11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kekuatan Apa Hingga Subaltern Papua Bisa Berbicara?

Made GunawanbyMade Gunawan
September 2, 2019
inOpini
Kekuatan Apa Hingga Subaltern Papua Bisa Berbicara?

Pengamanan pascaunjuk rasa anarkis di Jayapura --- Personil Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Minggu (1/9/2019). Pengamanan di asrama tersebut bertujuan untuk menghindari bentrokan antar kelompok warga yang sempat terjadi pada Minggu (1/9/2019) dini hari. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

169
SHARES

Dalam hari-hari euforia merayakan kemerdekaan ke 74 tahun, Bangsa Indonesia digoncang pergolakan masyarakat Papua yang menuntut referendum untuk kemerdekaannya. Sebagai pemicunya sebuah kejadian rasisme yang menimpa sejumlah mahasiswa asal Papua yang sedang menimba ilmu di Surabaya, Malang, dan Semarang.

Sontak peristiwa ini memicu demontrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan masyarakat di Papua, dan kota-kota besar di Indonesia lainnya. Bahkan beberapa pergolakan di kota-kota besar Papua berakhir rusuh dan betrok antara pendemo dan aparat keamanan, hingga pejabat keamanan mengambil kebijakan untuk mematikan internet di Papua. Praktis kebijakan itu mengundang pro-kontra dan tertutupnya akses informasi mengenai apa yang terjadi di Papua.

Rentetan demo hingga tulisan ini dibuat, telah berlangsung lebih dari 10 hari. Beberapa gedung dibakar, kendaraan dirusak, korban nyawa berjatuhan di kedua belah pihak, baik pendemo maupun aparat keamanan. Rentetan peristiwa ini adalah terbesar dalam sejarah Papua, baik dari segi jumlah, skala, dari segi gaung suaranya, maupun bobot tuntutanya.

Dari manakah kekuatan bersuara rakyat Papua muncul? Benarkah ada yang menggerakkan, ataukah ini gerakan spontan? Mewakili keseluruhan rakyat Papua-kah mereka itu? Mereka rakyat ataukah massa ?

Papua sebagai kelompok subaltern

Orang Papua mengalami diskriminasi sosial, baik secara fisik maupun prilaku, hingga lekat dengan stigma sebagai masyarakat primitive, tidak memiliki peradaban, terbelakang, bodoh, suka mabuk, dan berperang. Stereotip ini dialami sejak dahulu. Dari sinilah Papua mengalami hegemoni, yakni sebuah populasi yang secara sosial, politik, dan kultural, ditundukkan oleh suatu kelompok lain yang menguasainya.

Hegemoni itu biasanya  bersifat halus dan tak langsung, dioperasikan melalui hal-hal yang ideologis dan cendrung etis, seperti pakaian, bentuk rumah, cara hidup, cara mencari nafkah, berbicara dan sebagainya, yang mana biasanya berbalut alasan etis, misalnya untuk kesejahteraan masyarakt Papua, namun tindakan itu secara tak langsung memarjinalkan mereka, dan meneguhkan dominasi atas mereka.

Gayatri spivak, mendifinisikan kelompok subaltern sebagi kelompok yang suaranya selalu direfresentasikan, sedangkan refresentasi hanyalah alat untuk mendominasi.

Pemerintah pusat, membentuk refresentasi stereotip, melalui anggota dewan, bupati, gubernur, di Papua, namun kekuasaan sesungguhnya berada di pemerintah pusat dan militer. Seolah-olah saja mereka terwakili, namun wakil mereka ini tak berbeda atau stereotip dengan masyarakat biasa, karena tanpa kekuasaan, bahkan menjadi alat kekuasaan semata. Dengan kata lain strategi ini hanya manipulasi untuk meneguhkan hegemoni atas masyarakat Papua.

Dengan adanya hegemoni sosial, politik, dan budaya, industri kerajinan, dan inisiatif rakyat Papua berlahan mati. Dengan matinya budaya, industri, kerajinan, dan inisiatif, rakyat Papua menjadi semakin terisolasi dan terkucilkan dalam tatanan sosial.

