DI BEBERAPA daerah di Bali, cengkeh menjadi napas hidup masyarakat. Cengkeh merupakan komoditas dan potensi alam di Bali, termasuk Desa Asah Duren, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana. Di sana, cengkeh tak hanya menghidupi petani, tapi juga penyakap, pemilah, dan pemetik cengkeh.
Tetapi, khususnya di Asah Duren, cengkeh—rempah yang membuat bangsa Iberia, Portugis, dan Spanyol bertikai pada abad 16 dan 17 itu—menghadapi masalah penurunan produksi dan keterbatasan pupuk.
Wajar, sebab pohon cengkeh yang di pupuk akan cepat berbuah bila dibandingkan dengan pohon cengkeh yang tidak dipupuk dan pohon cengkeh genjah (subur) akan berbuah sekitar umur 5 tahun.
Oleh sebab itu, Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, berusaha membantu masyarakat dalam pengembangan budidaya cengkeh di Desa Asah Duren melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) tingkat nasional yang merupakan kolaborasi dari Universitas Warmadewa dengan Universitas Sam Ratulangi, Senin (10/7/2023).
Petani cengkeh Desa Asah Duren bersama akademisi Universitas Warmadewa dan Sam Ratulangi / Foto: Ist
“Selain masalah produksi, kami—para petani—menghadapi masalah ketersediaan pupuk kimia. kami sangat bersyukur hari ini diberikan inovasi pembuatan pupuk organik berbahan serasah,” kata Ketua Kelompok Tani Amerta Masa, Kadek Tedun di sela-sela acara.
Pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Teknologi pengomposan (pupuk kompos) dikembangkan dari proses penguraian material organik yang terjadi di alam bebas. Terbentuknya humus di hutan merupakan salah satu contoh pengomposan secara alami. Tetapi karena prosesnya berjalan sangat lambat, bisa sampai berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, Prodi Agroteknologi berusaha memodifikasi proses penguraian material organik tersebut. Sehingga pengomposan yang dikelola bisa dilakukan dalam tempo yang lebih singkat.
Tedun berharap, dengan adanya inovasi pembuatan kompos berbahan serasah dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Petani juga sangat diuntungkan karena dapat mengurangi biaya penyediaan pupuk.
Petani cengkeh Desa Asah Duren bersama akademisi Universitas Warmadewa dan Sam Ratulangi / Foto: Ist
Sedangkan Kepala Desa Asah Duren, I Nyoman Mandia berharap pendampingan program PKM dapat terus berlanjut sehingga masyarakat mampu terus berinovasi. Katanya, inovasi sangat dibutuhkan masyarakat untuk dapat terus mengembangkan usaha dan dalam upaya mendukung pembangunan di Kabupaten Jembrana.
“Nah ini harapan kami, sehingga nanti untuk bisa menuju Jembrana Emas di tahun 2026,” ungkapnya.
Sementara itu, Camat Pekutatan, I Wayan Yudana meminta agar program pendampingan tidak saja dilakukan di Desa Asah Duren, tetapi juga desa lainnya di Kecamatan Pekutatan. Apalagi akan ada pengembangan Taman Kerti Bali Sentosa di Pekutatan.
“Mudah mudahan melalui program kolaborasi ini berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui kegiatan ini juga bisa memadukan antara pariwisata dan pertanian. Sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan,” paparnya.
Dekan Pertanian, Universitas Warmadewa, Ir. Dewa Nyoman Sadguna, M.Agb menegaskan, melalui kegiatan pengabdian ini, masyarakat dapat membangun dan mengembangkan usahanya. “Pengembangan usaha masyarakat di tingkat desa nantinya dapat menjadi pendorong usaha dalam mewujudkan desa swadaya,” ujarnya.[T][Jas/*]