26 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Maksan dan Moncong Senapan Belanda | Cerpen Helmy Khan

Helmy KhanbyHelmy Khan
January 27, 2024
inCerpen
Maksan dan Moncong Senapan Belanda | Cerpen Helmy Khan

Ilustrasi tatkala.co

PECAHNYA pertahanan Sumenep di daerah Cen-lecen membuat suasana semakin mencekam. Belum lagi masalah ketimpangan persenjataan antara pasukan Belanda dan pejuang setempat membuat pertempuran tak seimbang. Tak sedikit darah pejuang tumpah di atas tanah Sumenep.

Angin mati di pucuk siwalan. Daun-daun perdu menjadi saksi kegelisahan rakyat atas invasi penjajah yang semakin bergerak ke arah timur. Kabar terkini, desakan pasukan Belanda telah menyisir wilayah timur bagian pulau Madura melalui poros tengah. Runtuhnya pertahanan di daerah Kadur Pamekasan mendorong pasukan Belanda semakin dalam menaklukkan Pulau Garam itu, hingga ke Sumenep.

Kabar di atas rupanya bukan hanya sekadar kabar burung. Menjelang salat zuhur, Durahman kembali ke kampung halamannya setelah beberapa hari bermalam di kawasan Guluk-Guluk. Dia bertutur pada Maksan bagaimana gentingnya pertahanan Kompi Mobile Brigade (MB) Pimpinan Ajun Inspektur R. Abd. Kadir saat berusaha menghalau laju pasukan Belanda. Akan tetapi usaha itu sia-sia dan perlahan pasukan yang ditangani oleh R. Abd. Kadir terpaksa mundur untuk meminimalisir jumlah personel agar tidak gugur.

Ambisi Belanda menaklukkan Sumenep semakin besar. Di samping itu, kini beredar isu, ambisi di atas dilatarbelakangi oleh dugaan bahwa Sumenep merupakan benteng dan basis pertahanan pasukan pejuang dalam mempertahankan Pulau Madura. Atas dasar itu mereka semakin gencar melakukan aksinya agar para pejuangan secepat mungkin bisa dilumpuhkan dan Madura bisa dikuasai seutuhnya.

Setelah menaklukkan pertahanan di Pamekasan, secara perlahan Belanda mempersempit ruang gerak para pejuang dan mendesak semakin jauh hingga masuk ke perbatasan Sumenep. Poros tengah Sumenep yang meliputi Desa Cen-lecen, Bakeong, Dungdang, dan Guluk-guluk kini dalam keadaan darurat. Jika Belanda semakin membabi-buta, bukan tak mungkin apa yang dinginkan akan segera terwujud. Mendengar itu kengerian timbul dalam kepala Maksan. Apa yang disampaikan Durahman membuat bulu kuduknya berdiri, dia tak bisa membayangkan apa jadinya jika Sumenep benar-benar jatuh ke tangan penjajah.

“Kapan kau akan kembali lagi ke sana?” tanya Maksan pada kawan karibnya itu.

“Sebelum magrib. Agar perjalanan ke sana lebih aman,” jawab Durahman singkat.

“Ajaklah aku ke sana. Aku tidak bisa terus-menerus berada di sini.”

“Apa kamu yakin. Bagaimana dengan keadaanmu?” Tatapan Durahman tertuju pada mata Maksan yang berkaca-kaca.

Apa yang ditanyakan oleh Durahman membuat Maksan bergeming. Dia sadar bahwa saat ini dia berada dalam tahap pemulihan, lantaran selongsung peluru bersarang dalam betisnya pada suatu malam yang buta.

Maksan menghela napas panjang. Sepoi angin dari arah tenggara menyibak rambutnya. Tatapan maksan jauh tertuju ke angkasa, ingatannya berkeliaran pada suatu ingatan saat dia berada di medan perang satu bulan yang lalu. Kala itu, usia Maksan baru genap menginjak umur enam belas tahun dan dia terpaksa turut serta terjun melawan penjajah bersama ayahnya.

Di medan perang, dia ditugaskan membantu mengamankan atau membawa sejumlah senjata yang mampu dia bawa, saat para pejuang menyisir area pertahanan yang masih bisa diselamatkan dari tangan penjajah. Akan tetapi, malam itu dia terkena letusan peluru yang keluar dari moncong senapan Belanda yang membuntuti pergerakannya di Desa Kertagenna, perbatasan Pamekasan-Sumenep.

