Terapi Plasma Konvalesen (TPK) dinilai salah satu alternatif pengobatan pasien Covid-19 yang terus berkembang. Pasien yang sudah sembuh berpotensi membantu menyelamatkan pasien lain dengan mendonorkan darahnya, jika sesuai syarat. Antibodi (kekebalan) dalam plasma pasien sembuh bisa membantu pasien yang masih sakit.
Hal ini terangkum dalam diskusi TPK dan peluncuran platform Sedarah, jembatan untuk mempertemukan pencari dan calon pendonor.
Seorang dokter ahli anastesi, Dr. dr. Theresia Monica Rahardjo, Sp.An., KIC., M.Si, M.M., MARS mendapat penghargaan MURI karena membuat buku pedoman penatalaksanaan TPK di Indonesia untuk mengampanyekan alternatif pengobatan ini.
Ia memaparkan penelitian terkait TPK, harapan, dan hambatannya dengan lugas. Hal penting yang harus diketahui adalah ada syarat-syarat calon pendonor dan respien atau penerima.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan adalah beban virus dan pelepasan virusnya. Apalagi tak ada model pengobatan tunggal dalam penanganan pasien Covid-19 sampai kini.
“Jika sakitnya berat, hari ke-25 masih ada virus, termasuk setelah meninggal. Pasien berat dan kritis TPK harus dikombinasikan dengan penatalaksana lain secara maksimal,” ujarnya. Kalau tidak berat, TPK dengan cepat mengkonversi dari positif ke negatif.
Donor harus sesuai kriteria, dan waktu pemberian lebih cepat lebih baik terutama 7 hari pertama. Dok Mo, panggilan dokter Monica menyebut pada 18 Maret mengirim surat ke Presiden Joko Widodo terkait TPK agar bisa diaplikasikan secara nasional, kemudian lahir buku penatalaksanaan TPK untuk pasien Covid-19 yang dibuat bersama rekan-rekannya.
Ia tidak mengabaikan ada sejumlah tanaman obat seperti Neem atau Intaran yang bisa memodulasi respon imun. “Tapi kalau sudah sakit sekali, pengobatannya harus komprehensif,” ujar perempuan dari Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha Bandung ini.
Vaksin dan TPK menurutnya tidak bertentangan. Malah saling melengkapi. “Vaksin diberikan pada orang yang sehat. Plasma fokusnya ke sakit,” ingatnya. Ia mendukung mendukung vaksin selama dilakukan baik dan benar. Yang perlu diperhatikan jumlah yang mencukupi untuk seluruh penduduk. Vaksin dan TPK bisa saling membantu, dan vaksin diharapkan diprioritaskan bagi petugas kesehatan dan warga dengan penyakit penyerta atau komorbid.
Plasma darah pasien Covid ini bisa disimpan dalam cukup lama sehingga TPK bisa disebut sebagai salah satu alternatif pengobatan pasien Covid-19. Persediaan plasma di Jakarta bisa melebihi, sementara daerah lain harus dikirim. Kendalanya di transportasi.
I Putu Edy Suardiyana Putra, M.Kom, Ph.D, pimpinan BIT House, usaha pengembangan teknologi yang berbasis di Bali mengatakan masih sulit cari calon pendonor di daerah-daerah. Karena itu inisiaif platform Sedarah ini dibuat.
Sedarah BOT merupakan sebuah platform berbasis kecerdasan buatan sederhana yang dibangun untuk mempertemukan pasien Covid-19 dengan pendonor Plasma Konvalesen. Sedarah BOT utamanya dibangun di atas layanan pesan singkat Telegram dengan nama @SedarahBOT. Pengguna tidak dikenakan biaya untuk memanfaatkan layanan ini dikarenakan platform ini dibangun untuk tujuan kemanusiaan. SedarahBOT beroperasi dengan biaya donasi dari para donatur. Sedarah bisa dimanfaatkan untuk seluruh warga Indonesia.
Informasi terkait Sedarah BOT dapat diakses di website https://sedarahbot.bithouse.id/ dan di platform Telegram (https://telegram.me/SedarahBot)
Sedarah BOT dibangun secara swadaya oleh anak-anak muda programmer di BIT House yang berbasis di Bali yang bekerja sama dengan BaleBengong, media jurnalisme warga. Melalui Sedarah, warga yang membutuhkan donor plasma diharapkan bisa berkomunikasi dengan calon pendonornya. Luh De Suriyani dari BaleBengong mengatakan beberapa permintaan donor plasma TPK yang diterima melalui medsos sulit ditindaklanjuti karena edukasi dan mobilisasi calon pendonor belum ada.
Saat ini platform Sedarah BOT sudah bisa diakses dan digunakan oleh masyarakat umum. Platform ini bisa diakses kapan saja. Proses verifikasi data akan memakan waktu maksimal 2×24 jam.
