BALI menjadi pusat pemilik rasa aman. Semua kalangan dari penjuru dunia mengetahui keberadaannya. Keindahan alam, budaya, dan tradisi membawa Bali sebagai salah satu destinasi terbaik di Indonesia.
Penghuni yang ramah tamah menjadi alasan sang pengunjung kembali. Tak henti-hentinya mereka mengatakan kalau Bali dijuluki sebagai the last paradise on Earth atau surga terakhir di Bumi. Selain menawarkan keindahan alam, masyarakat Bali juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan leluhur dan budaya, serta memiliki rasa toleransi yang besar.
Berbicara tentang Bali, maka kita terbawa oleh arus pariwisata yang kian meningkat sepanjang masa. Semua beralih profesi karena lebih menguntungkan. Para pekerja di desa memilih untuk merantau ke kota besar agar mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi.
Mereka berbondong-bondong mencari, menjadi, dan mengikuti peran-peran yang menjanjikan di kota besar. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Bali hanya bergantung dengan turisme?
Bali tidak bergantung pada pariwisata. Di masa pandemi 2021, pariwisata Bali menurun drastis, pekerja di kota pun beralih menjadi petani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Siapa sangka semua profesi berdampak, termasuk petani. Pasar tradisional tutup lebih awal sehingga pasokan berkurang. Petani terpaksa menjual hasil panen kepada tengkulak dengan harga miring.
“Ketika petani adalah orang termiskin di dunia, maka kehidupan terancam,” kata Mba Najwa dalam kanal YouTube pribadinya.
Namun, apapun yang terjadi, petani tetap bekerja dan membutuhkan pekerja. Pertanian masih bisa berdiri dan berbagi. Makanan segar, bersih, dan terawat berasal dari petani. Memberikan perhatian terhadap petani menjadi tugas penting. Jika melihat pandangan orang bahwasanya ini adalah profesi tua yang tidak ada masa depan.
Lalu, pekerjaan apa yang lebih mulia dari petani? Rela kotor dan berada dibawah terik matahari agar menghasilkan pangan untuk warga. Alih-alih diberi penghargaan tapi menuai pro dan kontra.
Padahal semua ini untuk masyarakat, tidak lain dan tidak bukan agar kita tetap bertahan hidup dengan pasokan pangan yang cukup. Apa jadinya jika semua pangan tidak diambil di tanah kelahiran? Semua diimpor dari berbagai penjuru dunia, maka tanah ini tidak ada gunanya lagi. Kekosongan itu akan diambil oleh penguasa dalam sektor pariwisata, contohnya pembangunan villa, hotel, tempat wisata, dan lain-lain.
Keadaan ini direspon oleh generasi muda di Kabupaten Buleleng, Bali. Sekelompok pemuda memanfaatkan teknologi modern untuk bercocok tanam.
Agung Wedhatama mendirikan komunitas bernama Petani Muda Keren (PMK) dan mengajak teman-temannya untuk belajar bertani dengan menggunakan teknologi. Dengan adanya pembaharuan sistem ini, masyarakat khususnya generasi muda tidak perlu takut untuk kotor, karena semua bisa diselesaikan lewat digital. Hal ini akan membuat anak muda tidak berpikir beratus kali untuk menjadi petani.
Petani Muda Keren (PMK) dimulai sejak 2018. Tujuan komunitas ini untuk mengajak anak-anak muda masuk sektor pertanian dengan cerdas. Teknologi yang membawa pertanian Bali semakin meningkat dan hasil pangan pun membaik. Alat yang digunakan ramah lingkungan, tidak akan berdampak buruk untuk bumi dan sekitarnya. Tidak hanya itu, petani pintar dengan smart farming. Meratakan segala pekerjaaan dari hulu ke hilir. Hulu bertani dengan smart farming dan hilir memasarkan dengan teknologi.
Pertanian bukan hanya bercocok tanam, tapi juga mampu menghasilkan pupuk terbaik dan tanah yang subur, sehingga hasil panen memiliki kualitas yang tinggi. Agung Wedhatama juga mengaku di salah satu media massa bahwa ia akan menentang anggapan skeptis masyarakat mengenai sektor pertanian.
Kini, pertanian menjadi perbincangan yang menarik bagi anak-anak muda. Semua bergerak untuk membangun pertanian Bali yang semakin maju. Bahkan banyak kalangan muda memberikan inovasi baru untuk hasil panen petani. Salah satunya membuat makanan dari bahan-bahan organik, seperti YAVA yang membuat cemilan sehat dan bergizi.
YAVA menggunakan gandum utuh, dikombinasikan dengan ciri khas Bali, seperti beras merah, kacang mede, dan berbagai buah kering bahkan cokelat. Ini menjadi salah satu bukti bahwa petani adalah pemegang sektor pangan terbesar.
Pergerakan, pemikiran, dan harapan anak-anak muda terhadap pertanian semakin tinggi, karena adanya dampak untuk masa mendatang terhadap anak dan cucu nanti. Sebelumnya, sebanyak 70% yang menjadi petani hanya orang tua dengan rentan umur 40 ke atas.
Setelah adanya berbagai perubahan dengan penggunaan teknologi dan berbagai kegiatan pengabdian yang mengharuskan adanya inovasi dan kreativitas untuk perbaikan di suatu desa, maka pertanian sebagai salah satu sorotan yang menarik. Semua mengambil celah untuk berperan dalam sektor pertanian sehingga Bali bangkit bahkan terlepas dari kemiskinan dan kelaparan.
Banyak perubahan yang terjadi semenjak pandemi melanda Bali, yang paling terlihat adalah sektor pertanian. Kalangan muda semakin membuka diri untuk menerima bahwa petani bukanlah pekerjaan yang remeh.
Kita sebagai anak-anak muda yang mempunyai kreativitas yang tinggi, sudah seharusnya ikut bergabung dalam memberikan kesejahteraan kepada saka guru pangan, yaitu petani.[T]