BICARA pembangunan, orang selalu dihebohkan dengan jembatan kokoh, besar, tinggi dan panjang dengan biaya yang tentu saja fantastis.
Tapi di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, masyarakat kini sangat senang dengan adanya jembatan kecil, mungil, yang terbuat dari besi dengan alas bedeg (anyaman bambu). Tentu saja, karena jembatan itu sungguh-sungguh berharga bagi warga desa.
Jembatan itu diresmikan Selasa 19 Pebruari 2024, dengan acara yang sangat sederhana, khas kesederhanaan warga desa. Jembatan itu memang ditunggu-tunggu sejak lama.
Itu bukan jembatan mobil, atau sepeda motor. Itu jembatan khusus pejalan kaki. Warga dari pemukiman di pusat desa, ketika hendak ke air terjun atau ke areal pelukatan atau ketika hendak bekerja di kebun, akan menggunakan jembatan itu sebagai penghubung yang amat bernilai.
Ceritanya, dulu, ada jembatan sederhana di situ, namun suatu hari tanahnya longsor. Akses dari desa untuk menuju ke kawasan air terjuan Yeh Mampeh, terputus. Sehingga warga harus turun ke sungai untuk bisa menyeberang. Jika sungai banjir, atau airnya besar, warga tak bisa lewat.
Jembatan itu memang berharga. Apalagi air terjun Yeh Mampeh Desa Les sudah dikenal sebagai obyek wisata yang digemari wisatawan karena suasananya sejuk dan alami. Nah, jika ada jembatan dari anyaman bambu itu, maka lengkaplah daya tarik wisata di desa itu. Jembatan itu bisa dijadikan obyek untuk swafoto alias selfie.
Jembatan itu bisa sebagai ikon wisata desa karena bentuk dan bahannya cukup unik.
Jembatan itu terwujud berkat kolaborasi antara Pemerintah Desa Les, Banjar Adat Les dan CSR dari PNM.
Perbekel Desa Les Gede Adi Wistara mengatakan bahwa terwujudnya jembatan pedestrian sudah menjadi harapannya sejak dulu.
Peresmian jembatan di Desa Les, Tejakula, Buleleng | Foto: Dok Desa Les
Bersyukur sekali banyak pihak membantu desa kita, ungkapnya. PNM memberikan dana CSR sejumlah Rp. 50.000.000 , Banjar Adat Les memberikan dana Rp. 15.000.000.
Jembatan ini terbuat dari plat baja dan dikombinasikan dengan ulatan (anyaman) bambu berupa bedeg.
“Selain mampu membuat jarak waktu lebih singkat, jembatan ini juga bisa menjadi Icon baru untuk berswafoto jika berkunjung ke kawasan wisata Yeh Mampeh,” kata Adi Wistara.
Terlebih jalur Pelukatan “Toya Anakan” menjadi satu kawasan menuju air terjun Desa Les. Sehingga jembatan itu juga berguna bagi warga yang hendak mencari tirta (air suci) saat upacara agama.
“Kepedulian warga desa dan semua orang yang terlibat sudah sepatutnya menjaga semua potensi yang di miliki oleh desa,” kata Adi Wistara.
Seluruh stake holder, terlebih pelaku pariwisata di Desa Les harus terus menjaga, mengembangkan dan berinovasi terkait terobosan wisata yang ramah untuk masyarakat dan lingkungan. Les itu adalah cinta, maka apa pun itu cintailah. [T]