Dua bulan terakhir, nama PMI mencuat ke permukaan dengan stigma yang begitu negatif. Muncul di media sosial sampai terjadi aksi dan reaksi, baik debat di kolom komentar sampai pelaporan ke pihak berwajib. Sebuah kondisi yang tentunya tidak diharapkan mengingat saat ini kita semua butuh ketenangan dalam menghadapi covid-19.
Sakit hati? Itu pasti. Sebagai PMI, sayapun tidak terima terhadap perlakuan masyarakat kami. Baik secara lisan maupun aksi penolakan. Bertubi-tubi hal tersebut ditunjukkan kepada kami. Komentar-komentar miring bahkan terkesan tidak berprikemanusian bertebaran di media sosial. Begitu juga penolakan-penolakan ketika PMI hendak mencari tempat untuk mengisolasi diri.
Tahun 2020 adalah tahun yang amat pahit buat PMI. Sebagian besar dari PMI dipulangkan sebelum kontrak berakhir. Hingga mereka sedikit sekali membawa bekal pulang ke kampung halaman (termasuk saya). Jika dipikir-pikir ini akan menjadi masalah yang berkelanjutan, sebab para PMI tidak tahu kapan pandemi covid-19 ini berakhir. Dan tidak tahu kapan akan kembali bisa bekerja. Karena sebagian dari PMI hanya mengandalkan gaji mereka di kapal tanpa memiliki usaha di rumah. Belum lagi tanggungan hutang yang harus dibayar. Begitu juga untuk sehari-hari.
Dan sekarang masalah itu bertambah ketika pulang, banyak komentar negatif serta penolakan terhadap PMI. Hal ini menjadi sesuatu yang serius yang harus segera dicarikan solusi untuk meredakannya.
Apa itu? Salah satunya adalah memulihkan nama PMI dengan mengadakan aksi bakti sosial dan berbagi berupa uang ataupun sembako. Kegiatan-kegiatan tersebut kini giat dilakukan oleh para PMI baik dari satu kelompok maupun komunitas yang menamakan diri sesuai kabupaten mereka masing-masing.
Mereka dengan sangat aktif mengumpulkan dana dan membelikan sembako buat masyarakat. Kegiatan tersebut banyak beredar di media sosial. Terutama di grup facebook ataupun whats up yang dibuat oleh para PMI. Termasuk ketika Desa Serokadan yang dikarantina selama 14 hari, para PMI ini ikut hadir dan memberikan sembako sesuai dengan kemampuan mereka.
Di daerah lain juga dibagikan masker dan handsanitizer. Ada juga yang membuat baju tentunya dengan gambar maupun tulisan tentang PMI. Hasil penjualan baju tersebut sekian persen disumbangkan untuk melawan covid-19. Bukan hanya di Bali, di Jawa juga saya lihat para PMI bergerak untuk ikut berbagi. Hal ini patut diapresiasi oleh semua pihak. Hal positif yang sedianya bisa membantu masyarakat dan pemerintah meskipun tidak banyak. Tapi murni dari hati yang tulus.
Khusus di desa saya sendiri, kami para PMI yang terdiri dari berbagai macam perusahaan kapal pesiar, mengumpulkan dana sesuai kemampuan masing-masing yang sedianya nanti akan diserahkan kepada tim penanggulangan covid-19 di desa kami. Karena kami sangat berterima kasih serta mengapresiasi kinerja satgas covid-19 yang tulus ngayah demi menjaga desa agar terhindar dari virus corona. Termasuk mengurusi kami para PMI yang baru datang dari luar negeri.
Entah berapa nanti dana yang terkumpul, meskipun tidak banyak. kami akan serahkan kepada tim satgas mungkin untuk digunakan beli masker, hand sanitizer atau apalah. Tim satgas lebih tahu mengenai hal itu. Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas merupakan aksi sosial untuk membantu masyarakat serta upaya dari kami untuk memulihkan nama baik PMI.
Bagaimanapun juga PMI adalah bagian dari masyarakat Bali dan warga negara Indonesia. Tidak ada yang menginginkan situasi seperti sekarang ini, termasuk kami para PMI. Jadi mari saling menghormati, jangan saling menyalahkan bahkan sampai mengkambinghitamkan. Lebih baik saling bahu-membahu, bersama melawan covid-19 agar segera pergi dari muka bumi. Dan semua bisa normal kembali. Semoga. Salam. [T]