15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Di Nusa Penida, Ada Pohon Berbuah Lem

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
September 20, 2021
inEsai
Buah bila di Nusa Penida

Bentuk buahnya mirip alpukat. Permukaan kulitnya seperti buah delima, tetapi teksturnya lebih keras (mirip cangkang). Jika dibelah menjadi dua bagian, maka akan terlihat biji-biji buah berjejer di sela-sela dagingnya. Bentuk dan ukurannya menyerupai biji jeruk. Namun, bijinya berserat dan dilapisi cairan lengket. Cairan lengket inilah yang digunakan sebagai lem.

Penduduk di kampung saya menyebut buah lem ini dengan nama buah bila. Tahun 80-an, ketika saya masih kecil, anak-anak biasa memanfaatkan buah bila sebagai lem kertas. Umumnya, digunakan untuk perekat kertas ketika membuat layang-layangan, membungkus kulit buku dan kerajinan yang memanfaatkan bahan dasar kertas.

Pemanfaatannya sangat mudah. Buah bila yang sudah terbelah dua, dicongkel bijinya menggunakan sebatang lidi. Lapisan lengket (dalam biji) ini dioles-oleskan secara merata pada permukaan pinggir kertas. Kemudian, kertas dilipat menggunakan ujung jari—maka sim salabim kertas melekat sangat kuat.

Namun, perlu diingat bahwa buah bila memiliki daya lengket yang bervariasi. Buah yang masih terlalu muda (warna kulitnya hijau, bijinya belum keras) memiliki daya lengket yang kurang baik. Begitu juga dengan yang sudah matang, ditandai dengan warna kuning kecoklatan, memiliki daya lengket yang kurang optimal.

Berbeda dengan buah bila yang setengah matang. Permukaan kulit buahnya berwarna hijau agak keperak-perakan atau ada variasi warna agak keputih-putihan. Dalam kondisi seperti ini, daya lengketnya tidak perlu diragukan lagi. Kuat menyamai lem kertas pabrikan pada umumnya.

Faktor daya lengket buah bila juga dipengaruhi oleh masa pemakaian. Apabila buah bila yang sudah terbelah, langsung digunakan hari itu juga, maka daya rekatnya menjadi kuat. Akan tetapi, jika dibiarkan terbuka hingga keesokan harinya, daya lengketnya menjadi berkurang (kadaluarsa). Bahkan, bisa hilang alias tidak lengket.

Untuk mendapatkan buah bila di kampung saya, gampang-gampang sulit. Pohon bila memiliki duri-duri yang tajam dan panjang (mirip duri jeruk nipis) pada seluruh permukaan cabang ranting-rantingnya. Panjang durinya bisa mencapai 3-5 cm. Hal ini menyebabkan kita mengalami kesulitan dalam memetik buahnya.

Karena itu, orang biasanya melempari buah bila dengan bongkahan batu kapur. Lemparan ini harus kuat dan bertenaga. Sebab, ujung tangkai buah melekat kuat di sela-sela ranting pohon. Alternatif lainnya, dapat menggunakan bambu galah (joan). Pantat buah bila ditonjok berulang-ulang menggunakan ujung galah.

Selain dimanfaatkan sebagai lem kertas, daging buah bila juga dapat dimakan. Khusus daging buah bila yang sudah matang. Untuk mengidentifikasikannya sangat mudah. Permukaan kulit buahnya berwarna kuning kecoklatan.

Zaman masih SD (antara tahun 80-an dan 90-an), buah bila menjadi incaran konsumsi saya dan teman-teman. Sepulang dari sekolah, kami langsung menyeruak dan berhamburan di jalanan. Berlarian seolah-olah adu kecepatan, sambil tangan kami memungut bongkahan batu kapur yang tergeletak di sekitar jalanan.

Ketika berada di bawah pohon bila, terjadinya hujan batu. Kami beradu lemparan batu. Namun, bukan sekadar lemparan yang sembarangan. Sebelum batu kami ayun tinggi-tinggi, kami harus ambil ancang-ancang mirip atlet lempar cakram/ lembing. Sementara itu, pikiran dan mata kami berkonsentrasi (penuh) pada satu titik buah yang matang.