Rintik hujan malam itu menjadi saksi kebiadaban pasukan Belanda terhadap para pejuang yang berhasil ditangkap setelah meninggalkan benteng pertahanan di kawasan Kadur. Peristiwa mencekam itu hanya menyisakan dirinya seorang. Sedangkan ayah dan dua pejuang lainnya hilang tanpa jejak.

Maksan cukup ingat bagaimana kekejaman Belanda saat menyeret ayahnya malam itu. Jika bukan karena ayahnya, mungkin saja dia telah tamat. Meski malam semakin pekat dengan gelapnya, dia bisa melihat ketulusan dari pengorbanan seorang ayah yang sama besarnya pada tanah airnya. Sedetik kemudian setelah peluru bersarang dalam betisnya, dia dibopong menyusuri jalan setapak dan berbatu. Maksan hampir saja menyerah dan terlihat pasrah jika harus dieksekusi. Akan tetapi ayahnya bertekad tinggi, bahwa dia harus selamat dan tak boleh gugur di usia yang terbilang cukup muda.

Derap langkah pasukan Belanda terasa semakin dekat. Getaran dari hentakan sepatu mereka menjejak tanah dengan kerasnya. Maksan terbaring dengan kaki terluka, ayahnya terkulai lemas di samping anak lelakinya. Beberapa detik kemudian, usai bibirnya mendarat di kening Maksan, anak lelakinya dilempar ke semak-semak, sedangkan dia dengan napas tersengal berlari ke lain arah untuk mengelabuhi kejaran pasukan Belanda. Dalam keadaan seperti itu Maksan hanya bisa menitikkan air mata tanpa suara.

Tak berselang lama, tiba-tiba bunyi letusan peluru membelah sunyi. Suara erangan terdengar landai bersahutan dengan suara lolongan tengah malam. Dalam posisi terbaring di atas tanah, Maksan merasakan getaran derap langkah berpasang-pasang sepatu menjejak tanah. Mereka menyeret ayahnya yang telah tak berdaya.

“Aku baik-baik saja. Tinggal rasa nyeri saja. Selebihnya sudah membaik,” ucap Maksan sambil menepis ingatan buruk itu.

Setelah bercakap-cakap cukup lama, akhirnya Durahman meninggalkan rumah Maksan. Dalam perjalanan dia dihantui rasa bimbang antara mengikutsertakan dia ke medan perang atau tidak. Durahman merasa tidak tega jika turut membawa Maksan yang kini berada dalam proses pemulihan akibat timah panas yang bersarang di kaki kirinya. Tapi di sisi lain, keadaan di medan perang semakin mencekam dan membutuhkan banyak pasukan.

***

Pertempuran sengit antara pejuang dan pasukan Belanda tak terelakkan di Desa Dungdang. Di mana, ranjau-ranjau yang ditanam di jembatan desa itu bisa diantisipasi oleh para penjajah. Kecerdikan mereka dalam membaca situasi dan kondisi di medan perang sangat peka. Ranjau yang ditanam oleh para pejuang berhasil diidentivikasi sehingga mereka meneruskan perjalanan dengan cara menaruh kendaraan lapis baja di depan regu untuk menyisir tipu daya dari ranjau yang ditanam oleh para pejuang.

Melihat keberhasilan pasukan Belanda melewati medan ranjau, membuat Maksan semakin tak mengerti bagaimana lagi cara menghentikan invasi mereka yang kian mengarah ke jantung Sumenep. Dia tiarap di balik semak belukar, menyaksikan ledakan ranjau yang disisir oleh kendaraan lapis baja.

Meski mereka berhasil melawati medan itu, nyatanya ada pasukan Belanda yang tewas terkena ledakan saat berupaya mengambil ranjau yang ditanam di sekitar lokasi. Saat itu suasana semakin mencekam, lantaran mereka membalasnya dengan hujan peluru dan bola meriam ditargetkan ke tempat di mana para pejuang berada.

