Dalam sebuah lontar pedoman kebatinan Jawa Kuna yang konon adalah rangkuman tutur atau nasihat dari Mpu Krta, ketika menasehati putranya Sang Krpaputra, saya menemukan catatan yang mengejutkan. Bahwa Bhatara Majapahit “ekuivalen” dengan Bhatara Wisnu.
Ekuivalensi Bhatara Majapahit dengan Bhatara Wisnu disampaikan dalam dalil tubuh, aksara, dan Bhatara.
Begini rumusannya:
1. “Bhatara Majapahit ngaran ampru” = Bhatara Majapahit adalah ‘ampru’.
2. “Ampru mantuk maring Sang Hyang Wisnu” = ‘Ampru kembali menuju Sang Hyang Wisnu.
3. “Ung mungguh ring ampru” = Aksara suci ‘Ung’ terletak pada ‘ampru’.
Ampru (empedu) dalam penjabaran kebatinan dan ‘aksara’ (suara huruf) dalam lontar Bali menempati posisi sangat penting. Ampru berdengung aksara ‘Ung’ yang merupakan aksara suci Bhatara Wisnu. Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu), disebut juga Nārāyana adalah dewa dengan posisi sebagai ‘shtiti’ (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Hyang Tunggal.
Kembali ke lontar terlampir, jika kita ikuti dalil bahwa “Bhatara Majapahit adalah ‘ampru’; ‘Ampru’ kembali ke Bhatara Wisnu”; dan aksara suci ‘Ung’ terletak pada ‘ampru’; maka: Tidakkah ini menjadi jawaban teka-teki siapa Bhatara Majapahit dan siapa distanakan di Pura Majapahit? Dalil lontar terlampir memberikan jawaban bahwa Bhatara Majapahit ekuivalensinya adalah Bhatara Wisnu.
Pura Majapahit, apakah dengan demikian, berfungsi sebagai tempat peribadatan untuk memuliakan Bhatara Wisnu? Dalil lontar ini bisa di-cross-check ke lapangan, silahkan kunjungi dan tanyakan langsung ke ‘pemangku’ atau ‘penyungsung’ dari Pura Majapahit. Pura Majapahit keberadaannya cukup bertebaran di beberapa desa di Pulau Bali. Demikian juga ‘puja saa’ dan ‘sesontengan’ menyebut dan memuliakan Beliau sangat banyak kita temui di Bali. [T]
Catatan Harian Sugi Lanus, 7 September 2019.