Setiap orang punya keinginan. Itu pasti. Sebab, tanpa keinginan kita tidak akan bergerak. Kehidupan kita juga tidak akan bertumbuh dan berkembang.
Di usia yang setengah muda dan setengah tua ini, sebagian besar dari kita sering dihantui dua keinginan. Semisal, keinginan untuk berumah tangga. Di samping itu, secara beriringan kita juga menginginkan karier yang menjulang dan melesat hebat.
Maka dari itu, sebagian dari kita memilih tidak menikah kalau karier belum merekah. Alasannya sangat jelas, apalagi kalau bukan karena kita yang tidak ingin direpotkan dengan tetek bengek serba serbi kehidupan berumah tangga. Sebab, berumah tangga dirasa sangat mengganggu proses pencapaian karier. Ada lagi alasan yang lebih manusiawi. Apalagi kalau bukan karena ingin kehidupan yang aman dan berkecukupan saat berumah tangga.
Maka begitulah mata memandang. Apa daya cinta tanpa jabatan. Apa guna cinta tanpa uang. Karier dan berumah tangga mesti selaras jalannya.
Suatu hari, atau pada hari-hari berikutnya lagi, saya sering mendapati orang-orang yang menjadikan karier sebagai alasan untuk tidak menikah atau pun menikah. Ya tentu saja pikiran dan sikap itu sangat benar sekali. Pemikiran yang realistis. Pemikiran yang sangat penting dan perlu kita miliki.
Saya sering tanpa sengaja mendapati sebagian orang membagikan artikel-arikel berisi alasan pentingnya tidak menikah cepat-cepat atau pentingnya memantaskan diri sebelum menikah. Mungkin saja maksud memantaskan diri itu adalah berkarier.
Saya tentu sangat senang dan optimis ketika artikel semacam itu dibagikan oleh orang yang jenjang kariernya punya kejelasan. Semisal, ia adalah pekerja di bank yang nasabahnya sudah melimpah ruah. Atau pekerja restauran dan hotel berbintang yang bintangnya bersinar terus-menerus. Atau guru tetap yang yayasannya kuat dan terpercaya. Atau seorang pengusaha yang prospeknya bagus. Atau seorang angkatan dan penegak hukum. Atau PNS muda yang baru saja diangkat pemerintah.
Perasaan saya mulai cemas ketika artikel itu dibagikan oleh sebagian orang yang pekerjaannya terus menumpuk, terus bertambah, tapi mereka pun sesungguhnya masih ragu apakah kariernya akan merekah. Apalagi tak pernah dijanjikan, pada tahun berapa karier akan menanjak. Mungkin saja mereka akan mencapai posisi karier yang bagus, namun pencapaian itu baru didapat nanti, lima bahkan sepuluh tahun lagi atau bahkan tidak pernah sama sekali.
Ditambah lagi ada pekerjaan yang jarang-jarang diberi gaji. Iya tidak apa-apa. Kita tentu percaya pada slogan “Semua akan indah pada waktunya”. Maka, bersabarlah menunggu. Sampai berani mengajak menikah (laki-laki) atau sampai mau diajak menikah (perempuan).
Nah, supaya tidak salah paham, mungkin kita mesti belajar lagi pengertian tentang, apa yang dimaksud dengan karier. Karier adalah perkembangan dan kemajuan pekerjaan, jabatan, dan kehidupan. Atau pekerjaan yang memberi harapan untuk maju. Atau ada pula penjelasan lain, yaitu kondisi yang dapat menunjukkan status peningkatan kepegawaian seseorang.
Coba sekarang kita renungkan kembali pekerjaan kita. Apakah benar kita sedang berkarier? Atau jangan-jangan sekian tahun kita bekerja, sekian tahun hanya jalan di tempat. Ya, jalan di tempat. Yang artinya, seolah-olah berjalan jauh, capek, padahal sesungguhnya tidak pernah ke mana-mana. Hanya di sana-sana saja. Tentu bertolak belakang sekali dengan makna kata karier bukan?
Nah, kalau begitu, bolehlah saya bertanya kepada yang tak menikah. “Benarkah kalian sedang berkarier?” [T]