Meskipun perut dalam kondisi kosong, lemparan harus jitu dan sekaligus penuh tenaga. Pasalnya, buah bila memiliki tangkai tebal dan kuat. Seringkali, sudah terkena hantaman batu sekali atau dua kali, tidak jua lepas dari tangkainya. Hal ini sudah biasa. Kami harus sabar untuk melemparinya lagi.

Sebelum jatuh, pantang bagi kami untuk berhenti melempar. Karena itu, kami harus menjaga power dan konsentrasi. Entah pada lemparan keberapa. Kami tidak peduli. Yang penting target kami, buah bila lepas dari tangkainya.

Jika kami berhasil menjatuhkan buah bila yang matang, maka ada senyum dan semangat kepuasan terpancar di wajah-wajah kami. Apalagi dapat menjatuhkan buah yang posisinya tinggi. “Yess…Aku berhasil menjatuhkan buah matang yang tinggi itu.” Kurang lebih begitulah kalimat yang biasa dilontarkan oleh teman yang dapat menjatuhkan buah paling tinggi.

Kalimat tersebut seperti hendak memohon apresiasi dan sekaligus hendak membusungkan dada (pamer) kepada teman-teman lain. Pada dasarnya, kami tetap memberikan apresisasi dan motivasi kepada teman yang berhasil menjatuhkan buah bila baik dalam posisi rendah, sedang atau tinggi.

Tentu kami memberikan sanjungan lebih kepada rekan yang dapat menjatuhkan buah dalam posisi paling tinggi. Bagi kami, pelemparan buah bila adalah sebuah proses permainan. Kemudian, keberhasilan menjatuhkan buah sasaran menjadi semacam poin/ skor proses edukatif. Saya pikir, skor ini lebih berharga dibandingkan dengan angka-angka raport yang teoritis.

Setelah proses pelemparan menghasilkan beberapa buah bila, kami menyantap dagingnya bersama-sama dalam suasana canda, ceria dan penuh semangat. Sebelum disantap, buah dibenturkan ke permukaan batu lempeh untuk menembus kulit bila. Di balik cangkang inilah tersembunyi tekstur daging mirip alpukat, tetapi berwarna kuning, dan rasanya manis (sedikit bercampur masam).

Daging buah  bila lebih enak dimakan jika dibakar terlebih dahulu. Sambil nambus singkong, buah bila yang matang biasa dimasukkan ke dalam bara api. Tunggu beberapa menit, buah bila siap disantap dalam keadaan panas atau hangat. Sensasi manisnya terasa berbeda.

Buah bila tidak dapat dimakan oleh hewan secara mandiri. Hal ini disebabkan oleh permukaan kulitnya yang keras. Hewan dapat memakannya apabila buah matang dalam keadaan penyok/ rusak. Maksudnya, sisi permukaan kulitnya retak akibat jatuh (berbenturan) di atas batu. Dalam kondisi seperti ini, baru dapat dimakan oleh serangga, ulat dan ayam.

Buah bila juga digunakan sebagai eteh-eteh upakara (keagamaan Hindu Bali). Buahnyadijadikan pelengkap upacara tertentu di Bali. Jadi, bukan hanya bernilai  skala, bila juga memiliki nilai niskala (sastra/ simbol) yang mungkin jarang diketahui oleh masyarakat NP.

Pohon bila termasuk tumbuhan liar. Kebanyakan tumbuh di bet-bet (semak-semak liar). Tumbuhan ini dapat hidup dalam segala kondisi. Tumbuhan yang tahan cuaca panas ini dapat hidup di atas tanah tebal, tipis hingga bebatuan—meskipun pada musim kemarau bila harus meranggaskan daun-daunnya.

Di samping buahnya, kayu pohon bila juga dapat digunakan terutama untuk segala macam patin (tangkai perabot). Misalnya, patin alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit, taah, dan termasuk oga, tenggalan serta jongkrak. Bisa juga digunakan sebagai patin perabot rumah tangga antara lain: blakas, pisau, kapak dan lain sebagainya.

Ketika rumput laut mengalami kejayaan di NP, kayu bila juga dimanfaatkan sebagai patok dasar. Kayunya tidak mudah remuk jika dipukul dengan palu. Kayu bila juga cukup kuat melawan air laut. Tidak mudah lapuk seperti kayu kebanyakan.

