Pencurian Pratima di Bali merupakan gelaja dari suatu dampak sector ekonomi yang jadi “dewa” di pulau dewata ini. Dampak pariwisata tak terkendali pada karya seni berjudul Hilang adalah perubahan dari nilai sacral jadi sekuler. Pariwisata massal mendatangkan jutaan pengunjung dari berbagai negara. Pengunjung yang datang menganut budaya berbeda. Dalam ekonomi pasar bebas yang dipratekkan oleh pariwisata Bali, tamu dianggap kelas tinggi karena mendatangkan uang $.
Kebijakan visa Indonesia amat bebas. Wisatawan dari Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan hanya memerlukan visa on arrival. Mereka bebas keluar masuk Indonesia. Berbeda dengan warga Indonesia yang ingin ke Negara Negara tersebut, harus melengkapi banyak persyaratan administrasi, membayar sejumlah uang untuk mengajukan visa dan apabila ditolak, uang tersebut tidak dapat dikembalikan, serta terkadang diminta jumlah tabungan minimal yang diperlukan. Wisatawan asing dari negara-negara di atas terkadang membuat masalah di Bali. Bekerja secara illegal, mencuri, menipu , narkoba dan tinggal melebihi izin tinggal adalah masalah yang paling banyak dilakukan.
Dalam beberapa hal, ada wisatawan yang bekerja sama dengan orang Bali melakukan hal amat buruk yaitu menodai kesucian pura seperti mencuri pratima. Kasus pencurian pratima adalah dua kejahatan sekaligus yaitu mencuri dan tidak menghormati budaya Bali Hindu. Ketika pura yang merupakan tempat suci telah dinodai dan menjadi sasaran pencurian, seharusnya rakyat Bali marah karena itu sudah menginjak injak taksu dan harga diri Bali. Sikap rakyat Bali yang tidak terdengar keras bunyi kemarahannya merupakan bukti perubahan nilai nilai Bali yang sacral jadi sekuler. Pariwisata Bali hanya mengutamakan dolar di atas nilai kesucian dan lingkungan hidup.
Pameran seni bertema Illegal Trade yang diselengarakan di Kulidan Kitchen, Guwang Sukawati, Gianyar, tanggal 29 Desember 2019 menghadirkan karya yang menunjukkan gejala di atas. Karya tersebut dibuat oleh seniman bernama Ida bagus Eka Suta Harunika. Karya seni ini menggambarkan suatu benda suci yang dianggap sacral bernama pratima menjadi benda yang hilang kesakralannya hanya sekedar objek komersil untuk mendapatkan uang demi jangka pendek.
Pada bagian atas kiri lukisan terdapat seorang dengan dengan mata melotot melirik patung berkilau yang dia ketahui bernilai ekonomi. Di Dalam pikirannya hanya bertujuan untuk meraup keuntungan ekonomi tanpa memperhatian konsekuensi pada dirinya maupun komunitas Bali. Dia memutus patung suci tersebut dari tempat seharusnya dan membawa keluar sehingga unsur kesuciannya sirna.
Pengunjung pura yang melihat kejanggalan berupa hilangnya pratima terkejut dan buru buru mencari cara menangkap pelakunya. Setelah kejadian baru bertindak. Ini namanya memadamkan api setelah kebakaran menghanguskan lahan daripada mencegahnya. Mencari pencuri pratima untuk diproses secara hukum dan mendatangkan pratima pengganti lebih mahal biayanya daripada mencegah pratima tercuri. Pencurian pratima yang sempat heboh di Bali di tahun 2014 melibatkan warga asing bernama Roberto Gamba membuat Polda Bali bekerja sama dengan PHDI(1).
Pada tahun 2017 di bulan Juli, 8 pura di kabupaten Karangasem menjadi sasaran pencurian pratima(2). Di tahun berikutnya, pada bulan April , pura di desa Penebel mengalami pencurian yang menyebabkan kerugian puluhan juta rupiah(3). Bulan berikutnya, pratima di pura Dalem kabupeten Tabanan raib(4). Pengunjung yang memahami karya ini dengan mendalam mungkin dapat menggali untuk mencari akar penyebab gejala ini. Menyelesaikan gejala tanpa menyentuh akarnya akan memunculkan gejala tersebut.
Budaya Bali telah terdegradasi. Untuk mengatasi dampak pariwisata massal, pemerintah dapat menaikkan biaya visa on arrival di Bali sebesar tiga kali lipat untuk wisatawan dari Negara Negara berpendapatan tinggi sebagai langkah sementara. Ini akan membuat pariwisata Bali tidak terkesan murahan. Izin mendirikan akomodasi parwisata yaitu hotel, vila dan penginapan murah harus sesuai dengan hukum tata ruang, analisa dampak lingkungan dan tanggung jawab sosial yang harus dipikul. Masyarakat harus penduli dengan keadaan sekitar untuk mencegah wisatawan asing menyalahgunana izin berkunjung supaya tidak menjadi pekerja illegal hingga berbuat criminal sampai mencuri benda suci di pura. Aparat hukum harus menindak tegas setiap pelaku criminal dan pelanggaran hukum.
Untuk wisatawan yang melakukan hal yang menodai kesucian pura seperti pencurian pratima, harus diproses sesuai dengan hukum berlaku dan selanjutnya dideportasi dan dilarang mengunjungi Indonesia selama beberapa tahun. Pada kasus pencurian pratima, menunjukkan kepedulian orang Bali terhadap lingkungan sekitar menurun sehingga memberi kesempatan pencuri menodai kesucian pura. Wisatawan asing yang mencuri pratima sering kali kehabisan uang saat berlibur ke Bali karena tidak ada persyaratan tabungan minimal yang harus dibawa. Kajian ulang atas pariwisata massal yang mendatangkan manfaat dan efek samping harus dilakukan secara menyeluruh mulai tahun 2020. [T]
Sumber:
- Pencurian Pratima: Polda Bali Datangi Kantor Parisadha Hindu Dharma Indonesia. 9 September 2014. https://kabar24.bisnis.com/read/20140909/78/256040/pencurian-pratima-polda-bali-datangi-kantor-parisadha-hindu-dharma-indonesia
- Pencurian Pratima di 8 Pura Teruangkap. 10 Juli 2017. Berita Bali. https://news.beritabali.com/read/2017/07/10/201707100010/pencuri-pratima-di-8-pura-terungkap
- Pura Tabanan Dibobol Maling, Kerugian Puluhan Juta Rupiah. 29 April 2018. I Made Argawa. https://bali.inews.id/berita/pura-di-tabanan-dibobol-maling-kerugian-puluhan-juta-rupiah
- Pencurian Pratima di Pura Dalem, PHDI Curigai Jaringan Khusus. 2 Mei 2018.Radar Bali https://radarbali.jawapos.com/read/2018/05/02/69739/pencurian-pratima-di-pura-dalem-phdi-curigai-pelaku-jaringan-khusus