Sejarah kekerasan

Sejarah Papua seakan lekat dengan kekerasan, bagai bintang malam dalam mendung yang gelap pekat. Kekerasan seakan datang tiada putus, dan semakin menjadi-jadi saat pemerintah menetapkan status daerah operasi meliter dalam kurun waktu 1978 hingga 1998

DOM berlangsung 20 tahun, dan sejarah mencatat ada ribuan korban jiwa dan masyarakat sipil sejak Republik Indonesia memasuki Papua. Dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan pun menyeruak. Diantaranya bahkan masih terjadi paska diberlakukan Dom diantaranya peristiwa Biak berdarah 1998, peritiwa Abepura 2000, Wasior 2001, Wamena 2003 hingga tragedi Paniai 2014.

Semua peristiwa kekerasan dalam sejarah Papua meninggalkan trauma dan membekas dalam dalam ingatan kolektif rakyat Papua. Segala bentuk perlakuan tidak adil, intimidasi, bahkan penyiksaan menjadi masalah psikologis rakyat Papua yang mendorong prilaku kekerasan berlapis lainya. Sayang masalah psikologis sama sekali tidak digubris dan diperhatikan. Dialog dan duduk bersam lebih efektif dibanding memecahkan masalah mereka dengan pedang dan peluru.

Perkembangan politik domestik indonesia

Perkembangan politik satu dekade terakhir di indonesia sangat dinamis. Di satu sisi ada demokratisasi melalui pemilihan langsung baik pejabat daerah maupun pusat. Demokratisasi membawa keterbukaan dan berbagai kebebasan, seperti kebebasan berpendapat dan mengekspresikan diri. Debat-debat politik hampir setiap hari mewarnai media. Berbagai wacana berseliweran bagai tiada henti. Setiap orang dapat berinteraksi dengan siapa saja tanpa sekat dan batas. 

Perkembangan ini juga membawa pengaruh positif dan sifat menambah daya kritis pemuda dan mahasiswa Papua. Mereka membandingkan kenyataan yang ada dengan apa yang mereka pelajari dan lihat di luar. Mereka mendapati hal yang bertolak belakang dan berbeda dengan yang mereka alami di Papua. Jadilah sikap resistensi mereka bertambah. Terlebih ada dukungan dari saudara serumpun bangsa melanesia dalam wadah melanesia spearhead group (MSG) dan pembentukan  United Liberation Movement For West Papua (ULMWP).

Di lain sisi perkembangan politik domestik indonesia selain mengarah demokratisasi, ada gerakan konservatif yakni politisasi agama. Sebagai minoritas dan sebagai kelompok yang terhegemoni, situasi ini sungguh menakutkan mereka. Ancaman kepunahan semakin  membayang di benak mereka.

Konspirasi internasional

Banyak kalangan melihat bahwa peristiwa rentetan demo Papua tak lepas dari geopolitik internasional. Mereka mempertanyakan dan meragukan kerapuhan nasionalisme yang sudah dibangun bertahun-tahun oleh pemerintah Indonesia. Lebih-lebih Presiden Jokowi telah membangun berbagai infrastruktur, melakukan pendekatan yang intensif, mengambil alih Freeport, dan memperoleh dukungan yang signifikan dari masyarakat Papua pada pilpres 2019 kemarin.

Keraguan itu mungkin beralasan, karena masyarakat Papua sebagai entitas subaltern rentan suaranya di manipulasi kelompok-kelompok hegemon yang lainya. Dari sini kita bisa bersikap kritis, apakah mereka yang demontrasi besar-besaran itu benar-benar suara Papua? Apakah suara itu murni suara subaltern yang spontan, tanpa kepentingan kelompok hegemon lain atau kelompok politik tertentu. Karena seringkali pihak hegemon menggunakan suara subaltern sebagai alat. Dengan kata lain mereka menyamar menjadi suara perlawanan subaltern. Dalam hal ini kelompok hegemon lain adalah Negara imprialis lainya, seperti Amerika, Australia, atau bahkan Cina.

Kekuatan suara Papua.

Papua sebagai entitas budaya dan masyarakat tergolong dari ras Melanesia. Ras Melanesia sebarannya meliputi kepulauan pasifik selatan, antara lain Papua Nugini, Kepulauan Salamon, Fiji, Kaledonia Baru, Vanuatu, Samoa, Papua dan Papua Barat. Di Papua sendiri mereka terbagi dalam beberapa sub-suku di antaranya suku asmat, amungme, dani, kamoro, marind, biak, sentani, wamesa , arfak, dan lain-lainya.

