Dua penulis asal Bali, Wayan Sumahardika dan Ni Wayan Idayati lolos seleksi penulis emerging Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) tahun 2021. Sumahardika dikenal sebagai penulis naskah drama dan Idayati dikenal sebagai panyair.
Wayan Sumahardika dikenal sebagai sutradara Teater Kalangan yang sedang giat-giatnya berproses. Selain itu juga menulis puisi, cerpen, dan tentu saja naskah drama.
Naskahnya sempat meraih juara I Lomba Naskah Monolog se-Indonesia dalam Pestarama UIN Jakarta, Juara I Lomba Penulisan Naskah Drama Tradisional Naskah Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2018, dan Juara 1 Lomba Penulisan Naskah Drama Modern Dinas Kebudayaan Provinsi Bali 2017.
Beberapa karya pertunjukannya dipentaskan pada acara Mimbar Teater Indonesia V, Bali Emerging Writers Festival, Pesta Kesenian Bali, Bali Mandara Nawanatya, Festival Monolog 100 Putu Wijaya, Parade Teater Canasta, Parade Teater Muda Bali Utara, Festival Dusun Jembrana dan Festival Bulan Bahasa Bali Provinsi Bali.
Tulisan berupa puisi, cerpen, esai, dan ulasan teater pernah dimuat di sejumlah media seperti Indopos, Media Indonesia, Bali Post, Bali Tribun, Tribune Bali, Tatkala.co, Bale Bengong serta terhimpun dalam beberapa buku antologi bersama.
Ni Wayan Idayati dikenal sebagai penyair yang nama sekaligus karyanya saat ini kerap dibicarakan dalam sejumlah kegiatan sastra. Buku puisinya yang sudah terbit, “Doa Ikan Kecil”.
Puisinya pernah diterbitkan di Pikiran Rakyat, Bali Post, Lombok Post, Jurnal Bali Sruti, Jurnal Le Banian (Terbit di Prancis). Esai-esainya dimuat Koran Tempo, Tribun Bali, Majalah Esensi & Nuansa (terbitan Badan Bahasa) dan Bali Tribune. Bersama Komunitas Sahaja Denpasar, Idayati aktif dalam kegiatan kesenian, kebudayaan, dan diskusi sastra, serta pembinaan komunitas kreatif.
Sumahardika dan Idayati lolos bersama delapan penulis lain dari Indonesia. Delapan penulis itu adalah Muhammad Ade Putra (penyair asal Kampar, Riau), Gody Usnaat (penyair asal Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur), Liswindio (penyair asal Bogor, Jawa Barat), Stebby Julionatan (penyair asal Probolinggo, Jawa Timur), Eki Saputra (cerpenis asal Prabumulih, Sumatera Selatan), Intan Andaru (cerpenis asal Banyuwangi, Jawa Timur), Setyaningsih (esais asal Boyolali, Jawa Tengah), dan Tias Yuliana (novelis asal Sidoarjo, Jawa Timur).
***
Dikutip dari website resmi UWRF, ubudwritersfestival.com, panitia menerima 555 karya dari 468 penulis yang datang dari pelosok wilayah Indonesia. Rinciannya, 231 puisi, 214 cerpen, 60 esai, 29 novel, dan 21 naskah drama.
Tahun ini UWRF melangsungkan dua tahap proses kurasi, yakni prekurasi oleh Christina M. Udiani (editor senior Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta), Warih Wisatsana (Penyair, Bali), Kadek Sonia Piscayanti (Sastrawan dan akademisi, Bali), Darmawati Majid (Pegiat literasi, Gorontalo), serta Virania Munaf (Pemerhati literasi, Sydney – Australia).
Kadek Sonia Piscayanti, salah satu juri prekurasi menyebutkan bahwa dalam UWRF 2021 ini terdapat keluasan dan keberagaman karya secara tema, jenis, dan lokalitas yang ditawarkan. “Para juri pre-kurasi menimbang beberapa hal yang perlu dicatat dalam konteks penilaian yaitu novelty (kebaruan), creativity (eksplorasi bahasa), dan locality (tema kedaerahan),” ujarnya.
