Selalu menarik materi aguron-guron (workshop) yang diberikan Made Taro atau yang akrab disapa Pekak Taro. Lihat saja materi workshop yang diberikan kepada guru-guru dan orang tua di Penggak Men Mersi pada ajang Pekan Generasi Sadar Aksara (Parasara), Minggu 9 Februari 2020. Pendiri Sanggar Kukuruyuk itu memberikan materi permainan tradisional yang diangkat dari gending rare Dadong Dauh sebagai pendidikan karakter kepada anak-anak.
Kelihatannya memang sederhana, yaitu mengajak peserta untuk menyanyikan gending (lagu) rakyat Dadong Dauh, seorang nenek yang melihara ayam yang sedang metaluh (bertelur). Telur itu dicuri oleh anak anak yang nakal. Telor dicuri dengan menggunakan sepit (sebuah alat penjepit). Pada saat mencuri telor itu tampak gampang dan mudah, tetapi pada saat membawa pulang yang mengalami banyak rintangan. “Dalam hal ini ada pendidikan, disiplin, cepat, hati-hati, fokus dan lainnya,” kata Made Taro.
Sebab, jika ada masalah dalam membawa telor itu harus diselesaikan sendiri, tanpa bantuan orang lain. Misalnya, telor itu jatuh, maka harus diambil sendiri lagi tanpa sepengetahuan dan bantuan orang lain. Telor yang jatuh tidak boleh diambil dengan tangan, harus dengan sepit, sehingga dibutuhkan ketenangan dan konsentrasi. “JIka peserta itu tegang dan tidak fokus, maka mereka akan tidak dapat mengambil telor itu dengan baik. Di sini dibutuhkan konsentrasi tinggi,” sebutnya.
Setelah telor itu terkumpul, para peserta wajib menyusun sesuai dengan aksara yang ada dalam telor itu. “Aksara yang diisi disesuaikan dngan tema acara yaitu serangkain dengan bukan Bahasa Bali, maka saya mengisinya dengan aksara yang jika disusun dengan benar menjadi “taluh bebek”. Hal ini juga sebagai bentuk pembelajaran bahasa dan aksara Bali kepada para peserta,” paparnya.
Menurut Pak Taro, permainan ini sudah diciptakan sejak tahun lalu dalam kegiatan penyuluhan bahasa Bali di Kabupaten Klungkung. Dalam setiap memberikan workshop, ia selalu membuat materi-materi baru yang menggabungkan permaian, cerita (dongeng) dan gending-gending rare yang sudah merakyat di masyarakat. “Kami selalu mengkemas dengan permainan yang sangat sederhana, namun memiliki pendidikan etika, moral dan pendidikan karakter,” ungkapnya.
Kelian Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan, kegiatan aguro-guron atau workshop ini bertujuan untuk memformulasikan secara sederhana terkait teknik atau cara mengajarkan bahasa, aksara, dan sastra Bali ke generasi milenial saat ini. “Sejatinya kita telah mewarisi cara-cara sederhana itu. Salah satunya adalah dengan cara bermain. Karena itu, dalam workshop ini kami mengundang pakar permainan tradisional, Bapak Made Taro untuk menjadi narasumber,” ungkapnya.
Wahyudita menambahkan, kegiatan workshop yang baru pertama kali ini diharapkan bisa menginspirasi para guru dan orangtua untuk membuat cara mengajar bahasa Bali yang efektif melalui kegiatan yang menyenangkan. “Harapan kami, ini tidak hanya dilakukan saat kegiatan Parasara saja, melainkan kami berharap besar kegiatan ini bisa dilakukan secara kontinyu setiap bulannya,” tandasnya.[T][*]