Para pejuang mendapat balasan telak usai pasukan Belanda berhasil melintasi jembatan Desa Dundang. Desingan peluru sudah tak terhitung berapa banyak yang telah dimuntahkan oleh senapan milik penjajah. Hujan peluru yang tak terkendali itu membuat para pejuang tiarap di balik pohon-pohon. Sesekali dentuman bola meriam mengguncang tanah dengan kerasnya. Maksan tiarap di samping Durahman yang tak bersuara.

Rupanya usaha pembalasan dari Belanda membuahkan hasil, muntahan pelor dari moncong senapan mereka mengenai dua agen polisi, Moh. Hosen dan Agen Polisi Panidi yang berupaya mundur. Gugurnya dua agen polisi di atas menyiratkan duka mendalam bagi para pejuang. Mereka kembali kehilangan pasukan di tengah usaha Belanda yang semakin membabi buta melancarkan serangan untuk menusuk jantung Sumenep.

***

“Marilah kita kembali bergabung dengan pasukan yang lain,” ajak Durahman pada Maksan yang tetap dalam pengintaian di balik pohon jati.

“Untuk apa kembali? Lagian pemakaman kedua agen polisi sudah dilaksanakan. Tunggulah dulu di sini, kita bertahan sebentar,” jawab Maksan. Beberapa detik kemudian dia membalikkan badan pada Durahman yang jongkok di sisinya.

“Ada yang lebih penting dari ini. Pasukan Belanda lainnya kini tengah bersiap menerjang benteng pertahanan dari sisi utara.”

“Apa?” Kening Maksan mengerut, terkejut atas terjadinya serangan besar-besaran Belanda yang hendak menyerbu Sumenep dari segala penjuru.

Kematian pasukan Belanda berpangkat perwira kemarin menyulut api semakin besar. Markas Batalyon TKR di Ambunten pada akhirnya jebol dan pergerakan Belanda semakin deras melaju ke titik pusat Sumenep. Inilah yang tak bisa dibayangkan oleh Maksan, dia tidak tahu kehancuran seperti apa yang akan terjadi jikalau Belanda memegang alih kekuasaan di Sumenep. Selama ini dia cukup merasakan penderaitaan dan pedihnya rasa kehilangan ayah tercinta di tangan penjajah.

“Pergilah kau ke sana, nanti aku akan menyusul.”

Apa yang dikatakan oleh Maksan membuat Durahman segera bangkit dan meninggalkan tempat pengintaian.

Seorang diri mengintai penjajah membuat Maksan gelap mata. Entah pikiran apa yang membuat dia melakukan aksi tak terencana, menyerang pasukan Belanda yang membawa jasad perwira ke Pamekasan. Meski maksan berhasil menancapkan sebilah keris pada pasukan Belanda, dia harus merelakan tubuhnya menjadi sasaran pelor yang keluar dari moncong senapan. Letusan peluru memekikkan telinga, erangan Maksan terdengar oleh Durahman yang masih belum jauh dari tempat pengintaian. Durahman tertegun melihat kawan karibnya tewas di tangan Belanda. [T]

BACA cerpen-cerpen tatkala.co yang lain

Pesan Cinta untuk Seorang Teman | Cerpen Wahyudi Prasancika
Sedihku Berakhir di Verona | Cerpen Putu Arya Nugraha
Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto
Tags: Cerpencerpen tentang perjuangan
Previous Post

Melali, Menganyam Kehidupan di Mai Kubu Space

Next Post

Sunyi Sebagai Sumber Penciptaan Puisi

Helmy Khan

Helmy Khan

Lahir di Sumenep. Suka menulis cerpen dan sedang belajar menulis. Saat ini aktif di Komunitas Damar Korong. Beberapa karyanya telah tayang di media baik cetak maupun online seperti Kabar Madura, Surau, Scintia Indonesia, Harian Merapi, Rakyat Sumbar, Tanjung Pinang Post, madrasahdigital.com, duniasantri.com, Negeri Kertas, jatimkini.com, semilir, dan takanta.id. Bisa disapa melalui emailnya helmykhan90@gmail.com

Next Post
Sunyi Sebagai Sumber Penciptaan Puisi

Sunyi Sebagai Sumber Penciptaan Puisi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

by Hartanto
May 25, 2025
0
Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

"Seniman adalah wadah untuk emosi yang datang dari seluruh tempat: dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang...

Read more

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” -- Bertolt Brecht PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang...

Read more

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co