FILM horor selalu laku. Bioskop senantiasa ramai, penonton ngantri untuk menonton setan, hantu, dan kawan-kawan. Terakhir yang juga laris dan selalu diomongkan orang adalah film Pengabdi Setan.
Karena penonton senang, pasar selalu menerima, film horor selalu dibuat. Kita tak tahu, mungkin saat ini sejumlah sutradara sedang sibuk cari ide untuk bikin film horor, sekaligus memikirkan bentuk-bentuk yang bisa mengundang rasa takut.
Coba tengok ke belakang, film Sundel Bolong yang dibintangi Suzana yang rilis pada 1981 adalah film terlaris pada masanya. Di masa-masa itu, film horor seperti durian di musim durian, seperti banjir di musim hujan.
Nasarudin Soradz, seorang pemerhati film, mengatakan film horor itu memang sudah punya pangsa pasar tersendiri sejak tahun 1970-an dan 1980-an. “Jadi kalau kita flash back kembali, itu film-film yang dibikin oleh Suzana itu memang mempunyai pangsa pasar tersendiri dari tahun 80-an,” katanya.
Pada tahun 90-an, produksi film berkelamin mistik sempat menurun drastis. Pada masa-masa itu hanya beberapa film horor yang lahir, antara lain seperti film Misteri dari Gunung Merapi yang sempat fenomenal. Menurunnya film horor karena produsen film saat itu lebih ingin menjual film percintaan, yang lebih berani pamer tubuh.
Namun rasa takut seperti candu. Walau sempat mengalami masa lesu, film-film bergenre horor terbukti tak pernah sepi dari penonton. Apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, film horor bisa dibuat dengan kreativitas yang makin tak terbatas. Dengan tekhnologi terkini, film horor menjadi semakin mencekam.
Rasa takut, rasa mencekam, dan ketegangan itulah yang membuat penggemar film horor makin ketagihan. Jadi, tak heran hingga kini film horor masih dinanti pencintanya.
Lihat misalnya kemunculan film Pengabdi Setan garapan sutradara Joko Anwar pada akhir 2017. Film ini membukukan rekor tersendiri dalam dunia perfilman Indonesia. Bahkan secara resmi film ini dinobatkan sebagai film horor Indonesia terlaris sepanjang masa. Jangan kaget, di hari ke-37 pemutarannya di bioskop, Pengabdi Setan disaksikan oleh lebih dari 4 juta penonton di Indonesia.
“Karena memang, satu, umumnya masyarakat kita masih banyak yang percaya dengan hal- hal yang berbau mistis. Jadi secara background kebudayaan memang ada relevansinya. Dan, kedua, memang dalam pembuatan film-film mistis tersebut secara finance tidak terlalu mahal sehingga memang dari sudut bisnis juga menjanjikan.” kata Nasarudin Soradz.
Tokoh Ibu
Banyak yang menilai keberhasilan film Pengabdi Setan tak terlepas tokoh ibu yang diperankan oleh Ayu Laksmi. Dalam film itu ia dihadirkan dalam wujud wajah pucat yang memancarkan aura seram. Ini tentu ketelitian sutradara dalam memilih pemain untuk memerankan tokoh itu.
Budayawan Taufik Rahzen juga mangamini bahwa keberhasilan film ini tak lepas dari ketelitian sang sutradara Joko Anwar dalam memilih sosok yang pas untuk memerankan sosok ibu. Peran Ayu Laksmi terlihat sangat hidup dan natural.
Menurut Taufik Rahzen, film Pengabdi Setan yang disutradarai Joko Anwar bisa memadatkan sejarah film horor di Indonesia itu hanya dengan suara, jeda citra dan kemudian pembukaan dan mantra. Dan inilah dasar sebenarnya tentang dunia yang lain, bahasa di luar bahasa verbal yang ada di Ayu Laksmi dan itu sudah natural.
“Dan Joko Anwar melakukan discovery bukan menemukan tapi menyingkap kekuatan yang ada, dan itulah saya lihat film ini kemampuannya untuk memunculkan karakter karakter dasar para pemainnya.” kata Taufik Rahzen.
Jadi, film horor pun memiliki sendi-sendi kreativitas tersendiri agar “daya seram” menjadi lebih berkualitas. Dengan demikian film horor makin lama menjadi adiktif. Penonton mau membayar mahal untuk menikmati rasa takut dan semakin ketagihan akan rasa tegang. (T)