Setiap hari Minggu, pada saat masyarakat kerja bakti, peserta yang biasanya diikuti oleh warga banjar laki-laki itu akan memangkas dan mencabuti pohon-pohon yang dianggap mengganggu pemandangan. Kerja bakti dan gotong royong selain bertujuan membersihkan lingkungan, juga menciptakan lingkungan yang asri dan terlihat indah.
Tak heran jika para wanita akan teriak-teriak protes pada saat pohon jepunnya di pangkas bagian bawahnya agar tegak dan nampak lebih indah.
“Aduh dasar laki-laki tidak pernah membuat canang, bunga-bunga itu kami tanam untuk keperluan kami, jangan asal main pangkas, asal kelihatan indah,” teriakan para perempuan, terucapkan atau hanya dalam hati.
Para lelaki bisanya tetap kukuh dengan pendiriannya, yaitu demi kebersihan dan keindahan nusa dan bangsa, pokoknya semua harus bersih sih sih sih. Juga pohon-pohon kecil yang ada di pinggir-pinggir jalan dan gang-gang, semuanya harus bersih.
“Hehehe rasain kamu, habis dicabutin deh kamu,” ejek Pohon Besar kepada pohon-pohon kecil. Di antara pohon-pohon kecil itu ada Pohon Kemeniran, rumput-rumputan, Pohon Lateng dan pohon kecil lainnya.
Pohon Lateng adalah pohon yang paling ditakuti dan dimusuhi oleh para pekerja itu. Biasanya kalau melihat tempat yang ada Pohon Lateng-nya langsung dicangkul sampai akar-akarnya, agar tidak tumbuh lagi. Hal itulah yang selalu dijadikan bahan ejekan oleh para pohon besar. Diejek sekeras apapun Lateng tetap santai.
“Makanya jadi pohon kecil jangan buat masalah, jangan kegatelan dan bikin gatel orang-orang, rasain habis kamu dicabuti, lama-lama keluargamu akan punah,” ejek pohon-pohon lain.
“Biarin aja, hanya orang bodoh yang mencabutiku, hanya yang tak berpengetahuan yang tidak karate dan manfaatku. Coba mereka tahu mereka akan sibuk mencariku, terutama itu para lelaki tua yang mengeluh encok itu hihihi, emang gue pikirin,” kata Lateng cuek.
“Kamu sih keterlaluan, bulu-bulu daun dan bungamu membuat gatel orang-orang,” tambah pohon-pohon lagi.
“Ya, mau gimana lagi, adaku memang begitu. Kalau ada yang dekat denganku, yang pemarah, jengkel, kesal dan hati yang panas pasti bulu-bulu daun dan bungaku akan bangun. Tapi kalau ada yang mendekatiku dengan lembut dan penuh kasih sayang, apalagi dengan bunyi kasih sayang frekwensi tinggi seperti memanggil ayam untuk diberi makan pasti bulu-buluku akan tidur. Karena itu aku sering disebut Lateng Siap atau ayam,” kata Lateng.
Pohon-pohon lain masih tak terlalu peduli.
“Lagi pula kalau gatel terkena bulu-buluku, gampang kok meredakannya, oleskan saja minyak kelapa, pasti racunku akan tawar kok,” jelas Lateng lagi.
Pohon-pohon itu hanya melirik dan mendesah.. “Ohh… “
Pada saat warga kerja bakti, Lateng-lateng memang dicabuti. Tetapi ada seorang gadis yang diam-diam selalu memunggut dan menyimpan lateng-lateng itu, dan menyebarkan bunga-bunganya agar tumbuh lagi. Gadis itu adalah anak Pak Kelian Banjar yang sudah agak tua.
Suatu hari Bapak Kelian mengeluh sakit dan tak bisa berjalan. Kedua telapak kakinya merah-merah dan bengkak.
“Dasar leak pengecut, beraninya menyerang dari belakang, ayoo nampakkan dirimu, lawan aku, di mana, di kuburan? Aku tidak takut,” kata Pak Kelian kesal dan menantang.
Anak gadisnya hanya tersenyum melihat itu. Kemudian membuatkan Pak Kelian teh.
“Sabar, :ak, jangan marah-marah,” hibur anak gadisnya.
“Bagaimana tidak kesal, ini menjelang Kajeng Kliwon, leak-leak mendapat kekuatan besar untuk melakukan kejahatannya,” omel Pak Kelian lagi.
“Ya, sabar, Pak, ingatlah kepada Tuhan, berserahlah kepada Tuhan,” saran anak Pak Kelian lagi.
Keesokan harinya, Pak Kelian sudah terlihat jalan-jalan lagi sambil berjemur di bawah sinar matahari. Wajahnya terlihat cerah. Kakinya tidak bengkak lagi.
“Bagaimana, Pak, kakinya sudah sehat ya,” tanya anak Pak Kelian. Pak Kelian menggangguk dan tersenyum, anak Pak Kelian juga tersenyum.
“Hihihi ternyata leaknya kalah melawan 10 lembar teh daun Lateng ya pak. Daun Lateng itu ternyata sakti lho. Bulu-bulu daun Lateng itu mengandung zat yang dapat menghancurkan zat yang menyumbat pembuluh darah, yang membuat asam urat dan rematik. Jadi kalau pas gotong royong jangan semuanya dibabat habis ya pak hihihi,” kata anak Pak Kelian sambil menggoda bapaknya.
Sejak saat itu, pada saat gotong royong, warga banjar tidak sembarangan lagi membabat pohon. Pohon-pohon Lateng itu dibiarkan hidup, hanya dipotong pucuknya sehingga tetapi hidup, agar bisa tetap dicari untuk dijadikan teh dan sayur. [T]