Dalam sejarah Papua banyak terjadi konflik antara suku adat dan perusahaan perkebunan dan pertambangan dimana masyarakat adat dipaksa menyerahkan tanah mereka. Dilain sisi pemerintah daerah, atas intruksi pusat ingin menjalankan industri perkebunan gula, kayu, atau sawit, dan kemajuan ekonomi atas nama pembanguna. Di sisi lainya rakyat Papua sangat tergantung pada kebun dan tanah. Mengambil tanah orang Papua berarti menghabisi kehidupan mereka. Tak jarang konflik-konflik itu berakhir menyedihkan, yakni penghancuran sumber kehidupan suku-suku tersebut.

Seperti suku-suku kebanyakan di Indonesia, orang Papua percaya bahwa alam, binatang, dan tumbuhan memiliki kehidupan dan jiwa. Ekologi adalah sesuatu yang hidup membentuk ruang hidup yang dinamis. Bagi orang Amungme, misalnya, tanah bukan hanya bernilai ekonomis, melainkan bermakna magis religius. Tanah ibarat seorang ibu yang memberikan kehidupan bagi anak-anaknya.

Suku Amungme menganggap daerah pegunungan salju termasuk puncak-puncak gunung tertinggi bersemayamlah Jomun-Temun Nerek, para leluhur suku Amungme. Puncak gunung Carstenz, Ertsberg, Grassberg beserta lembah-lembah sekitarnya sebagai wilayah keramat yang suci tidak boleh diganggu gugat. Di kawasan kepala ibu itulah konon mereka berasal dan nenek moyang berada. Daerah asal yang bernilai religius-magis inilah yang saat ini porak poranda oleh kegiatan tambang emas dan tembaga oleh Freeport. Sialnya mereka tak berdaya.

Bencana yang beberapa kali terjadi, bagi masyarakat Papua adalah pertanda leluhur dan nenek moyang mereka sedang murka, karena mereka tak mampu menjaga alam dan ekologi yang diwarisi. Mereka merasa diambang kehancuran. Inilah yang menjadi daya dorong rakyat Papua untuk berbicara, memisahkan diri dari Indonesia.

Mereka sekarang merasa menderita, namun mereka meyakini mereka adalah manusia utama, titisan dewa, yang menempati tanah surga. Mereka percaya akan datangnya zaman keemasan, setelah mereka mampu melewati berbagai kesulitan yang mereka terima sejak zaman Belanda, Jepang, dan kini dengan Indonesia. Kali ini mereka sangat yakin, hari itu akan segera tiba, dan saat ini adalah waktu yang paling baik…

Menguatnya tuntutan referendum dan kemerdekaan Papua, tak bisa dipisahkan dari sejarah dan pemahaman rakyat Papua dalam melihat dan menilai realitas praktek-praktek kehidupan di Papua dan perlakuan terhadap mereka di ruang sosial dan politik mereka sendiri. Sejarah kekerasan dalam ruang operasi militer, ketidakberdayaan dan terhegemoni dalam bidang sosial, politik, dan budaya, ekpoitasi alam, perebutan sumberdaya alam oleh korporasi internasional dan Negara-negara imprialis, perkembangan politik dan dproses demokratisasi domestik dalam negeri Indonesia serta mitologi dan kepercayaan masyarakat Papua. Campuran dan interaksi-interaksi factor diatas membentuk realitas Papua saat ini.

Saat ini saluran internet di Papua putus.  Tak ada informasi yang jelas mengenai situasi Papua. Seakan menambah deretan panjang kegelapan-kegelapan masa lalu mereka. Papua menjadi gelap, segelap kulit mereka. Sepekat jalan hidup mereka mempertanyakan nasib. [T]

Tags: IndonesiaPapuaPolitik
Previous Post

BALAH

Next Post

Media Sosial; Memudahkan, Menyenangkan, Sekaligus Meresahkan

Made Gunawan

Made Gunawan

Orang Negaroa, Jembrana Bali, aktivis jurnalisme warga yang menulis di berbagai media. Bisa ditemui di akun facebook bernama Gunawan Golokadas

Next Post
Media Sosial; Memudahkan, Menyenangkan, Sekaligus Meresahkan

Media Sosial; Memudahkan, Menyenangkan, Sekaligus Meresahkan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co