Ruang digital adalah ruang terbuka. Semua orang yang bisa baca-tulis dan memiliki perangkat teknologinya bisa membaca dan mengunduh isi ruang digital. Juga bisa menulis, membuat karya, desain, gambar, video diunggah ke ruang digital. Jika pegiat ruang digital yang multi budaya tidak memiliki paham multikulturalisme, maka ruang digital dapat menjadi ajang pertikaian yang bisa merambah ke dunia nyata.
Multibudaya adalah realitas masyarakat dengan beragam budaya di dalamnya. Sedangkan multikulturalisme merupakan, gagasan, pandangan, paham, ideologi yang menerima kehadiran dan menghormati keragaman budaya.
Indonesia jelas merupakan negara multi budaya, karena Indonesia dihuni oleh 1.340 kelompok etnik yang masing-masing memiliki budaya.
Indonesia juga tidak dipungkiri adalah negara multikulturalisme karena selain memiliki ideologi Pancasila yang menjunjung tinggi keragaman, juga memiliki semboyan yang menghormati perbedaan.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi satu, menggambarkan dengan indah paham multikulturalisme.
Berbagai etnik di daerah-daerah di Indonesia juga memiliki semboyan yang mencerminkan paham multikultikulturalisme. Di Bali, misalnya ada semboyan “Segalak segilik sarpana ya saluwung-luwung sabayantaka”, yang bermakna dalam kehidupan bermasyarakat yang beragam supaya bisa saling nenghormati, saling asah saling asuh dalam suka dan duka. Orang Bali juga memiliki ungkapan “Nyama Jawa”, “Nyama Cina”, “Nyama Lombok”. Nyama bahasa Bali artinya saudara. Bagi orang Bali kehadiran etnik yang berbeda di Bali diterima, dihormati dan dipandang sebagai nyama.
Paham multikulruralisme yang ada pada supra struktur pada sistem sosiokultural, berupa semboyan, ungkapan, apakah sudah direalisasikan pada struktur sosial dan infrastruktur material berupa tindakan? Nampaknya ini memerlukan upaya terus-menerus untuk mewujudkanya.
Di antara lebih dari 260 juta penduduk Indonesia yang beragam budaya, lebih dari 200 juta adalah pengguna internet yang membaca dan nengunduh isi ruang digital, serta menulis, membuat karya dan mengunggah ke ruang digital.
Jika pengguna internet dengan beragam budaya itu tidak memiliki paham multikulturalisme, tidak bisa menerima dan menghormati perbedaan, tetapi malah mencaci, menghina, menghujat pandangan, paham, keyakinan yang berbeda, maka ruang digital kita akan menjadi arena pertikaian yang dapat merambah ke dunia nyata.
Mari diisi ruang digital kita dengan hasil budaya berupa pandangan, gagasan, seni, dengan bahasa yang santun dan indah, dan berbagai produk budaya lainnya atau menahan diri jika belum mampu santun. Sehingga ruang digital kita menjadi tempat yang indah dan nyaman yang bisa dibawa ke kehidupan nyata agar kehidupan kita dalam ruang digital dan di dunia nyata menjadi indah dan nyaman. [T]
Singaraja, 03-09-2021
- Artikel ini adalah Resum materi sebagai narasumber Webinar Literasi Digital, judul semula “Multikulturalisme dalam Ruang Digital” diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tanggal 2 September 2021 wilayah Buleleng Bali).