Novelty mencakup kebaruan dari segi penawaran cerita maupun garapan sudut pandang baru yang diuji pula dengan konsistensi kualitas karya. Creativity mencakup kreativitas eksplorasi bahasa yang dikemas sedemikian rupa sehingga mampu menimbulkan sebuah keutuhan karya yang berkualitas. Sedangkan locality (tema kedaerahan) menawarkan sebuah prinsip culturally-rooted literature atau sastra yang berakar pada tanah lahirnya dan budaya yang membentuknya, sehingga kualitas suara orisinalitas itu dapat dirasakan.
Kelima juri prekurasi ini memilih 50 penulis nominasi yang selanjutnya diseleksi oleh para kurator akhir, yakni Oka Rusmini (Sastrawan, Bali), Joko Pinurbo (Sastrawan, Yogyakarta), serta Kadek Sonia Piscayanti sebagai perwakilan juri prekurasi. Dalam tahap ini mereka memilih secara lebih cermat 10 penulis emerging Indonesia yang akan berpartisipasi dalam program UWRF.
Setiap karya telah dibaca ulang dan didiskusikan oleh para kurator, baik mengenai tema, pemilihan kata dan diksi, serta aspek kesusastraan lainnya. Sejalan dengan komitmen UWRF untuk menempatkan kualitas karya sebagai parameter yang paling utama dalam proses seleksi, tahun ini UWRF kembali hanya memilih karya-karya terbaik saja.
Oka Rusmini menyatakan bahwa mulat sarira yang menjadi napas penyelenggaraan UWRF telah mampu diterjemahkan secara matang oleh para peserta. Mereka juga mengangkat ekologi bukan hanya sebagai tema, melainkan diolah secara mendalam selaras konteks kenyataan di wilayahnya. “Sejauh yang bisa saya lihat, para penulis yang terpilih ini sanggup mengolah tema secara apik, di mana tema maupun kekaryaan seiring sejalan.”
Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia bertujuan untuk menjembatani para penggiat sastra untuk lebih berkembang. Mereka mendapat kesempatan memperdengarkan karyanya kepada dunia bersama para penulis ternama dari Indonesia maupun internasional.
Sementara itu, Joko Pinurbo mengungkapkan apresiasinya bagi para penulis emerging ini. Dia mencatat nuansa keprihatinan sosial muncul dalam banyak karya. Pengarang juga mengeksplorasi kekayaan lokal secara kreatif, tidak hanya menjadikannya tempelan, sehingga menjadi alat ucap yang mengandung kedalaman makna.
“Unsur lain yang bagi saya menarik ialah perihal kompleksitas isi: bagaimana melalui ruang yang sempit, kompleksitas tema bisa dieksplorasi sehingga punya perspektif yang baru,” tambah Joko Pinurbo. “Kita jadi sadar bahwa Indonesia memang kompleks dan para pengarang bisa menunjukan masalah krusial yang mendasar dan menjadikannya inspirasi untuk eksplorasi lebih lanjut.”
***
Emerging adalah istilah yang digunakan oleh UWRF untuk para penulis Indonesia yang memiliki karya berkualitas namun belum memperoleh publikasi yang memadai. Program Seleksi Penulis Emerging Indonesia adalah bagian dari komitmen Yayasan Mudra Swari Saraswati untuk mendukung kehidupan masyarakat Indonesia melalui program-program seni dan budaya. Selain itu, program ini merupakan wadah untuk menemukan calon bintang-bintang sastra masa depan Indonesia. “Ada representasi menarik dari anak muda Indonesia dari seluruh nusantara dengan berbagai karya menarik yang membahas tema perubahan iklim,” tutur Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur UWRF. “Kami juga bangga dapat menawarkan kepada mereka beberapa lokakarya dengan penulis hebat dari University of Iowa, Amerika Serikat.” [T][*][Red]