Daunnya juga dipercaya ampuh untuk mengobati luka borok hewan ternak. Ketika sapi mengalami luka borok, maka daun bila ditumbuk halus lalu dicampur dengan pamor bubuk. Kemudian, olesi secara merata pada luka borok sapi sehari 2 kali. Luka sapi akan cepat mengering dan sembuh.

Nasib Bila

Karena kompleksitas manfaatnya, wajar saja jika pohon bila mendapatkan apresiasi oleh sekelompok masyarakat NP pada zaman dulu. Bila dijadikan nama suatu tempat. Ada tempat di NP dinamai dengan “desa” Bila. Desa dalam bahasa Bali berarti tempat.

Imajinasi saya langsung melayang ketika mendengar atau menyebut nama “desa” Bila. Saya membayangkan bahwa dulu ada banyak pohon bila di tempat itu. Atau setidaknya, pohon bila di tempat tersebut memiliki histori yang tak boleh diremehkan.

Tidak hanya nama tempat, pohon bila juga dijadikan titik penanda tempat hingga sekarang. Dulu, di Manteb, samping jalan raya utama, ujung cabang jalan perkampungan kamel menuju jumah desa Sebunibus, ada semak belukar yang didominasi oleh pohon bila.

Penduduk setempat menganggap tempat ini angker. Konon, beberapa orang pernah melihat hantu dalam beragam wujud pada malam hari. Cerita ini diceritakan berantai sehingga menimbulkan ketakutan berkelanjutan.

Ketika menyebut frasa “Sik bila to”,  pikiran orang langsung tertuju pada area kerumunan pohon bila tersebut dan sekaligus terkoneksi dengan bayang-bayang ketakutan.

Lama-lamaan, titik kerumunan bila itu menjadi penanda arah tempat. Jika orang mengatakan dari Manteb, maka pasti ditanya,”Dari bila itu dekat?” Atau “Dari bila kemana?”

Begitulah. Pohon bila di Manteb itu dijadikan tonggak arah hingga sekarang. Padahal, sudah dibumihanguskan beberapa tahun yang lalu untuk keperluan pelebaran jalan. Lalu, bagaimana nasib pohon bila di NP sekarang?

Jika menyinggung soal pohon bila, apalagi berkaitan dengan memakan daging buahnya sudah tidak populer lagi sekarang. Bagi generasi muda, bila adalah cerita milik generasi lalu. Generasi gumi arig, yang menjadikan bila untuk survive.

Kini, Bila tidak menarik diperbincangkan untuk anak remaja (milenial). Pohon bila sudah kehilangan nilainya sekarang. Jangankan memakan buahnya, sekadar mengetahui pohonnya saja, orang sudah enggan.  

Di tengah serbuan lem pabrikan dan meningkatnya ekonomi masyarakat NP, cairan lengketnya sudah tak menarik perhatian orang. Karena itulah mungkin, keberadaan flora ini tampak semakin minim di NP sekarang.

Faktor tak laku dan ditambah serbuan ruang pariwisata, menyebabkan pohon ini lebih banyak ditumbangkan dari permukaan tanah leluhurnya. Flora bila dibabat untuk kepentingan akses jalan, akomodasi penginapan, dan tempat makan.

Karena itu, sulit bagi pohon bila untuk merebut masa lalunya. Modal lem tak menjamin dapat merekatkan kejayaan masa lalunya dengan masa kini dan masa yang akan datang. Bila akan kehilangan lem estafet survive-nya. Ia akan menunggu bayang-bayang “ketakutan” uzur, mirip perasaan sang Lubdaka ketika memetik daunnya di malam Siwa.

Tags: floraNusa Penida
Previous Post

Gestapu, Tatmadaw Hingga Taliban

Next Post

Refleksi Manajemen Konflik Papua: Kolaborasi Pendekatan Manajemen Kesejahteraan, Keamanan, Kesehatan, serta Media

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Refleksi Manajemen Konflik Papua: Kolaborasi Pendekatan Manajemen Kesejahteraan, Keamanan, Kesehatan, serta Media

Refleksi Manajemen Konflik Papua: Kolaborasi Pendekatan Manajemen Kesejahteraan, Keamanan, Kesehatan, serta Media

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co