan kapasitas 50 orang. Dengan waktu tempuh satu sampai dua menit.
Terakhir, di Balai Desa Pakraman Pengastulan dekat dengan pesisir sungai dengan kapasitas 20 orang. Di Balai Banjar Dinas Purwa dialokasikan bagi masyarakat disabilitas dan lansia, dengan waktu tempuh satu sampai empat menit.[T]
Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) ditatkala.co.
Reporter: Gusti Ayu Putu Sri Swandewi
Penulis: Gusti Ayu Putu Sri Swandewi
Editor: Jaswanto