Saat ini proses pencarian pendonor oleh pasien/keluarga pasien masih dilakukan via pesan berantai melalui aplikasi pesan singkat (seperti contoh WhatsAPP) ataupun sosial media (Instagram, Facebook, dan Twitter). “Proses ini tentunya masih kurang efisien dan cukup merepotkan,” ujar Edy.
Untuk menggunakan platform ini, pasien (atau keluarga pasien) dan pendonor bisa melakukan registrasi di https://sedarahbot.bithouse.id. Setelah melakukan registrasi, data pendonor/pasien akan diverifikasi oleh tim BIT House. Setelah terverifikasi, pasien/pendonor akan mendapatkan email yang berisi PIN. Setelah menerima PIN, maka pasien bisa mulai mencari pendonor.
Pada Selasa, 13 Oktober 2020, sebagai pengenalan ke publik, diselenggarakan diskusi dengan menampilkan pembicara, pembuat Pedoman Penatalaksana Terapi Plasma Konvalesen (TPK) Dr. dr. Theresia Monica Rahardjo, Sp.An., KIC., M.Si, M.M., MARS. Kemudian peluncuran Sedarah dengan mengundang penanggap dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan PMI Bali.
“Edukasinya harus kenceng, di Jakarta ada yang antri untuk donor. Ada perempuan langganan donor karena golongan darahnya AB,” seru Dok Mo. Ia sampai harus membuat Page FB untuk membagi jurnal, cerita pasien, dan arsip ilmiah TPK lainnya.
Dari sesi pemberian tanggapan, dr. Kadek Iwan Darmawan, MPH dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali meparkan sejarah aplikasi TPK di Bali. Sebelum ada stok donor plasma di Bali, harus dimintakan ke Balitbangkes untuk diberikan pada Direktur sebuah rumah sakit swasta dan mantan Dinkes Bali yang sedang dirawat.
Kemudian pada 16 Juli pertama kali pemberian TPK pada pasien yang akhirnya sembuh setelah diintubasi dengan risiko tinggi. “Platform ini luar biasa nanti kita kolaborasi. Bahwa TPK dibutuhkan dan bermanfaat. Untuk pasien sembuh usia tua, kalau gaptek, biar anaknya yang mengisi. Untuk mempercepat donor dan menyelamatkan pasien lain,” harap dokter Iwan. Pihaknya sudah buat SK Tim Koordinasi TPK. Permintaan donor ini bisa otonom atas permintaan keluarga dan dokter yang merekomendasikan.
Setelah itu ada 10-11 kasus lain di Bali minta plasma namun pendonor sedikit. Akhirnya ada tenaga medis yang terinfeksi dan sembuh yang mau mendonorkan, namun jumlahnya masih minim. “Dengan TPK tidak mungkin 100% sembuh, itu pasti karena Covid banyak penentu kesembuhannya,” ingatnya
Senada dokter Iwan, dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes, Ketua Unit Transfusi Darah PMI Bali juga menyebut sulitnya mencari plasma. “Stok darah reguler juga sulit. sementara kasus di Bali terus meningkat. Saya rasa kita akan hidup berdampingan dengan Covid,” sebut dokter Patra. Pihaknya sudah melakukan evaluasi internal, dan mampu menyelenggarakan TPK.
Tempat penyimpanan baru ada di Provinsi dan Badung. Sejauh ini baru ada 120 orang pendonor sejak 16 Juli, selama 3 bulan. TPK makin meluas, dan sudah dimanfaatkan mulai RS PTN Unud, RSUP Sanglah, RS Bali Mandara, dan RSUD Wangaya.
Kendala mencari pendonor ini menurutnya bisa terbantu dengan pemanfaatan medsos seperti platform Sedarah. Pihaknya berkomitmen untuk melakukan proses seleksi, penyimpanan, distribusi plasma agar berkualitas dan aman.
Ia melihat potensi pendonor TPK di Bali tinggi, karena dari 10 ribu kasus positif Covid-19, sekitar 8800 sembuh, sehingga potensi dan fasilitas mencukupi untuk gerakan TPK. “Kita berbagi peran agar animo donor terjadi. Stok darah reguler saja dipenuhi dengan door to door, tak bisa lagi menunggu karena darah tak bisa dibuat. Sementara ada pembatasan berkumpul,” keluh dokter Patra.
Walau nanti vaksin ditemukan tapi pengobatan TPK akan lebih cepat meningkatkan kesembuhan, serta menekan kematian. “Saya menyambut baik Sedarah ini, karena bermain di medsos. Apalagi Bali daerah internasional, tak bisa memikirkan pasien lokal. Mereka menetap jangka panjang, mempertanyakan keamanan dan kualitas darah,” tambahnya. [T/*]