Sejak dulu wariga menjadi perhitungan waktu yang menyangkut segala kehidupan masyarakat Bali. Tak saja menyangkut perhitungan untuk kegiatan besar Panca Yadnya, bahkan kegiatan kecil seperti membeli pakaian, kemudian memilih bibit tanaman, memilih membangun rumah di hari yang tepat, semuanya memiliki perhitungan tersendiri.
Hal itu disampaikan Ida Pedanda Gede Buruan dari Griya Sanding Pejeng Gianyar saat menjadi narasumber dalam Kriyaloka (Workshop) Wariga serangkaian Bulan Bahasa Bali IV Tahun 2022 di Wantilan Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (14/2).
Selain Ida Pedanda Gede Buruan, Kriyaloka juga menghadirkan narasumber penekun wariga sekaligus pembuat kalender Saka Bali, I Gede Marayana.
Dalam Kriyaloka itu terungkap bahwa masyarakat Bali dalam melakukan aktivitas sehari -hari, khususunya dalam mencari hari baik masih meyakini pemanfaatan perhitungan waktu secara tradisional Bali yang lebih dikenal Wariga. Walau zaman perlahan berubah, namun masyarakat Bali dengan teguh memegang prinsip menentukan hari baik dalam melakukan suatu kegiatan.
“Wariga itu terdiri dari dua yaitu wariga padewasan (baik-buruk hari) dan wariga tenung (berhubungan dengan watak manusia). Wariga ini berlaku relevan sepanjang zaman, dan saya membuktikan sendiri saat melayani umat. Banyak masyarakat yang masih meyakini perhitungan wariga ini,” ujar Ida Pedanda Gede Buruan.
Ida Pedanda melanjutkan, secara umum pengetahuan wariga terdiri dari lima kerangka yakni wewaran (Eka Wara hingga Dasa Wara), pawukon (Wuku Sinta hingga Watugunung), penanggal-panglong (Purnama dan Tilem), sasih (Sasih Kasa hingga Sada), dan dauh (pembagian waktu sejenis jam yang dihitung berdasarkan rotasi bumi pada sumbunya sehingga terjadi perubahan setiap saat).
Sementara itu, I Gede Marayana menambahkan, perhitungan wariga ini digunakan untuk tata kehidupan masyarakat Bali di segala aspek, mulai dari pekerjaan, usaha, upacara, hingga karakter pribadi dan kecocokan dalam pertemuan jodoh. Masyarakat Bali meyakini bahwa setiap ruang dan waktu memiliki makna tersendiri yang mempengaruhi kehidupan manusia.
“Jadi ada pakem yang dipegang oleh masyarakat, apabila seseorang melaksanakan suatu pekerjaan tidak tepat pada waktunya, maka konon akan menjadi santapan Bhatara Kala. Secara sederhana bisa diartikan, suksesnya seseorang dalam suatu kegiatan dilandasi atas tahu tujuan yang akan dicapai, kemampuan melakukan kegiatan tersebut, serta pemilihan waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan kegiatan itu,” katanya.
Sementara dari sisi penanggalan kalender yang menghubungkan ilmu wariga, Marayana menyebut sesungguhnya Kalender Saka Bali merangkum lima kerangka wariga tersebut. Tak hanya merangkum wariga, sistematika kalender Saka Bali juga menggunakan sistematika gabungan Tahun Surya-Candra-Wuku-Lintang. Menurut Marayana, gabungan sistematika kelender Saka Bali yang paling unik dan cukup rumit di antara kalender lainnya. Seperti Kalender Masehi hanya perhitungan Tahun Surya (Solar Sistim) saja dan Tahun Hijriah menggunakan perhitungan Tahun Candra (Lunar Sistim).
“Kalender Saka Bali ini merangkum semua kerangka wariga. Cuma sistem penempatan wariga ini tergantung pada sistematika kalendernya. Nah, kalender Saka Bali menggunakan sistematika gabungan Tahun Surya-Candra-Wuku-Lintang. Jadi seluruh unsur astronomi ada pada kalender Saka Bali. Itu sebabnya kalender Saka Bali ini cukup unik, rumit dan istimewa,” tandas Marayana. [T][Ado/*]