Awal tahun baru (tahun 2020) penuh dengan harapan. Harapan untuk menjadi lebih baik, seperti karier yang lebih baik, rejeki makin bertambah, dapat jodoh, menikah dan sejenisnya. Intinya semua doa yang terpanjatkan tujuan untuk menjadi lebih baik. Tiba-tiba harapan itu mendapat respon dari semesta raya. Respon yang mengejutkan karena semesta raya sedang kedatangan tamu yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Tamu itu adalah virus corona (covid-19). Virus ini mendadak akrab di telinga masyarakat. Semua media informasi menayangkan tamu ini. Di koran, TV, media on line, media cetak, dan paling hangat dan seru tamu ini diperbincangkan di media sosial. Berbagai informasi berseliweran hadir hingga membuat handphone hang, karena hampir semua group wa berlomba-lomba menampilkan informasi terbaru seputar corona.
Pandemi global virus corona dikhawatirkan dan diprediksi akan merusak harapan. Baik harapan pemerintah, harapan perusahaan dan pada akhirnya berimbas pada harapan masyarakat. Perusahaan sudah memulai menghitung opportunity cost akibat adanya virus corona. Opportunity cost adalah biaya/kesempatan yang hilang sebagai akibat memilih keputusan yang lain. Tentunya keputusan yang dipilih adalah keputusan yang memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi.
Saat ini, keputusan untuk berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah adalah sebuah pilihan. Secara ekonomi, sekali lagi secara ekonomi pilihan ini “menimbulkan kerugian”. Dikatakan rugi, karena pilihan ini, membuat perusahaan tidak mampu berproduksi dengan optimal. Pilihan ini merupakan anomali jika dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari perusahaan. Sekali lagi, itu jika dilihat dari kaca mata ekonomi.
Jika dilihat dari dimensi yang lain, seperti kesehatan tentu pilihan ini sangat rasional. Kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah yang utama, sedangkan urusan ekonomi nomor berikutnya. Lagi-lagi ini tentang pilihan. Negara Indonesia sudah pasti memilih pilihan yang pertama yakni menyelamatkan manusia Indonesia.
Corona menimbulkan keresahan baik di kota maupun di desa. Corona juga menimbulkan kecemasan bagi berbagai profesi, terutama profesi yang bersinggungan dengan pariwisata, pengacara, politisi, pedagang, PNS dan profesi lainnya. Keresahan dan kecemasan hadir dimana-mana. Meskipun keduanya hadir pada saat bersamaan, tapi tingkat kegundahan masing-masing individu relatif berbeda.
PNS mungkin cemas tapi tingkat kecemasannya jauh berbeda dengan yang dirasakan oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pelaku UKM benar-benar harus memutar otak untuk memastikan usahanya bisa tetap bertahan. Jika pun mengalami penurunan, harapannya tidak sampai pada titik nadir. Sederhanaya yang penting bisa berjalan meskipun dalam kondisi sempoyongan.
Pelaku UKM cemas dan gelisah karena memikirkan utang perbankan. Seperti diketahui, dunia perbankan adalah dunia yang susah diajak “menyama braya”. Aturan perbankan sangat ketat serta sangat rigit mengatur hak dan kewajiban, seperti tanggal pembayaran angsuran, suku bunga serta denda jika terjadi keterlambatan pembayaran.
Sebagai informasi pembanding, pelaku UKM di Australia mendapat perhatian dan perlakuan khusus dari pihak perbankan. Asosiasi Perbankan Australia (ABA) memberikan keringanan bagi UKM untuk tidak bayar utang selama enam bulan. Kebijakan ini sangat membantu pelaku UKM untuk memastikan bahwa usahanya masih bisa bertahan di tengah kondisi yang tidak menentu seperti sekarang ini.
Selain itu, salah satu jaringan bank besar di Australia NAB (National Australia Bank) mengumumkan bahwa nasabah Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bisa/diperbolehkan menunda pembayaran cicilan selama enam bulan. Bank ini juga menurunkan tingkat suku bunga pinjaman.
Suku bunga yang sekarang merupakan suku bunga terendah sepanjang sejarah perekonomian Australia. Tindakan tersebut diambil untuk mencegah negeri tersebut ke jurang resesi karena penyebaran virus. Bank Sentral Australia juga memberikan fasilitas pinjaman selama 3 tahun agar bank swasta bisa memberikan pinjaman lunak kepada nasabah. Negara benar-benar hadir di hati warganya. Bagaimana dengan di Indonesia?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indoesia juga sudah menerbitkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan menerbitkan POJK No.11/POJK.03.2020. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus corona. Kebijakan ini memberikan keringanan kepada debitur/pelaku UKM yang terkena dampak penyebaran covid-19. Seperti, debitur bisa ditetapkan lancar meskipun yang bersangkutan sebenarnya sedang mengalami penurunan kualitas kredit (restrukturisasi).
