Kemarin kami (Hanacaraka Society) meminta tolong anak-anak kuliah Sastra Bali yang saya kenal suka baca dan menulis untuk membantu merapikan ikatan lontar.
Mereka datang dengan suka cita. Selama kerja mereka bertanya banyak perihal isi lontar, kebetulan yang diberes-bereskan adalah 100 lontar usada, jadi topiknya genre lontar yang dibereskan.
Muncul pertanyaan:
– Apa itu Kuranta?
– Kuranta Bolong atau Kuranta Bolot?
– Tanyalara itu bertanya perihal lara?
Seumur-umur mungkin baru generasi ini yang bisa relax membaca lontar dan ketawa-tawa kalau judulnya kedengaran aneh menggelitik.
Usada Tanyalara, yang tak lain tentang ramalan datangnya lara (sakit), ringkasannya sebagai berikut:
1. Catatan tentang urip atau hidup beserta ramalan kedatangan sakit. Dimulai dengan bagaimana seseorang yang pergi ke dukun, dijelaskan hari lahirnya menurut kelipatan tujuh, sisanya 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Akan bertemu obat, penyakit,mantra, sajen. Berlanjut menebak sakit berdasar Pancawara (Putaran hari siklus 5) (lembar 1a-11b)
2. Datangnya penyakit menurut Saptawara, hari yang ke tujuh, obat mantra dan sajen (lembar : 12.a – 15.b).
3. Pasasanjan. melakukan perjalanan mencari obat (dukun) .Berdasar Saptawara. asal penyakit, obat, mantra, sajen (lembar : 16a – 19 b).
4 Pangeling-eling, catatan pada waktu mulai sakit menurut Santawara. sakit yang disebabkan oleh Kala Dengan. Durga Bucari, obat mantra dan sajen (lembar : 20a – 26a).
5 Obat tidak punya anak, supaya beranak. (Lembar : 27.a-27Jb)
6 Tenung, menerka penyakit, Saptawarajati. obat mantra, sajen, penyebab penyakit. (lembar : 28.a- 35.b).
5. Tenung, menerka penyakit, Pancawara. obat, mantra, sajen penyebab penyakit. (lembar : 36.a – 37.b).
6. Berbagai macam penyakit tiwang, gangguan fungsi tubuh, penyakit perut, batuk, mencret, perut kaku, sakit kerongkongan, napas sengal, perut kembung berbunyi, pendarahan,perut kaku, pusar berdenyuh, sakit di bawah pusar, suara hilang, badan panas, badan dingin, obat bengkak, obat bayi, obat sawan, sariawan pada bayi, curek. telinga keluar nanah. (lembar : 79.a). Tidak ada nafsu makan, mengobati bisa (racun) (lembar:85a). Bayi mati dalam perut. (lembar : 91.a). Pusing (lembar : 92.a) ; Menggigil (lembar : 92.b) Desentri (lembar : 95.b); leher bengkak, (lembar 97.b); Kotoran mata bengkak, (lembar : lOl.b) ; air kemih merah (lembar : 103.a) ; penis sakit (lembar : 108.b) ;kena racun warangan (lembar : 110.a); muntah berak (lembar : 1l3b); sakit pada bahu (lembar : 119) ; kena racun Gringsing Wayang. (lembar : 121.b).
Kuranto Bolong? Kuranta Bolot?
Apa itu ‘kuranta’?
Kami google apa itu ‘kuranta’ dalam kamus Sanskrit: Sejenis tumbuhan berduri yang tumbuh di sekitar semak rumah atau pinggiran hutan. Tapi ‘Kuranta’ juga bermakna ‘telinga’.
Kuranta Bolot? Nah, mereka tersenyum dan tertawa…
Anak-anak sekarang lihai membaca lontar. Bahkan tanpa canggung tersenyum dan tertawa. Beda sekali dengan generasi sebelumnya yang ada di bawah bayang ketakutan dan tekanan ‘aja wera’ dan ‘aywa cawuh’.
Dahulu, semua yang baca lontar wajahnya tegang, super serius, bahkan ditenget-sakral alias disarem-seremkan. Entah kenapa, dulu, jika perlu orang-orang tua menanam trauma ketakutan ke anak-anak yang akhirnya tidak baca lontar. Dampaknya: Mereka berjarak, ketakutan dan menjauh dari warisan pemikiran leluhurnya.
Pendidikan formal membuat kita bisa mendiskusikan dan berdebat isi kitab suci apapun. Demikian juga bangku kuliah kajian lontar membuat kita memandang kesakralan lontar itu pada perawatan, pada cara menyimpannya. Sementara isinya? Isi bisa diperdebatkan, bisa didedah secara nalar dan jadi bahan kajian ulang, jadi bahan renungan dan atau senyuman.
Terima kasih telah singgah dan membantu. Terima kasih telah tersenyum dan tertawa.
Ketika membaca disertai senyum, di situ ada harapan. [T]
Catatan Harian 24 Pebruari 2020