Intinya kebijakan ini sebagai langkah antisipatif untuk memastikan agar kinerja perbankan tidak terganggu sehingga stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Demikian tujuan mulya yang diharapakn oleh OJK. Seperti diketahui bahwa aturan perbankan sangat rigit. Debitur yang benar-benar akan mendapatkan keringanan ini akan disibukkan dengan persyaratan administrasi yang diminta oleh bank.
Pihak bank akan sangat selektif dalam memilih dan memilah calon debitur yang tepat dan pantas menerima kebijakan ini. Sekali lagi yang tepat dan yang pantas menerima menurut pertimbangan bank bukan menurut debitur. Kadangkala bahkan sering terjadi di lapangan, bahwa pertimbangan debitur dengan pertimbangan bank berbeda. Semoga pelaku UKM bisa menikmati kebijakan dari OJK. Selamat berjuang untuk pelaku UKM.
Bagaimana dengan pelaku UKM di desa yang memanfaatkan pinjaman dana dari LPD? Pelaku UKM yang tinggal di desa juga mengharapkan keringanan dari pihak LPD. Sayangnya, LPD di Bali tidak memiliki atasan struktural seperti di dunia perbankan yang memiliki OJK. Pihak perbankan wajib, sekali lagi wajib hukumnya tunduk kepada OJK, sedangkan LPD tidak harus tunduk kepada lembaga apapun, kecuali pada paruman krama.
Pertanyaan yang patut dilontarkan, apakah krama adat memiliki pemahaman mendalam akan dampak covid-19 terhadap kinerja LPD dan terhadap kinerja perekonomian Bali? Ini persoalan lain yang terjadi di aras bawah. Semoga krama adat eling akan sesuluh nak lingsir tentang ajaran tat twam asi. Ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri sendiri. sekaranglah saat yang tepat untuk mengimplementasikan ajaran itu. Ajaran yang baik adalah ajaran yang dilaksanakan dan ajaran yang dapat membantu meringankan beban hidup.
Salah satu LPD yang sudah mendengar jeritan para debitur adalah LPD Peliatan, Ubud. Tanggal 21 Maret 2020, LPD Desa Adat Peliatan, Ubud mengeluarkan kebijakan yang pemberlakuannya dimulai pada tanggal 1 April sampai dengan akhir bulan Juni 2020.
Adapun kebijakan tersebut adalah 1) Nasabah kredit bisa membayar bunganya saja s/d akhir bulan Juni 2020; 2) Nasabah kredit tidak dibebani biaya denda; 3) Nasabah tabungan dan deposito akan tetap dibayar bunganya sesuai dengan aturan yang berlaku, dan; 4) Kantor LPD buka seperti biasa dan semua transaksi berjalan sebagaimana mestinya. Ini adalah kebijakan yang sangat merakyat.
Debitur yang merupakan krama desa adat Peliatan pasti menyambut kabar ini dengan gembira. Setidaknya disaat menghadapi “ala” ada sahabat yang hadir dan siap membantu. LPD adalah sahabatnya orang desa. Sahabat hadir untuk memberi solusi dalam menyelesaikan permasalahan krama adat di desa.
Lewat tulisan ini, saya mengajak dan menghimbau kepada 1.433 pemucuk(kepala) LPD) di seluruh Bali agar mulai memikirkan debiturnya yang terkena dampak covid-19 ini. LPD sudah harus mulai memberikan keringanan kepada debiturnya baik berupa penundaan pembayaran pokok pinjaman dan menghilangkan sementara denda keterlambatan pembayaran. Ini adalah win-win solution. Debitur adalah mitra bisnis sekaligus sumber pendapatan utama bagi LPD sehingga penting dan patut diberikan bantuan disaat terkena musibah. LPD Peliatan sudah memulai dan semoga langkah
LPD Peliatan mampu menginspirasi para pemucuk LPD lainnya untuk memberlakukan hal yang sama yakni memberikan keringanan kepada debitur. Lewat tulisan ini, saya juga mengajak untuk mengingat kembali value atau prinsip unik yang dimiliki LPD yakni prinsip pang pada payu. Semoga kebijakan LPD Peliatan, Ubud menjadi kabar gembira sekaligus menjadi hadiah untuk menyambut hari raya nyepi tahun caka1942.